Solo (ANTARA) - Akses perbankan hingga saat ini masih menjadi salah satu kendala bagi pelaku usaha untuk bisa terus mengembangkan diri.

Namun yang menjadi masalah bukan dari sisi perbankan, melainkan kelayakan usaha memperoleh fasilitas kredit dari perbankan atau disebut dengan "bankable". Pelaku usaha dinyatakan "bankable" apabila memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan kredit usaha. Sebaliknya, jika tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, maka UMKM tersebut termasuk dalam nasabah "unbankable".

Ketua Komunitas UMKM Kota Solo Creative Space Joko Purwono mengatakan dari ribuan anggotanya, pelaku usaha yang sudah mengakses perbankan baru sekitar 40-45 persen.

Baca juga: Pemkot Surakarta dorong perbankan fasilitasi pembayaran nontunai BST

"Itu pun sebagian di antaranya hanya menabung. Tugas pertama kami adalah perlu melatih manajemen keuangan, bagaimana pelaku UMKM punya pembukuan sederhana, karena untuk bisa mengakses KUR (kredit usaha rakyat) mereka harus bankabel," katanya.

Terkait dengan pendampingan yang dilakukan oleh komunitas tersebut, pihaknya juga menerima arahan langsung dari Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, tujuannya adalah agar pelaku usaha bisa naik kelas.

Oleh karena itu, saat ini para pelaku UMKM tengah gencar terlibat dalam program "Co-Working Space" yang banyak diselenggarakan oleh sejumlah perbankan yang ada di Kota Solo. Bahkan, ia berupaya untuk melibatkan banyak pelaku UMKM sehingga ada pemerataan.

"Tidak boleh pelaku usaha hanya itu-itu saja, kemarin ada BRI, Bank Jateng, belum lama ini Bank Mandiri," katanya.

Ia mengatakan nantinya juga akan pendampingan berkelanjutan seperti untuk memastikan manajemen keuangan para pelaku usaha ini berjalan dengan baik. Dengan demikian, mereka bisa dianggap layak untuk mengakses kredit perbankan.

Dampak Pandemi

Salah satu pelaku usaha asal Kota Solo Trisni mengatakan tiga tahun yang lalu pernah mengakses kredit usaha di Bank Jateng. Pada saat itu ia memilih Bank Jateng karena tertarik dengan bunga kredit yang cukup rendah, yaitu 2,5 persen. Meski mengaku tak ingat dengan besaran pinjaman yang diperolehnya, ia cukup terbantu dengan fasilitas kredit tersebut.

"Namun sekarang ini yang paling jadi kendala bagi saya adalah pemasaran, jadi kalau pinjaman saya untuk saat ini masih menghitung dulu kebutuhannya," katanya.

Pemilik AMF Collection Solo ini mengatakan sudah tujuh tahun menjalankan usahanya. Ia mengatakan selama ini lebih banyak mengoptimalkan penjualan melalui media sosial, sedangkan untuk "marketplace", ia belum pernah menjajalnya.

"Saya belum paham betul, kendala saya memang lebih ke penjualan 'online'," katanya.

Oleh karena itu, ia akhirnya ikut menjadi salah satu peserta "Co-Working Space" yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri. Dengan mengikuti pelatihan tersebut, pengrajin sulam pita dan bordir inni berharap bisa memperluas pasar. Tentu dengan pemasaran yang lebih luas tidak menutup kemungkinan ia akan membutuhkan modal yang lebih besar.

"Kalau pasar saya luas tentu saya akan menghitung kebutuhan modal. Jika memang tidak bisa saya modali secara mandiri, pasti saya perlu mengajukan pinjaman. KUR menjadi salah satu pilihan ya," kata warga Kelurahan Joglo, Kecamatan Banjarsari, Solo ini.

Mengenai penyelenggaraan "Co-Working Space", saat ini sudah banyak dilakukan oleh perbankan dengan tujuan untuk menjadikan pelaku usaha naik kelas. Salah satu bank yang menyelenggarakannya adalah Bank Mandiri.

Vice President Bank Mandiri Area Solo Ony Suryono Widodo mengatakan sesuai dengan anjuran Wali Kota Surakarta, Bank Mandiri ingin punya peran yang lebih untuk UMKM, salah satu upaya yang dilakukan dengan memberikan pendampingan berupa pelatihan yang dikemas dalam program "Co-Working Space". Pada kegiatan yang diselenggarakan selama satu tahun tersebut akan ada 30 kali pertemuan yang diikuti oleh 25 pelaku usaha.

"Idenya supaya pelaku UMKM (pemasarannya) tidak hanya rumahan tetapi juga naik kelas. Kalau naik kelas kan berarti harus memulai dengan bagaimana bisa tahu laporan keuangan. Selama ini kan misal anaknya minta dibelikan es diambilkan uang di laci, padahal harusnya dipisahkan," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap melalui pelatihan tersebut pelaku usaha bisa memiliki manejemen keuangan baik.

"Kan kalau mau dapat pinjaman dari bank harus 'bankabele', kalau sekarang ini belum 'bankabel'. Pada tahap awal didorong punya rekening dulu, selanjutnya transaksi bisa transfer, 'start' tidak usaha terlalu besar dulu. Kan ada produk yang supermikro, mikro, namun juga ada yang di atas itu," katanya.

Ia mengatakan nantinya para pelaku usaha tersebut akan diarahkan untuk memanfaatkan KUR yang suku bunganya relatif rendah, yaitu 6 persen.

"Kalau pelaku usaha supermikro, mikro butuhnya kan paling sekitar Rp25 juta. Bahkan usaha produksi snack seperti itu butuhnya malah tidak sampai Rp5 juta. Dengan program KUR ini pemerintah sudah mendorong. Apalagi kredit usaha rakyat 'nggak' cuma di Bank Mandiri, ini sangat memudahkan," katanya.

Mengenai program KUR, Bank Mandiri Area Solo mencatat penyaluran kredit baru untuk KUR mencapai Rp751,9 miliar di sepanjang tahun 2020. Dengan "booking" tersebut mampu menambah baki debet KUR Area Solo pada Desember 2020 mencapai Rp1,45 triliun atau tumbuh 13 persen secara "year on year".

Sebelumnya, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengatakan kegiatan "Co-Working Space" merupakan upaya untuk mempercepat ekonomi di Kota Solo.

"Kalau warganya sehat maka ekonominya juga akan kuat. Ini tadi saya lihat produknya memang jadi semua, saya juga yakin kalau rasanya juga enak-enak, namun ini perlu di-'upgrade' agar naik kelas," katanya pada pembukaan "Co-Working Space" di Menara Bank Mandiri Solo beberapa waktu yang lalu.

Menurut dia, untuk bisa naik kelas maka pelatihan yang diikuti oleh pelaku UMKM tidak bisa hanya satu atau dua kali tetapi harus berkesinambungan.

"Dari A sampai Z, saya ingin produk pelaku usaha ini jadi, 'skill up', naik kelas. Yang sebelumnya hanya memproduksi 100 per hari ke depan bisa sampai puluhan ribu. Bank-bank lain juga membuat program serupa, harapannya anak muda tidak hanya jadi 'reseller' tetapi juga menguasai produksi," katanya.

Baca juga: Asosiasi Pertekstilan Indonesia minta perbankan utamakan debitur terdampak COVID-19
Baca juga: Kadin Surakarta petakan UMKM calon penerima kredit perbankan

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024