Semarang (ANTARA) - Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri di Kecamatan Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, sukses mengembangkan budi daya pepaya organik dengan sistem pertanian terpadu.
Mujiono, salah satu anggota Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri Gunungpati, di Semarang, Selasa, mengatakan budi daya pepaya dilakukan di lahan seluas 3 hektare.
"Ada tiga jenis pepaya yang ditanam, yaitu pepaya Hawai, California, dan Thailand. Yang membedakan, kami 'full organik sampai pestisida, kami mandiri buat sendiri semua," katanya.
Hal tersebut disampaikannya di sela panen pepaya Hawai dan California di kebun milik Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri yang dihadiri Wali Kota Semarang dan pejabat dinas terkait.
Mujiono mengaku sudah memiliki "supplier" tersendiri dengan harga pepaya miliknya berada di atas harga rata-rata pepaya di pasaran.
Diakuinya, pertanian dengan konsep organik tersebut menjadi nilai tambah dalam pemasaran hasil panen pepaya itu.
Menurut dia, kelebihan pepaya organik adalah buahnya lebih manis dan lebih tahan lama sehingga untuk kesehatan pastinya juga lebih bagus.
"Dengan Bu Wali (Wali Kota Semarang, red.) ke sini, harapannya melihat langsung dan bisa dicontohkan kepada petani-petani lain," kata Mujiono.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengaku kagum
Perempuan yang akrab disapa Mbak Ita ini mengaku kagum dengan kemandirian kelompok tani tersebut, termasuk dalam memenuhi kebutuhan pupuk.
"Di sini semuanya terintegrasi dalam pertanian terpadu. Ada peternakan sapi dan kambing yang kotoran dan kencingnya dimanfaatkan untuk pupuk pertanian," kata Ita, sapaan akrabnya.
Berbeda dengan yang lain, kata dia, sistem pertaniannya sangat terintegrasi dan terpadu, termasuk pupuk yang digunakan hingga pestisidanya berasal dari bahan-bahan organik, seperti kotoran ternak dan sampah rumput sisa pakan ternak.
Tak hanya itu, lanjut dia, pepaya yang ditanam juga menggunakan konsep tumpang sari dengan sayur-sayuran. Bedanya, model tumpang sari dilakukan menggunakan pembatas plastik agar tanaman lain dan pepaya tidak berebut nutrisi.
Dalam distribusi hasil panen, ia mengatakan mereka juga sudah memiliki pasar tersendiri dan memiliki "offtaker" atau pemasok kebutuhan serta suplier besar untuk memasarkan pepaya hasil panen.
"Yang luar biasa lagi, penghasilan petani untuk lahan 1 hektare yang ditanami pepaya dan jenis tanaman lain, mencapai Rp450 juta selama tiga tahun usia pohon pepaya. Apalagi, 'offtaker'-nya sudah jelas," katanya.
Karena itu, Ita mengajak para petani dan kelompok tani lainnya di Kota Semarang mengimplementasikan sistem integrasi dan pertanian terpadu seperti yang digunakan Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri Gunungpati.
Baca juga: Bupati Purbalingga: Jalan usaha tani tingkatkan perekonomian petani
Mujiono, salah satu anggota Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri Gunungpati, di Semarang, Selasa, mengatakan budi daya pepaya dilakukan di lahan seluas 3 hektare.
"Ada tiga jenis pepaya yang ditanam, yaitu pepaya Hawai, California, dan Thailand. Yang membedakan, kami 'full organik sampai pestisida, kami mandiri buat sendiri semua," katanya.
Hal tersebut disampaikannya di sela panen pepaya Hawai dan California di kebun milik Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri yang dihadiri Wali Kota Semarang dan pejabat dinas terkait.
Mujiono mengaku sudah memiliki "supplier" tersendiri dengan harga pepaya miliknya berada di atas harga rata-rata pepaya di pasaran.
Diakuinya, pertanian dengan konsep organik tersebut menjadi nilai tambah dalam pemasaran hasil panen pepaya itu.
Menurut dia, kelebihan pepaya organik adalah buahnya lebih manis dan lebih tahan lama sehingga untuk kesehatan pastinya juga lebih bagus.
"Dengan Bu Wali (Wali Kota Semarang, red.) ke sini, harapannya melihat langsung dan bisa dicontohkan kepada petani-petani lain," kata Mujiono.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengaku kagum
Perempuan yang akrab disapa Mbak Ita ini mengaku kagum dengan kemandirian kelompok tani tersebut, termasuk dalam memenuhi kebutuhan pupuk.
"Di sini semuanya terintegrasi dalam pertanian terpadu. Ada peternakan sapi dan kambing yang kotoran dan kencingnya dimanfaatkan untuk pupuk pertanian," kata Ita, sapaan akrabnya.
Berbeda dengan yang lain, kata dia, sistem pertaniannya sangat terintegrasi dan terpadu, termasuk pupuk yang digunakan hingga pestisidanya berasal dari bahan-bahan organik, seperti kotoran ternak dan sampah rumput sisa pakan ternak.
Tak hanya itu, lanjut dia, pepaya yang ditanam juga menggunakan konsep tumpang sari dengan sayur-sayuran. Bedanya, model tumpang sari dilakukan menggunakan pembatas plastik agar tanaman lain dan pepaya tidak berebut nutrisi.
Dalam distribusi hasil panen, ia mengatakan mereka juga sudah memiliki pasar tersendiri dan memiliki "offtaker" atau pemasok kebutuhan serta suplier besar untuk memasarkan pepaya hasil panen.
"Yang luar biasa lagi, penghasilan petani untuk lahan 1 hektare yang ditanami pepaya dan jenis tanaman lain, mencapai Rp450 juta selama tiga tahun usia pohon pepaya. Apalagi, 'offtaker'-nya sudah jelas," katanya.
Karena itu, Ita mengajak para petani dan kelompok tani lainnya di Kota Semarang mengimplementasikan sistem integrasi dan pertanian terpadu seperti yang digunakan Kelompok Tani Muda Mandiri Kandri Gunungpati.
Baca juga: Bupati Purbalingga: Jalan usaha tani tingkatkan perekonomian petani