Semarang (ANTARA) - Perjalanan panjang Rizal Hadi dalam bermusik, lebih dari 15 tahun, membawanya berkelana ke berbagai negara. Sesuatu yang sebelumnya tak pernah dibayangkan oleh pria asal Jawa Barat yang kini menetap di Bali, sejak 11 tahun lalu itu.

Tidak hanya mengenalkan Indonesia sebagai negara yang kaya akan seni, Rizal juga menyampaikan ke dunia mengenai semangat untuk tetap menjaga kelestarian alam melalui musik.

Rizal adalah gitaris. Ia berpikir keras ingin menciptakan alat musik sejenis gitar, namun bahan bakunya tidak dari pohon alam. Sebagai orang Sunda, ia banyak mengenal alat musik yang terbuat dari bambu. Seperti angklung, suling, dan sebagainya.

Akhirnya setelah bereksperimen selama satu tahun lebih, ia berhasil menciptakan rasendriya. Ini adalah gabungan dari alat musik petik atau dawai, tiup, dan tabuh. Rasandriya terbuat dari bambu dengan panjang seperti gitar pada umumnya. Sama seperti gitar biasa, di bagian "kepala" rasandriya, dipasang peg heads, yang fungsinya untuk mengatur keregangan senar gitar.

"Tubuh" rasandriya terbuat dari tiga batang bambu yang panjangnya berbeda. Bambu bagian atas dan bawah, ukurannya lebih pendek dari batang bambu yang di tengah. Bambu yang di tengah menjadi tempat untuk senar gitar yang dibentangkan dari kepala (head) hingga ekor. Diameter bambu untuk bagian tubuh berkisar 10 centimeter.

Ujung ekor bambu bagian tengah, terhubung dengan bambu yang dipasang searah dengan bambu bagian atas. Bambu tambahan ini, berbelok ke atas yang fungsinya untuk menghasilkan suara ketika ditiup.

Rasendriya pun ada yang tidak menggunakan bambu tambahan untuk ditiup. Ada yang dapat digunakan seperti ketika memainkan kecapi yang dibaringkan untuk menghasilkan nada-nada yang indah.

Dalam satu bulan, ia biasanya memproduksi 8 - 10 unit rasendriya. Sebanyak 95 persen pesanan, berasal dari luar negeri. Ia melibatkan sejumlah warga untuk membuat rasendriya. "Satu buah biasanya butuh waktu satu minggu sampai 10 hari, karena ini masih buatan tangan," kata Rizal Hadi.


Bambu dan Indonesia

Meski di Indonesia sendiri namanya populer di kalangan terbatas, Rizal Hadi selalu membawa nama Indonesia ketika di luar negeri. Bambu dan Indonesia menjadi hal yang identik. Ia sendiri tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat berhasil melanglang buana dari bermusik.

Ia pernah diundang ke Rusia, India, Malaysia, Australia, serta beberapa negara di Eropa. Ia mencontohkan ketika tampil di India, beberapa tahun lalu di sebuah stadion penuh penonton yang sangat antusias dengan panggungnya yang sangat besar.

Atau ketika tampil di Rusia dengan musisi terkenal di negara tersebut. "Ini sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya," kata dia, di sela Rainforest World Music Festival (RWMF) 2024 di Sarawak Cultural Village di Kuching, Sarawak, Sabtu (29/6) sore.

Berkat kegigihannya menyuarakan pentingnya menjaga lingkungan dengan menggunakan alat musik yang tidak merusak alam, Rizal juga tampil menjadi pembicara di acara Rainforest Youth Summit 2024 di Kuching, rangkaian dari RWMF 2024. Ia berbicara di hadapan seribuan peserta dari berbagai negara mengenai upaya menjaga alam.

Salah satunya melalui alat musik yang ia gunakan, rasendriya. Ia menyatakan, untuk membuat satu buah gitar biasa, setidaknya membutuhkan 0,5 meter kubik kayu. Jika diasumsikan dalam satu tahun ada jutaan gitar yang diproduksi, artinya pohon yang ditebang juga semakin banyak. "Masa kita harus menebang pohon yang usianya ratusan tahun hanya untuk sebuah gitar, hanya untuk menghasilkan sesuatu yang menyenangkan," ujarnya, setengah bertanya.

Ia memilih bambu, karena, selain banyak terdapat di Indonesia, juga masuk dalam kategori rumput-rumputan, bukan pohon. Bambu juga tumbuh jauh lebih cepat dibanding pohon biasa.

Bersama sejumlah musisi, ia juga mempunyai agenda tahunan menyuarakan tentang ancaman perubahan dan krisis iklim, melalui pertunjukan musik serta peluncuran album kompilasi. Demi menggaet kalangan muda, ia membuat band baru bernama "Rhythm Rebels", yang mengusung dance music. Ia menggunakan bambu sebagai baham membuat alat musik yang lebih sesuai dengan warna musik Rhythm Rebels.


Peluang

Bamboo Global Market Report 2024, dalam sebuah artikel yang tayang di Antaranews.com, mencatat pasar bambu global mengalami lonjakan pesat dalam beberapa tahun terakhir, dan diperkirakan akan terus tumbuh.

Pasar bambu yang pada 2023 sebesar 70,59 miliar dolar AS (sekitar Rp1.132 triliun), menjadi 75,12 miliar dolar AS (Rp1.205 triliun) pada 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 6,4 persen.

Faktor-faktor pendorong pertumbuhan ini, antara lain meningkatnya kesadaran lingkungan, mitigasi perubahan iklim, keserbagunaan aplikasi, dan dukungan pemerintah.

Indonesia diberkati dengan kekayaan bambu. Menurut catatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dari 1.620 jenis bambu di dunia, 176 spesies atau 10 persen, di antaranya tumbuh di Tanah Air, dan dari jumlah itu, 105 jenis di antaranya merupakan tanaman endemik, yang berarti hanya dapat ditemukan di Indonesia.

Rizal Hadi tidak memungkiri jika ia punya mimpi rasendriya terus mendunia dan penggunanya semakin banyak. Pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 36 tahun, lalu itu segera menjelaskan bahwa mimpi itu boleh, meskipun dirinya hanya sebagai musisi, bukan pebisnis. Hal itu bukan tidak mungkin suatu saat dirinya akan belajar berbisnis.

Ia berpesan untuk anak-anak muda Indonesia bahwa mungkin saja mereka dapat membeli jam semewah apapun, tapi mereka tidak dapat membeli waktu. Bagi dia, anak muda harus menggunakan waktu sebaik mungkin.

Dia berharap, dari apa yang sudah dilakukan selama ini, dapat berperan kecil untuk ikut menjaga Bumi agar kembali indah. Dia juga bertekad akan terus berjuang, bukan untuk menjadi terkenal, tapi untuk anak cucu kita yang mewarisi Bumi ini.

Tentu saja untuk berjuang tidak dapat dilakukan sendirian. Harapannya, semakin banyak yang peduli, maka berjuang agar Bumi menjadi lebih baik akan lebih mungkin terwujud, salah satunya melalui musik. Musik menjadi media untuk menyatukan semua perbedaan.
 
 

Pewarta : Teguh Imam Wibowo
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024