Semarang (ANTARA) - Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Warungasem, Kabupaten Batang, menjadi salah satu benteng pelestarian batik tulis khas daerah tersebut yang digagas para pemerhati, pewaris, dan pecinta budaya, salah satunya memasukkan batik sebagai bagian dalam pelajaran tata busana.
Kepala Sekolah SMKN 1 Warungasem Suyanta, dalam pernyataan di Batang, Sabtu, mengatakan program tata busana atau kini dikenal dengan Program Desain dan Produksi Busana mendapatkan bantuan pemerintah sejak tahun 2021 berupa gedung dan paket peralatan.
Kemudian, bantuan yang bersifat "soft program", yaitu pelatihan, guru tamu dan guru magang yang berlanjut hingga tahun 2022 dan 2023.
"Sekarang, alur produksi batik dilakukan dengan pendekatan teknologi, misalnya didukung beberapa komputer khusus untuk membuat pola desain secara digital, mesin printing, dan adanya 90 mesin jahit modern," katanya.
Perhatian pada batik tulis Batang makin kental manakala Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia memberikan bantuan dengan proyek Teaching Factory (TEFA).
Di Gedung TEFA, karya-karya batik yang hadir dari tangan-tangan generasi muda Batang dapat dilihat saat membuka pintu showroom, dilengkapi sebuah runaway (catwalk) dengan delapan lampu par, menjadi ajang penampilan siswi-siswi SMKN 1 Warungasem untuk menunjukkan karya-karya batik terbaik mereka.
Memadukan bantuan pemerintah dan juga Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia ini, kini ada 20 orang pelajar se-Kabupaten Batang yang terpilih untuk mendalami Batik Tulis Batang pada proyek TEFA.
Seorang pemerhati dan pejuang Batik Tulis Batang, yang juga Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI) William Kwan hadir secara berkala untuk memberikan pelatihan motif, pengenalan warna motif, pengenalan batik Bhinneka Tunggal Ika (memadukan Batik Tulis Batang dengan Batik Tulis Jambi), hingga model pembelajaran dalam industri pakaian.
"Intinya, di sekolah kami memperkenalkan batik secara umum, baik berupa batik print, cap, gabungan antara cap dan tulis, dan batik tulis," kata Erwan selaku Kepala Prorgam Desain Produksi Busana di SMKN 1 Warungasem.
Menurut dia, para siswa memang diarahkan menguasai kemampuan batik tulis karena semester depan diusulkan kurikulum baru, yakni mereka akan belajar langsung pada ibu asuh, yaitu pengrajin Batik Tulis Batang agar warisan budaya itu tidak punah.
"Jika di setiap angkatan ada 300-an anak didik yang belajar membatik, diharapkan ada beberapa di antara mereka yang tetap mempertahankan warisan ratusan tahun Batik Tulis Batang, termasuk Batik Rifaiyah yang unik," tambah Wakil Kepala Sekolah SMKN 1 Warungasem Bejo Sulasih.
Regenerasi pembatik tulis Batang yang sudah ada sejak tahun 1.600-an memang tengah terancam, termasuk Batik Tulis Batang Rifaiyah yang kini tinggal segelintir, sebagaimana disampaikan satu pengrajin Batik Batang Rifaiyah, Miftakhutin (47).
Utin, sapaan akrabnya mengaku saat ini hanya tersisa tiga pembatik tulis premium, dan hanya dua orang saja yang masih aktif karena usia mereka semakin sepuh sehingga diperkirakan 10 tahun lagi tidak ada penerusnya.
Pada 2012, ia mendirikan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tunas Cahaya untuk mengumpulkan pengrajin Batik Tulis Batang yang terbiasa bekerja sendiri-sendiri di rumah dan hasil karyanya diwariskan hanya kepada anak-anaknya saja, atau jika dijual pun dihargai dengan sangat murah.
"Pola ini membuat minat anak muda untuk membatik semakin turun. Karena untuk menghasilkan sebuah batik tulis premium dibutuhkan waktu hingga satu tahun bahkan lebih. Untuk batik tulis halus dibutuhkan waktu setidaknya enam bulan, batik tulis sedang antara 1-3 bulan, dan batik tulis biasa sekitar satu bulanan," katanya.
Sebelum pandemi COVID-19, KUB Tunas Cahaya sempat mempersatukan 20-an pembatik khas Batik Tulis Batang Rifaiyah, namun setelah pandemi hanya tersisa tujuh pembatik saja karena kebanyakan berpindah kerja di sektor lain.
Karena itulah, kini KUB Tunas Cahaya menetapkan harga Rp1,2 juta untuk batik tulis biasa, Rp2,5 juta untuk batik tulis sedang, Rp4 juta untuk batik tulis halusan, dan Rp5 jutaan lebih untuk batik tulis premium.
Kepala Sekolah SMKN 1 Warungasem Suyanta, dalam pernyataan di Batang, Sabtu, mengatakan program tata busana atau kini dikenal dengan Program Desain dan Produksi Busana mendapatkan bantuan pemerintah sejak tahun 2021 berupa gedung dan paket peralatan.
Kemudian, bantuan yang bersifat "soft program", yaitu pelatihan, guru tamu dan guru magang yang berlanjut hingga tahun 2022 dan 2023.
"Sekarang, alur produksi batik dilakukan dengan pendekatan teknologi, misalnya didukung beberapa komputer khusus untuk membuat pola desain secara digital, mesin printing, dan adanya 90 mesin jahit modern," katanya.
Perhatian pada batik tulis Batang makin kental manakala Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia memberikan bantuan dengan proyek Teaching Factory (TEFA).
Di Gedung TEFA, karya-karya batik yang hadir dari tangan-tangan generasi muda Batang dapat dilihat saat membuka pintu showroom, dilengkapi sebuah runaway (catwalk) dengan delapan lampu par, menjadi ajang penampilan siswi-siswi SMKN 1 Warungasem untuk menunjukkan karya-karya batik terbaik mereka.
Memadukan bantuan pemerintah dan juga Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia ini, kini ada 20 orang pelajar se-Kabupaten Batang yang terpilih untuk mendalami Batik Tulis Batang pada proyek TEFA.
Seorang pemerhati dan pejuang Batik Tulis Batang, yang juga Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI) William Kwan hadir secara berkala untuk memberikan pelatihan motif, pengenalan warna motif, pengenalan batik Bhinneka Tunggal Ika (memadukan Batik Tulis Batang dengan Batik Tulis Jambi), hingga model pembelajaran dalam industri pakaian.
"Intinya, di sekolah kami memperkenalkan batik secara umum, baik berupa batik print, cap, gabungan antara cap dan tulis, dan batik tulis," kata Erwan selaku Kepala Prorgam Desain Produksi Busana di SMKN 1 Warungasem.
Menurut dia, para siswa memang diarahkan menguasai kemampuan batik tulis karena semester depan diusulkan kurikulum baru, yakni mereka akan belajar langsung pada ibu asuh, yaitu pengrajin Batik Tulis Batang agar warisan budaya itu tidak punah.
"Jika di setiap angkatan ada 300-an anak didik yang belajar membatik, diharapkan ada beberapa di antara mereka yang tetap mempertahankan warisan ratusan tahun Batik Tulis Batang, termasuk Batik Rifaiyah yang unik," tambah Wakil Kepala Sekolah SMKN 1 Warungasem Bejo Sulasih.
Regenerasi pembatik tulis Batang yang sudah ada sejak tahun 1.600-an memang tengah terancam, termasuk Batik Tulis Batang Rifaiyah yang kini tinggal segelintir, sebagaimana disampaikan satu pengrajin Batik Batang Rifaiyah, Miftakhutin (47).
Utin, sapaan akrabnya mengaku saat ini hanya tersisa tiga pembatik tulis premium, dan hanya dua orang saja yang masih aktif karena usia mereka semakin sepuh sehingga diperkirakan 10 tahun lagi tidak ada penerusnya.
Pada 2012, ia mendirikan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tunas Cahaya untuk mengumpulkan pengrajin Batik Tulis Batang yang terbiasa bekerja sendiri-sendiri di rumah dan hasil karyanya diwariskan hanya kepada anak-anaknya saja, atau jika dijual pun dihargai dengan sangat murah.
"Pola ini membuat minat anak muda untuk membatik semakin turun. Karena untuk menghasilkan sebuah batik tulis premium dibutuhkan waktu hingga satu tahun bahkan lebih. Untuk batik tulis halus dibutuhkan waktu setidaknya enam bulan, batik tulis sedang antara 1-3 bulan, dan batik tulis biasa sekitar satu bulanan," katanya.
Sebelum pandemi COVID-19, KUB Tunas Cahaya sempat mempersatukan 20-an pembatik khas Batik Tulis Batang Rifaiyah, namun setelah pandemi hanya tersisa tujuh pembatik saja karena kebanyakan berpindah kerja di sektor lain.
Karena itulah, kini KUB Tunas Cahaya menetapkan harga Rp1,2 juta untuk batik tulis biasa, Rp2,5 juta untuk batik tulis sedang, Rp4 juta untuk batik tulis halusan, dan Rp5 jutaan lebih untuk batik tulis premium.