Purwokerto (ANTARA) - Kenaikan harga komoditas minyak goreng mendorong terjadinya inflasi pada bulan Agustus 2021 di Purwokerto dan Cilacap, kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto Samsun Hadi.

"Pada bulan Agustus 2021, Purwokerto dan Cilacap kembali mengalami inflasi, masing-masing sebesar 0,12 persen dan 0,06 persen. Bahkan, inflasi tersebut lebih tinggi dari Jawa Tengah yang mengalami deflasi 0,01 persen dan inflasi nasional yang sebesar 0,03 persen," katanya dalam keterangannya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.

Ia mengatakan inflasi di Purwokerto maupun Cilacap didorong oleh meningkatnya harga komoditas minyak goreng seiring dengan tren kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) dunia yang menyebabkan harga minyak goreng di dalam negeri turut mengalami kenaikan.

Baca juga: Komoditas pokok hingga biaya sekolah picu inflasi di Kota Solo
Baca juga: BI antisipasi lonjakan inflasi pascapelonggaran PPKM

Selain itu, inflasi juga didorong oleh peningkatan harga rokok kretek filter seiring dengan penyesuaian bertahap yang dilakukan oleh produsen terhadap kenaikan cukai.

"Inflasi di Purwokerto terutama bersumber dari peningkatan harga pada kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil sebesar 0,06 persen serta diikuti oleh kelompok Transportasi," katanya.

Jika dilihat dari komoditasnya, kata dia, penyumbang inflasi terbesar pada periode Agustus 2021 adalah komoditas minyak goreng (0,13 persen), rokok kretek filter (0,07 persen), pemeliharaan/servis (0,03 persen), buah naga (0,02 persen), dan pepaya (0,02 persen).

Di sisi lain, tekanan inflasi yang lebih tertinggi tertahan oleh deflasi pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya yang memberikan andil sebesar minus 0,02 persen.

"Pada periode laporan, komoditas cabai rawit (minus 0,09 persen), cabai merah (minus 0,04 persen), daging ayam ras (minus 0,04 persen), kacang panjang (minus 0,02 persen), dan emas perhiasan (minus 0,02 persen) menjadi komoditas yang memberikan andil penurunan harga terbesar," katanya.

Secara tahunan, kata dia, Purwokerto tercatat mengalami inflasi sebesar 1,57 persen atau cenderung lebih rendah dibandingkan rata-rata historis inflasi bulan Agustus dalam dua tahun terakhir (2019 hingga 2020) yang sebesar 1,95 persen.

Terkait dengan inflasi di Cilacap, Samsun mengatakan utamanya bersumber dari peningkatan harga kelompok Pendidikan yang memberikan andil sebesar 0,04 persen dan kelompok komoditas Pakaian dan Alas Kaki dengan andil 0,01 persen.

"Adapun komoditas yang menjadi penyumbang inflasi tertinggi adalah minyak goreng (0,05 persen), telur ayam ras (0,03 persen), tomat (0,02 persen), biaya sekolah menengah atas (0,02 persen), dan rokok kretek filter (0,02 persen)," katanya.

Di sisi lain, kata dia, kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau menjadi kelompok yang menahan inflasi lebih tinggi dengan andil minus 0,01 persen.

Menurut dia, penurunan harga terutama disumbangkan oleh komoditas cabai rawit (minus 0,06 persen), daging ayam ras (minus 0,03 persen), bawang merah (minus 0,03 persen), emas perhiasan (minus 0,02 persen), dan terong (minus 0,02 persen).

"Secara tahunan, Cilacap tercatat mengalami inflasi sebesar 1,41 persen. Capaian inflasi tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan rata-rata historis inflasi bulan Agustus dalam dua tahun terakhir (2019 hingga 2020) yang sebesar 1,54 persen," katanya.

Ia mengatakan inflasi di Purwokerto dan Cilacap masih berada di bawah rentang sasaran inflasi 2021 sebesar 3 persen plus minus 1 persen.

Lebih lanjut, Samsun mengingatkan risiko risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian inflasi ke depan, antara lain perkembangan permintaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga yang terganggu serta berbagai upaya pemulihan ekonomi nasional termasuk bantuan pemerintah untuk para pelaku usaha.

Menurut dia, potensi perubahan cuaca dan iklim yang mempengaruhi produksi juga dapat berdampak pada terjadinya fluktuasi harga beberapa komoditas hortikultura.

"Peningkatan harga komoditas yang ditentukan oleh pemerintah seperti cukai rokok diperkirakan turut andil sebagai penyumbang inflasi," katanya.

Di sisi lain, kata dia, beberapa hal yang berpotensi menahan laju inflasi di antaranya masih terbatasnya konsumsi dan daya beli masyarakat akibat pandemi COVID-19 yang masih berlanjut serta pasokan bahan pangan utama yang diperkirakan terkendali. 

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024