Purwokerto (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan KP) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, meminta petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) untuk memantau kondisi pertanian di wilayah masing-masing sebagai antisipasi dampak kekeringan pada musim kemarau.

Kepala Dinpertan KP Kabupaten Banyumas Jaka Budi Santosa di Purwokerto, Banyumas, Selasa sore, mengatakan hal itu perlu dilakukan seiring dengan adanya ancaman El Nino yang berdampak terhadap penurunan curah hujan di Indonesia pada musim kemarau tahun 2023.

"Saya meminta kepada teman-teman PPL untuk terjun ke lapangan guna melihat kondisi lapangan serta melakukan edukasi dan gerakan bersama petani serta komponen yang ada di desa/kelurahan untuk menggerakkan pompanisasi bagi lahan sawah yang berpotensi puso atau gagal panen akibat kekeringan," tegasnya.

Selain itu, kata dia, PPL juga diminta untuk melakukan edukasi terkait dengan irigasi berselang (intermittent irrigation) sebagai upaya penghematan penggunaan air melalui pengaturan kondisi air di lahan terutama di daerah-daerah yang irigasinya lancar atau dekat dengan mata air seperti Kecamatan Baturraden, Sumbang, Kedungbanteng, Pekuncen, dan Cilongok.

Menurut dia, hal itu bisa menghemat penggunaan air di daerah atas atau lereng selatan Gunung Slamet, sehingga airnya bisa digunakan untuk irigasi di wilayah bawah.

"Petani di wilayah yang sering terdampak kekeringan seperti Kecamatan Kemranjen, Sumpiuh, dan Tambak diimbau untuk melakukan pola atau sistem 'methuk' (menyiapkan bibit yang siap tanam di saat tanaman pertama sudah panen, red.)," jelasnya.

Lebih lanjut, Jaka mengatakan juga telah menyiapkan surat edaran terkait antisipasi kekeringan dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) guna surat edaran Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 577.1/19317 tanggal 4 April 2023 perihal Prakiraan Hujan Bulan April, Mei, dan Juni 2023 serta OPT.

Dalam surat edaran tersebut, kata dia, pihaknya merekomendasikan untuk melakukan identifikasi dan langkah antisipasi saat memasuki puncak musim kemarau pada daerah yang lebih kering dari normalnya, yang berpotensi meningkatkan potensi resiko terhadap kekeringan dan kekurangan air.

"Berdasarkan prakiraan cuaca yang dikeluarkan BMKG, puncak musim kemarau di Banyumas akan berlangsung pada bulan Agustus," katanya.

Menurut dia, rekomendasi lainnya berupa optimalisasi penampungan air pada sisa musim hujan untuk memenuhi danau, embung, dan kolam retensi.

Sebagai upaya untuk menekan penurunan produksi hasil panen pada lahan sawah, kata dia, pengelolaan air bagi kebutuhan pertanian harus dilakukan lebih hemat serta menggunakan varietas genjah dan toleran terhadap kekeringan.

"Optimalkan bantuan sarana penanganan dampak perubahan iklim seperti pompa, sumur, pipanisasi, dan embung. Sementara bagi petani yang berlokasi di daerah rawan bencana alam (termasuk kekeringan) diimbau untuk mengikuti Asuransi Usaha Tani Padi," tegasnya.

Ia mengatakan serangan OPT pada tanaman padi yang perlu diwaspadai berupa tikus, wereng batang cokelat, hama putih palsu, dan penyakit kresek, sedangkan pada tanaman durian berupa penyakit hawar daun.

Oleh karena itu, petani perlu menerapkan pengendalian OPT secara pre-emtif berupa melakukan perlindungan tanaman sejak pengolahan lahan, perlakuan benih, serta penggunaan pupuk organik dengan menggunakan agen hayati, pupuk hayati, dan musuh alami.

"Tingkatkan kerja sama dengan petugas pengendali OPT untuk mengawal pertanaman secara intensif dengan melakukan pengamatan dan antisipasi dini terhadap perkembangan dan serangan OPT terutama pada daerah endemis serangan OPT," katanya. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024