Bandung (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N. Mulyana, mengatakan tuntutan hukuman mati bagi terdakwa asusila Herry Wirawan menjadi peringatan bagi pelaku asusila lain.
"Tuntutan hukuman mati sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku, atau kepada pihak-pihak lain yang akan melakukan kejahatannya," kata dia, di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa.
Menurut dia aksi Wirawan itu merupakan kejahatan yang sangat serius. Pasalnya dampak yang ditimbulkan itu, menurut dia, cukup luar biasa.
"Kekerasan seksual ini dilakukan kepada anak-anak didik, anak perempuan asuhnya, yang berada dalam kondisi tak berdaya, karena dalam kedudukan pelaku selaku pendiri, pengasuh, pemilik pondok pesantren," katanya.
Selain hukuman mati, Wirawan pun dituntut untuk dihukum kebiri kimia hingga perampasan aset kekayaan untuk membiayai kehidupan korban dan anak-anak yang dilahirkan.
Jaksa pun meminta kepada majelis hakim agar identitas Wirawan pun disebarkan sebagai pelaku asusila terhadap para perempuan santri remaja.
"Kami simpulkan bahwa perbuatan terdakwa ini sebagai kejahatan yang sangat serius," katanya.
Wirawan dituntut bersalah sesuai pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) jo pasal 76D UU Nomor 17/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Ia didakwa telah melakukan tindakan asusila kepada 13 orang perempuan santri remaja. Aksi tidak terpujinya itu menyebabkan sebab yang beraneka dan sangat serius, mulai dari korban hamil hingga melahirkan.
Kejahatan seksual Wirawan itu terjadi pada antara 2016 hingga 2021 di sejumlah tempat mulai dari pondok pesantren hingga penginapan, di antaranya hotel dan apartemen.
"Tuntutan hukuman mati sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku, atau kepada pihak-pihak lain yang akan melakukan kejahatannya," kata dia, di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa.
Menurut dia aksi Wirawan itu merupakan kejahatan yang sangat serius. Pasalnya dampak yang ditimbulkan itu, menurut dia, cukup luar biasa.
"Kekerasan seksual ini dilakukan kepada anak-anak didik, anak perempuan asuhnya, yang berada dalam kondisi tak berdaya, karena dalam kedudukan pelaku selaku pendiri, pengasuh, pemilik pondok pesantren," katanya.
Selain hukuman mati, Wirawan pun dituntut untuk dihukum kebiri kimia hingga perampasan aset kekayaan untuk membiayai kehidupan korban dan anak-anak yang dilahirkan.
Jaksa pun meminta kepada majelis hakim agar identitas Wirawan pun disebarkan sebagai pelaku asusila terhadap para perempuan santri remaja.
"Kami simpulkan bahwa perbuatan terdakwa ini sebagai kejahatan yang sangat serius," katanya.
Wirawan dituntut bersalah sesuai pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) jo pasal 76D UU Nomor 17/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Ia didakwa telah melakukan tindakan asusila kepada 13 orang perempuan santri remaja. Aksi tidak terpujinya itu menyebabkan sebab yang beraneka dan sangat serius, mulai dari korban hamil hingga melahirkan.
Kejahatan seksual Wirawan itu terjadi pada antara 2016 hingga 2021 di sejumlah tempat mulai dari pondok pesantren hingga penginapan, di antaranya hotel dan apartemen.