Semarang (ANTARA) - Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) telah menyiapkan kader menghadapi persoalan pemberian kental manis pada bayi di bawah lima tahun (balita) karena dapat menjadi ancaman kesehatan jika dikonsumsi oleh mereka.

"Kental manis kalau dikonsumsi orang dewasa dalam jumlah banyak saja bahaya karena kandungan gulanya yang tinggi, apalagi anak. Jangan berikan kental manis untuk anak karena dapat memicu banyak penyakit seperti obesitas, karies gigi, diabetes, memicu jantung tidak sehat dan yang terpenting membentuk pola makan kurang baik," kata Ahli gizi dari Unimus Purwanti Susanti, pada orientasi dan sosialisasi kader, di Semarang, Rabu.

Purwanti mengatakan kental manis memang bahan dasarnya susu, namun sudah lewat proses pengeringan, sehingga nilai gizi dalam susunya hilang. Parahnya, kental manis ditambah gula dengan porsi yang banyak dan jadinya kandungan gulanya menjadi tinggi.

Kabid Kesmas Dinkes Provinsi Jateng Yuni Rahayuningtyas mengatakan persoalan kesehatan yang terjadi saat ini banyak terjadi karena pola asuh yang salah dari orang tua, hal ini karena kurangnya pengetahuan gizi dan salah satu contoh adalah pemberian kental manis pada balita sebagai minuman susu.

Ia menjelaskan kandungan gizi kental manis itu tidak sama dengan susu dan jika ingin dikonsumsi, maka kental manis bukan untuk balita dan  jika ingin dikonsumsi orang dewasa maka hanya boleh dikonsumsi sebagai topping dan harus dibatasi jumlah konsumsinya.

Ekorini Listiowati, selaku Koord Div Pemberdayaan Masyarakat Majelis Kesehatan PP Aisyiyah menekankan bahwa kader-kader Aisyiyah harus siap untuk ikut andil dengan turun tangan langsung dari tingkat pusat, wilayah, cabang hingga ranting dalam pengentasan masalah stunting khususnya edukasi kental manis bukan susu di masyarakat.  

"Kader-kader Aisyiyah ini kan tersebar dari pusat hingga ranting ya, jadi kita harus siap untuk menjadi agent of change dalam pengentasan stunting dan edukasi kental manis bukan susu ini," kata Ekorini.

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024