Pati (ANTARA) - Kapolda Jawa Tengah (Jateng) Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkapkan bahwa kasus penyebaran selebaran bernada provokatif di Kabupaten Blora sudah diselesaikan, dan dari 24 warga yang diduga terlibat tidak ada aktor intelektualnya.
"Dari 24 warga yang diamankan, semuanya sudah mengakui kesalahannya dan sudah diberikan pengertian. Bahkan semuanya sudah menyadari dan berubah menjadi dutanya Polres Blora untuk kegiatan protokol kesehatan," ujar Kapolda Jateng, ketika dimintai tanggapannya atas kasus Blora di sela peresmian kampung tangguh bersih narkoba, di Pati, Kamis.
Kapolda menegaskan bahwa pihaknya tidak bangga menghukum masyarakat, tetapi semua untuk kebaikan masyarakat sendiri.
Menurut dia, kasus tersebut harus menjadi pembelajaran yang sangat berharga, sedangkan masyarakat diminta tidak mudah mempercayai berita bohong atau hoaks, apalagi membuat berita-berita yang menyengsarakan.
"Masyarakat kita sudah susah penanganan COVID-19, sehingga tidak perlu membuat sensasi atau dengan sengaja membuat berita semacam itu," ujarnya.
Berdasarkan keterangan dari polres setempat, disebutkan bahwa 24 pelaku diamankan dari tiga lokasi di Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora pada Selasa (10/8).
Mereka dianggap memiliki pemahaman yang salah. Karena awalnya secara spontan berkumpul di rumah salah seorang warga bernama Samijo yang memiliki nama kecil Suro Sentiko Samin, seorang dukun desa setempat.
Kemudian muncul ide secara spontan dan ditulis dalam bahasa jawa oleh Rohmat warga Desa Galuk, Kecamatan Kedung Tuban. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa semua aset negara adalah milik nenek moyang, dan akan diminta kembali dengan cara melakukan penjarahan.
Puluhan warga mulai melakukan aksinya pada Senin (9/8), dengan memperbanyak tulisan tangan sebanyak 1.500 lembar, kemudian disebar di delapan Kecamatan di Kabupaten Blora. Polres Blora yang mendapatkan laporan tersebut, lantas bergerak melakukan penyelidikan sehingga Selasa (10/8) mengamankan 24 pelaku penyebar selebaran tersebut.
Setelah dilakukan penyelidikan dan koordinasi dengan forkompimda semua pelaku akhirnya dilepaskan, dengan syarat membuat pernyataan minta maaf kepada Pemerintah dan publik yang diwakili oleh Samijo dan Rohmat.
"Dari 24 warga yang diamankan, semuanya sudah mengakui kesalahannya dan sudah diberikan pengertian. Bahkan semuanya sudah menyadari dan berubah menjadi dutanya Polres Blora untuk kegiatan protokol kesehatan," ujar Kapolda Jateng, ketika dimintai tanggapannya atas kasus Blora di sela peresmian kampung tangguh bersih narkoba, di Pati, Kamis.
Kapolda menegaskan bahwa pihaknya tidak bangga menghukum masyarakat, tetapi semua untuk kebaikan masyarakat sendiri.
Menurut dia, kasus tersebut harus menjadi pembelajaran yang sangat berharga, sedangkan masyarakat diminta tidak mudah mempercayai berita bohong atau hoaks, apalagi membuat berita-berita yang menyengsarakan.
"Masyarakat kita sudah susah penanganan COVID-19, sehingga tidak perlu membuat sensasi atau dengan sengaja membuat berita semacam itu," ujarnya.
Berdasarkan keterangan dari polres setempat, disebutkan bahwa 24 pelaku diamankan dari tiga lokasi di Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora pada Selasa (10/8).
Mereka dianggap memiliki pemahaman yang salah. Karena awalnya secara spontan berkumpul di rumah salah seorang warga bernama Samijo yang memiliki nama kecil Suro Sentiko Samin, seorang dukun desa setempat.
Kemudian muncul ide secara spontan dan ditulis dalam bahasa jawa oleh Rohmat warga Desa Galuk, Kecamatan Kedung Tuban. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa semua aset negara adalah milik nenek moyang, dan akan diminta kembali dengan cara melakukan penjarahan.
Puluhan warga mulai melakukan aksinya pada Senin (9/8), dengan memperbanyak tulisan tangan sebanyak 1.500 lembar, kemudian disebar di delapan Kecamatan di Kabupaten Blora. Polres Blora yang mendapatkan laporan tersebut, lantas bergerak melakukan penyelidikan sehingga Selasa (10/8) mengamankan 24 pelaku penyebar selebaran tersebut.
Setelah dilakukan penyelidikan dan koordinasi dengan forkompimda semua pelaku akhirnya dilepaskan, dengan syarat membuat pernyataan minta maaf kepada Pemerintah dan publik yang diwakili oleh Samijo dan Rohmat.