Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Totok Agung Dwi Haryanto mendukung rencana penggabungan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) karena dapat meningkatkan efisiensi dan memperkuat tata kelola pangan nasional.
"Kalau penggabungan ini dilakukan untuk efisiensi kelembagaan agar tidak tumpang tindih fungsi, itu langkah yang sangat tepat," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan selama ini, Bulog sebagai perusahaan umum di bawah Kementerian BUMN menjalankan dua peran yang kerap berseberangan, yakni fungsi sosial atau pelayanan publik dan fungsi komersial.
Dalam hal pelayanan publik, kata dia, Bulog menjalankan fungsi stabilisasi harga, pengelolaan cadangan beras pemerintah, dan pendistribusian bantuan sosial (bansos) beras.
Sementara, dalam fungsi komersial, lanjut dia, Bulog menjalankan bisnis untuk beberapa komoditas strategis.
Menurut dia, fungsi sosial yang dijalankan Bulog tersebut memiliki kemiripan dengan tugas Bapanas.
"Dalam tugas Bapanas memang ada yang sangat bagus, itu mengenai keragaman konsumsi pangan, terus ada mengendalikan kerawanan pangan serta gizi, dan sebagainya," katanya menjelaskan.
Terkait dengan hal itu, dia mengaku mendukung wacana penggabungan Bulog dan Bapanas terutama dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial atau pelayanan publik.
Sementara, untuk fungsi komersial yang selama ini dijalankan oleh Bulog, kata dia, alangkah baiknya diserahkan kepada BUMN bidang pangan lainnya yang tergabung dalam ID Food.
Kendati demikian, dia mengatakan BUMN bidang pangan juga harus memberikan dukungan ketika lembaga hasil penggabungan Bulog dan Bapanas tersebut membutuhkan cadangan pangan.
"Kalau fungsi sosial dan kebijakan ditangani satu lembaga, sementara bisnisnya diserahkan ke korporasi pangan, itu akan membuat sistem pangan nasional lebih efisien dan responsif," katanya menegaskan.
Terkait bentuk kelembagaan, dia mengatakan penggabungan Bulog dan Bapanas itu sebaiknya tidak diwujudkan dalam bentuk kementerian baru, melainkan lembaga setingkat menteri.
"Dengan status lembaga setingkat menteri, koordinasi lintas sektor seperti dengan Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan akan lebih fleksibel tanpa menambah struktur birokrasi," ujarnya.
Ia mengatakan penggabungan Bulog dan Bapanas juga berpotensi memperkuat perencanaan cadangan pangan nasional serta mempercepat respons pemerintah terhadap gejolak harga dan ancaman krisis pangan.
"Yang penting, fungsi Bulog sebagai penjaga ketahanan pangan tetap dipertahankan dalam sistem baru yang lebih efisien dan terintegrasi," kata Prof Totok.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah akan mengkaji usulan Komisi IV DPR RI untuk mengubah status Bulog menjadi kementerian/lembaga serta menggabungkan Bulog dengan Bapanas agar distribusi bahan pokok menjadi lebih mudah dan tidak terhambat birokrasi yang berbelit.
"Nanti, kita kaji ya nanti kita kaji dulu ya. Yang pasti adalah Bulog terus kita perbaiki," kata Prasetyo saat memberikan keterangan usai menghadiri rapat terbatas dipimpin Presiden Prabowo di kediaman Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025).
Bulog atau Badan Urusan Logistik didirikan pada 10 Mei 1967 untuk menggantikan Komando Logistik Nasional (Kolagnas) yang saat itu dibubarkan oleh pemerintah.
Bulog yang menjalankan beberapa tugas seperti mengadakan cadangan pangan dan stabilisasi harga pangan, sempat disatukan dengan lembaga yang baru dibentuk pada tahun 1993, yakni Kementerian Negara Urusan Pangan, namun hal itu hanya berlangsung hingga 1997.
Setelah sempat mengalami beberapa kali pengurangan dan perubahan tugas, Bulog pada September 2001 diletakkan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Selanjutnya pada Januari 2003, pemerintah mengubah status Bulog sebagai perusahaan umum (perum) atau menjadi badan usaha milik negara di bawah Kementerian BUMN.
Baca juga: Pakar: Pemkab harus transparan soal tunjangan perumahan DPRD Banyumas