Jakarta (ANTARA) - Otoritas sepak bola Eropa, UEFA, menggandeng badan penegak hukum Uni Eropa, Europol, untuk menjalin kerja sama memerangi korupsi dan bayang-bayang pengaturan skor di sepak bola, demikian diumumkan kedua organisasi itu pada Selasa.
Sejumlah perwakilan dari penegak hukum, otoritas yudisial dan asosiasi sepak bola nasional dari 49 negara menghadiri konferensi bersama di Den Haag, Belanda, pada Selasa untuk membicarakan rencana melindungi integritas sepak bola.
"Sindikat kejahatan terorganisir dengan cepat memahami peluang atas situasi banyaknya klub sepak bola yang menderita kerugian finansial akibat pandemi COVID-19," kata Kepala Pusat Kejahatan Keuangan dan Ekonomi Eropa (EFECC) Burkhard Muehl dalam konferensi tersebut seperti dilansir Reuters, Selasa.
"Dan semakin sedikit uang yang tersedia maka para pemain, pelatih, wasit, bahkan staf ofisial klub akan semakin rawan terjerembab dalam siasat pengaturan skor," ujarnya menambahkan.
Studi UEFA yang dirilis awal tahun ini melaporkan bahwa pandemi COVID-19 menimbulkan kerugian hingga tujuh miliar euro (sekira Rp107,59 triliun) dalam dua tahun terakhir, utamanya karena penonton tak boleh hadir di stadion dan turunnya pendapatan dari aktivitas transfer.
Sejumlah pakar dari EFECC bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di seluruh Uni Eropa untuk menyelidiki antara laga-laga elit dengan para tersangka.
"Keuntungan besar diperoleh dengan membuat yang tidak dapat diprediksi jadi bisa ditebak. Kasus pengaturan skor dan hasil yang mencurigakan menggunung," kata Muehl.
"Kerja sama antara penegak hukum dan organisasi olahraga teramat penting guna mengidentifikasi dan menyelidiki kasus-kasus mencurigakan dalam sepak bola," pungkasnya.
Sejumlah perwakilan dari penegak hukum, otoritas yudisial dan asosiasi sepak bola nasional dari 49 negara menghadiri konferensi bersama di Den Haag, Belanda, pada Selasa untuk membicarakan rencana melindungi integritas sepak bola.
"Sindikat kejahatan terorganisir dengan cepat memahami peluang atas situasi banyaknya klub sepak bola yang menderita kerugian finansial akibat pandemi COVID-19," kata Kepala Pusat Kejahatan Keuangan dan Ekonomi Eropa (EFECC) Burkhard Muehl dalam konferensi tersebut seperti dilansir Reuters, Selasa.
"Dan semakin sedikit uang yang tersedia maka para pemain, pelatih, wasit, bahkan staf ofisial klub akan semakin rawan terjerembab dalam siasat pengaturan skor," ujarnya menambahkan.
Studi UEFA yang dirilis awal tahun ini melaporkan bahwa pandemi COVID-19 menimbulkan kerugian hingga tujuh miliar euro (sekira Rp107,59 triliun) dalam dua tahun terakhir, utamanya karena penonton tak boleh hadir di stadion dan turunnya pendapatan dari aktivitas transfer.
Sejumlah pakar dari EFECC bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di seluruh Uni Eropa untuk menyelidiki antara laga-laga elit dengan para tersangka.
"Keuntungan besar diperoleh dengan membuat yang tidak dapat diprediksi jadi bisa ditebak. Kasus pengaturan skor dan hasil yang mencurigakan menggunung," kata Muehl.
"Kerja sama antara penegak hukum dan organisasi olahraga teramat penting guna mengidentifikasi dan menyelidiki kasus-kasus mencurigakan dalam sepak bola," pungkasnya.