Semarang (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Sarif Abdillah menyarankan pemerintah daerah untuk menggunakan sistem monitoring siswa sekolah sebagai upaya preventif menekan angka putus sekolah, khususnya di jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama.
"Sistem ini bisa menjadi alat untuk memantau keberlanjutan pendidikan anak, terutama siswa kelas VI SD dan IX SMP," kata Sarif di Semarang, Selasa.
Melalui sistem seperti, lanjut dia, pemerintah bisa mengetahui secara menyeluruh kondisi siswa yang bisa melanjutkan pendidikan atau tidak.
Menurut dia, data yang terkumpul dapat menjadi dasar pengambilan keputusan para kepala daerah dalam upaya menekan angka anak tidak melanjutkan sekolah.
"Sehingga bisa diketahui siswa yang keluar dari sekolah namun tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya, sehingga pemerintah bisa melakukan intervensi langsung, baik dengan mengajak anak tersebut kembali ke sekolah reguler maupun mengarahkan mereka ke pendidikan kesetaraan, tergantung pada usia dan kondisi," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Kemendikdasmen mencatat, berbagai faktor penyebab anak tidak sekolah antara lain tidak ada biaya, mencari nafkah atau bekerja, menikah atau mengurus rumah tangga, merasa pendidikan sudah cukup, penyandang disabilitas, sekolah jauh, hingga mengalami perundungan.
Ia menuturkan pendidikan layak merupakan hak setiap anak.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Sarif Abdillah (ANTARA/HO-DPRD Jateng)
"Anak-anak yang terdidik juga akan menjadi generasi penerus bangsa yang lebih baik," kata legislator dari daerah pemilihan Cilacap dan Banyumas itu.
Dengan upaya pemantauan yang baik, ia mengharapkan anak-anak yang tidak bersekolah dapat kembali mendapatkan haknya untuk belajar dan meraih masa depan yang lebih baik.
"Intervensi yang dilakukan, baik dengan Bantuan Operasional Sekolah atau Kartu Indonesia Pintar harus diperkuat, sehingga jumlah anak tidak sekolah ke depan, terus bisa diminimalkan," katanya.