Kudus (ANTARA) - Sebanyak 50 mahasiswa dari belasan perguruan tinggi di Indonesia mendapatkan keahlian di bidang desain chip setelah mengikuti pelatihan selama 14 pekan di PT Hartono Istana Teknologi Kudus, Jawa Tengah, hasil kerja sama pemerintah dan swasta.

"Program bina talenta ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, PT Hartono Istana Teknologi (Polytron), dan Indonesia Chip Design Collaborative Center (ICDeC)," kata Dirjen Riset dan Pengembangan Kemendikti Saintek, Dr Fauzan Adziman ditemui usai Closing Ceremony Of MSIB 7th Batch in collaboration Between Polytron and ICDeC for Chip Design Program 1st Batch di Gedung PLC (Polytron Learning Center) Kudus, Senin.

 

Bahkan, kata dia, dalam program tersebut, juga melibatkan berbagai pihak dari luar negeri, seperti dari Negara, Taiwan hingga Belgia.

Ia menganggap kolaborasi ini termasuk tingkat internasional, setelah sebelumnya Kemendikti Saintek juga mengirim mahasiswa ke Belgia untuk belajar. Sehingga, terintegrasi, karena ada magang dan ada yang dikirim ke luar negeri, ada program beasiswa lewat LPDP untuk magang di bidang chip dan semikonduktor.

Program pelatihan desain chip hasil kolaborasi dengan dunia industri ini, kata dia, merupakan yang pertama kalinya digelar dan nantinya tetap dilanjutkan untuk memperbanyak tenaga ahli di bidang desain chip guna memenuhi kekurangan talenta di industri semikonduktor.

"Targetnya, ketika sudah banyak talenta di bidang desain chip, Indonesia menjadi produsen bukan lagi menjadi konsumen, menyusul perkembangan industri mobil listrik yang terus berkembang tentu membutuhkan perangkat chip dalam jumlah besar," ujarnya.

Joegianto, General Manager Business Development Specialist Polytron mengakui ingin mengorganisasi anak muda Indonesia bisa lebih power full di bidang pendidikannya, terutama dalam keahlian desain chip.

"Karena chip dibutuhkan oleh berbagai produk dan dibutuhkan di berbagai bidang, tentunya bina talenta ini merupakan investasi jangka panjang untuk 5-10 tahun ke depan. Indonesia tentu punya peluang mengembangkan chip sebagai ibu dari segala teknologi," ujarnya.

Perusahaan seperti Polytron, kata dia, tidak bisa serta merta mengembangkan usahanya di bidang produksi chip tanpa ada dukungan sumber daya manusia (SDM), karena saat ini talenta di industri semikonduktor masih terbatas. Sedangkan program pelatihan desain chip ini merupakan bagian untuk memperbanyak tenaga ahli.

"Kami juga berharap industri lain bisa melakukan hal serupa. Kita perlu keroyokan seluruh industri untuk belajar desain chip memanfaatkan populasi penduduk di Indonesia yang cukup besar," ujarnya.

Ia optimistis ketika satu persen penduduk di Tanah Air ahli di bidang desain chip, maka bersaing dengan Taiwan yang sudah lebih dahulu mengembangkan industri chip.

Ketua ICDeC, Tria Adiana menilai program pelatihan desain chip bagi mahasiswa ini merupakan langkah awal, namun secara bersamaan tidak hanya menyiapkan talenta, tetapi juga menyiapkan tempat kerjanya berupa industrinya di Indonesia.

"Hal ini juga sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai ekonomi baru di Tanah Air di masa akan datang, yakni industri semikonduktor," ujarnya.

Perguruan tinggi jika hanya sekadar menyelenggarakan pelatihan, kata dia, mampu, tetapi perlu keterlibatan industri, karena nantinya pemakainya juga mereka. Sehingga, perlu melibatkan industri lebih dini dalam kegiatan ini, sehingga sinkron, antara akademik yang dikembangkan di universitas dengan kebutuhan industri.

Terkait keberadaan ahli desain chip, kata dia, memang masih sporadis, namun hadirnya ICDeC yang mengintegrasikan 16 perguruan tinggi dengan keahlian berbeda dalam bidang semikonduktor, bisa menghimpun kekuatan untuk menghasilkan SDM unggul, sehingga lebih berdampak bagi Indonesia.



Baca juga: Jumlah pabrik rokok di Keresidenan Pati bertambah

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024