Cilacap, Jateng (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mengimbau warga setempat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi seiring dengan peningkatan curah hujan dalam beberapa waktu terakhir.
"Waspada di musim hujan. Bulan November ini (curah hujannya) belum seberapa dan diperkirakan bulan Desember merupakan puncak musim hujan," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Wijonardi di Majenang, Kabupaten Cilacap, Jumat.
Kendati masih dalam kategori awal musim hujan, dia mengatakan peningkatan curah hujan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir telah berdampak terhadap terjadinya bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah Cilacap seperti Kecamatan Wanareja dan Dayeuhluhur.
Baca juga: Yuk perkuat sinergi penanganan bencana
Selain itu, aliran Sungai Ciherang, Desa Limbangan, Kecamatan Wanareja, juga dilaporkan tertutup material longsoran yang dikhawatirkan dapat memicu terjadinya banjir bandang hingga ke perkampungan jika curah hujan terus meningkat.
Terkait dengan penanganan material longsoran di Sungai Ciherang, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPBD Wilayah Majenang Edi Sapto Prihono mengatakan saat sekarang, seluruh alat berat masih dikonsentrasikan untuk menangani sejumlah titik longsor di Desa Limbangan dan normalisasi Sungai Cigeugeumuh yang juga berada di desa tersebut.
"Alat berat dari PUPR dan BBWS Citanduy masih digunakan di titik longsor lainnya termasuk untuk normalisasi Sungai Cigeugeumuh. Nanti kalau sudah ada yang tidak dipakai, akan diarahkan ke sana (Sungai Ciherang, red.)," katanya menjelaskan.
Menurut dia, material longsoran yang masuk ke Sungai Ciherang berasal dari titik longsor di kawasan Curug Bandung dan saat ini dimensinya sudah mencapai kisaran 150x100 meter.
Ia mengatakan di Desa Ciherang juga terdapat tiga titik longsor, yakni di ruas jalan kabupaten, ruas jalan desa, dan permukiman penduduk.
"Kejadiannya bersamaan dengan banjir yang terjadi pada tanggal 27 Oktober 2021," katanya.
Selain di Wanareja, kata dia, hujan lebat yang terjadi dalam beberapa hari terakhir juga mengakibatkan bencana longsor di Desa Matenggeng, Kecamatan Dayeuhluhur, dan tanah bergerak di Dusun Cilulu, Desa Dayeuhluhur, Kecamatan Dayeuhluhur.
Ia mengatakan bencana tanah bergerak di Dusun Cilulu RT 01 dan RT 03 RW 12 telah berdampak terhadap 42 rumah warga, lima rumah di antaranya rusak berat, delapan rumah rusak sedang, dan empat rumah rusak ringan.
"Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Warga mengungsi ke tempat aman dengan menumpang di rumah kerabat," kata Sapto.
Saat dihubungi melalui saluran telepon, Camat Dayeuhluhur Aji Pramono mengatakan hingga saat ini gerakan tanah di Dusun Cilulu masih terus terjadi meskipun pergerakannya lambat.
"Jumlah warga yang masih mengungsi hingga saat ini lebih kurang sembilan jiwa dari empat keluarga," katanya.
Ia mengatakan kejadian tanah bergerak di Kecamatan Dayeuhluhur merupakan kali kedua setelah peristiwa serupa yang terjadi pada tahun 2003 dan telah dilakukan kajian geologi. Berdasarkan hasil kajian geologi, pergerakan tanah di wilayah itu diprediksi akan kembali terjadi 20 tahun kemudian.
Baca juga: BPBD Jateng: Ilmu "titen" relevan minimalisasi risiko bencana
Baca juga: Forkompimda Pekalongan siap siaga hadapi bencana
"Waspada di musim hujan. Bulan November ini (curah hujannya) belum seberapa dan diperkirakan bulan Desember merupakan puncak musim hujan," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Wijonardi di Majenang, Kabupaten Cilacap, Jumat.
Kendati masih dalam kategori awal musim hujan, dia mengatakan peningkatan curah hujan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir telah berdampak terhadap terjadinya bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah Cilacap seperti Kecamatan Wanareja dan Dayeuhluhur.
Baca juga: Yuk perkuat sinergi penanganan bencana
Selain itu, aliran Sungai Ciherang, Desa Limbangan, Kecamatan Wanareja, juga dilaporkan tertutup material longsoran yang dikhawatirkan dapat memicu terjadinya banjir bandang hingga ke perkampungan jika curah hujan terus meningkat.
Terkait dengan penanganan material longsoran di Sungai Ciherang, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPBD Wilayah Majenang Edi Sapto Prihono mengatakan saat sekarang, seluruh alat berat masih dikonsentrasikan untuk menangani sejumlah titik longsor di Desa Limbangan dan normalisasi Sungai Cigeugeumuh yang juga berada di desa tersebut.
"Alat berat dari PUPR dan BBWS Citanduy masih digunakan di titik longsor lainnya termasuk untuk normalisasi Sungai Cigeugeumuh. Nanti kalau sudah ada yang tidak dipakai, akan diarahkan ke sana (Sungai Ciherang, red.)," katanya menjelaskan.
Menurut dia, material longsoran yang masuk ke Sungai Ciherang berasal dari titik longsor di kawasan Curug Bandung dan saat ini dimensinya sudah mencapai kisaran 150x100 meter.
Ia mengatakan di Desa Ciherang juga terdapat tiga titik longsor, yakni di ruas jalan kabupaten, ruas jalan desa, dan permukiman penduduk.
"Kejadiannya bersamaan dengan banjir yang terjadi pada tanggal 27 Oktober 2021," katanya.
Selain di Wanareja, kata dia, hujan lebat yang terjadi dalam beberapa hari terakhir juga mengakibatkan bencana longsor di Desa Matenggeng, Kecamatan Dayeuhluhur, dan tanah bergerak di Dusun Cilulu, Desa Dayeuhluhur, Kecamatan Dayeuhluhur.
Ia mengatakan bencana tanah bergerak di Dusun Cilulu RT 01 dan RT 03 RW 12 telah berdampak terhadap 42 rumah warga, lima rumah di antaranya rusak berat, delapan rumah rusak sedang, dan empat rumah rusak ringan.
"Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Warga mengungsi ke tempat aman dengan menumpang di rumah kerabat," kata Sapto.
Saat dihubungi melalui saluran telepon, Camat Dayeuhluhur Aji Pramono mengatakan hingga saat ini gerakan tanah di Dusun Cilulu masih terus terjadi meskipun pergerakannya lambat.
"Jumlah warga yang masih mengungsi hingga saat ini lebih kurang sembilan jiwa dari empat keluarga," katanya.
Ia mengatakan kejadian tanah bergerak di Kecamatan Dayeuhluhur merupakan kali kedua setelah peristiwa serupa yang terjadi pada tahun 2003 dan telah dilakukan kajian geologi. Berdasarkan hasil kajian geologi, pergerakan tanah di wilayah itu diprediksi akan kembali terjadi 20 tahun kemudian.
Baca juga: BPBD Jateng: Ilmu "titen" relevan minimalisasi risiko bencana
Baca juga: Forkompimda Pekalongan siap siaga hadapi bencana