Temanggung (ANTARA) - Tim Reaksi Cepat Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terus melakukan pemantauan ketat protokol kesehatan setiap penyelenggaraan hajatan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Kabupaten Temanggung Edy Cahyadi di Temanggung, Rabu, mengatakan sejak pembentukan tim tersebut pada pekan lalu di luar hari Sabtu/Minggu, rata-rata setiap hari memantau prokes di empat sampai lima hajatan. Pada hari Sabtu/Minggu sebanyak tujuh sampai delapan hajatan.
Ia mengatakan bahwa Temanggung kini masuk zona oranye namun dikelilingi zona merah, kecuali di perbatasan dengan Kabupaten Wonosobo.
"Kami memandang perlu pembentukan tim reaksi cepat ini untuk menanggulangi agar daerah ini tidak jadi zona merah," katanya.
Saat masih zona oranye, kata dia, memang tidak dilarang untuk penyelenggaraan kegiatan seperti hajatan. Namun, harus dengan prokes yang ketat dan memerlukan izin dari Satgas COVID-19.
Kegiatan hajatan dengan undangan hingga 500 orang harus izin kepala desa atau lurah, undangan 500-1.000 orang izin camat, dan undangan lebih dari 1.000 orang izin ke satgas kabupaten.
Edy mengatakan bahwa Satpol PP membentuk tim reaksi cepat untuk penanganan protokol kesehatan di tempat-tempat hajatan maupun keramaian di tengah masyarakat seperti pengajian.
Baca juga: Tekan penyebaran COVID-19, Temanggung bentuk Tim Reaksi Cepat Prokes Hajatan
Ia menjelaskan bahwa tim reaksi cepat ini bertugas mengunjungi orang yang akan melaksanakan hajatan.
"Pada H-1 atau H-2 sebelum hajatan, tim akan mengunjungi untuk mengecek kesiapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan hajatan tersebut. Kami akan memantau langsung saat hajatan," katanya.
Ia menyebutkan ada 14 item indikator prokes yang harus dipenuhi di tempat hajatan. Apabila nanti ditemukan ada ketidaklengkapan atau setidaknya dari 14 poin itu ada 4 unsur yang tidak dipenuhi, tim akan menghentikan hajatan tersebut.
"Kami akan mendatangi seluruh hajatan di daerah ini dan akan melakukan asistensi serta evaluasi di lapangan. Kami bisa menghentikan bila tidak memenuhi standar prokes," katanya menegaskan.
Baca juga: TNI/Polri dipersilakan bubarkan hajatan selama PPKM di Banyumas
Sebanyak 14 poin yang harus dipenuhi dalam prokes hajatan, antara lain ada penjaga tamu/orang masuk untuk mengecek suhu, ada pintu masuk dan keluar, ada unit tugas pencegahan COVID-19, menyediakan handsanitizer/tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup, ada petugas yang cukup di setiap pintu masuk dan keluar.
Selain itu, ada media informasi protokol kesehatan, penataan kursi dengan jarak antarkursi 1 meter, pengunjung memakai masker, pemeriksaan suhu tubuh, jaga jarak pengunjung, penyajian makanan, kesesuaian jumlah undangan dengan proposal perizinan, serta penyemprotan disinfektan sebelum dan sesudah hajatan.
"Kami juga meminta makanan disediakan dalam dos, jadi semaksimal mungkin tamu berada di tempat hajatan tidak terlalu lama. Maka, dos bisa dibawa pulang, tidak dimakan di situ," katanya.
Menurut dia, pelanggaran yang sering terjadi dalam hajatan, makanan belum dikemas dalam dos tetapi masih prasmanan. Namun, mereka harus menerapkan standar prokes untuk mencegah penularan COVID-19, yakni makanan diambilkan oleh pihak panitia atau petugas.
Baca juga: Klaster baru hajatan di Boyolali, 30 orang positif COVID-19
Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Kabupaten Temanggung Edy Cahyadi di Temanggung, Rabu, mengatakan sejak pembentukan tim tersebut pada pekan lalu di luar hari Sabtu/Minggu, rata-rata setiap hari memantau prokes di empat sampai lima hajatan. Pada hari Sabtu/Minggu sebanyak tujuh sampai delapan hajatan.
Ia mengatakan bahwa Temanggung kini masuk zona oranye namun dikelilingi zona merah, kecuali di perbatasan dengan Kabupaten Wonosobo.
"Kami memandang perlu pembentukan tim reaksi cepat ini untuk menanggulangi agar daerah ini tidak jadi zona merah," katanya.
Saat masih zona oranye, kata dia, memang tidak dilarang untuk penyelenggaraan kegiatan seperti hajatan. Namun, harus dengan prokes yang ketat dan memerlukan izin dari Satgas COVID-19.
Kegiatan hajatan dengan undangan hingga 500 orang harus izin kepala desa atau lurah, undangan 500-1.000 orang izin camat, dan undangan lebih dari 1.000 orang izin ke satgas kabupaten.
Edy mengatakan bahwa Satpol PP membentuk tim reaksi cepat untuk penanganan protokol kesehatan di tempat-tempat hajatan maupun keramaian di tengah masyarakat seperti pengajian.
Baca juga: Tekan penyebaran COVID-19, Temanggung bentuk Tim Reaksi Cepat Prokes Hajatan
Ia menjelaskan bahwa tim reaksi cepat ini bertugas mengunjungi orang yang akan melaksanakan hajatan.
"Pada H-1 atau H-2 sebelum hajatan, tim akan mengunjungi untuk mengecek kesiapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan hajatan tersebut. Kami akan memantau langsung saat hajatan," katanya.
Ia menyebutkan ada 14 item indikator prokes yang harus dipenuhi di tempat hajatan. Apabila nanti ditemukan ada ketidaklengkapan atau setidaknya dari 14 poin itu ada 4 unsur yang tidak dipenuhi, tim akan menghentikan hajatan tersebut.
"Kami akan mendatangi seluruh hajatan di daerah ini dan akan melakukan asistensi serta evaluasi di lapangan. Kami bisa menghentikan bila tidak memenuhi standar prokes," katanya menegaskan.
Baca juga: TNI/Polri dipersilakan bubarkan hajatan selama PPKM di Banyumas
Sebanyak 14 poin yang harus dipenuhi dalam prokes hajatan, antara lain ada penjaga tamu/orang masuk untuk mengecek suhu, ada pintu masuk dan keluar, ada unit tugas pencegahan COVID-19, menyediakan handsanitizer/tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup, ada petugas yang cukup di setiap pintu masuk dan keluar.
Selain itu, ada media informasi protokol kesehatan, penataan kursi dengan jarak antarkursi 1 meter, pengunjung memakai masker, pemeriksaan suhu tubuh, jaga jarak pengunjung, penyajian makanan, kesesuaian jumlah undangan dengan proposal perizinan, serta penyemprotan disinfektan sebelum dan sesudah hajatan.
"Kami juga meminta makanan disediakan dalam dos, jadi semaksimal mungkin tamu berada di tempat hajatan tidak terlalu lama. Maka, dos bisa dibawa pulang, tidak dimakan di situ," katanya.
Menurut dia, pelanggaran yang sering terjadi dalam hajatan, makanan belum dikemas dalam dos tetapi masih prasmanan. Namun, mereka harus menerapkan standar prokes untuk mencegah penularan COVID-19, yakni makanan diambilkan oleh pihak panitia atau petugas.
Baca juga: Klaster baru hajatan di Boyolali, 30 orang positif COVID-19