Magelang (ANTARA) - Para tokoh Komunitas Lima Gunung memutuskan perayaan ulang tahun perintis kelompok seniman petani itu, Sutanto Mendut, tidak jadi Sabtu (6/2) karena Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sedang menggalang gerakan Jateng di Rumah Saja.
Gerakan itu bagian dari upaya berkelanjutan lainnya dalam menekan penularan pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) yang hampir menyentuh setahun terakhir.
Demi penghormatan terhadap ikhtiar tak berkesudahan pemerintah mengatasi pandemi itu, para seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tersebut, menghadirkan acaranya maju sehari, menjadi Jumat (5/2).
Kebijakan mereka malah berkebetulan waktunya karena memang tanggal itulah hari "H" ulang tahun Tanto yang juga budayawan Magelang, tinggal di dekat Candi Mendut. Tahun ini, ia berumur 67 tahun.
Selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dua gelombang, sejak 11 Januari hingga 8 Februari mendatang, Tanto memang tidak pergi-pergi dari rumahnya, Studio Mendut, pusat aktivitas seni-budaya Komunitas Lima Gunung.
Dua hari sebelum PPKM, ia masih meluangkan diri hadir di tengah warga dalam pergelaran ketoprak ringkas dengan lakon "Suminten Edan" di dusun salah satu basis komunitasnya di kawasan Gunung Merbabu.
Tak ada hubungan formal atau ikatan khusus apapun antara komunitas seniman petani tersebut dengan Pemprov Jateng, termasuk dengan sosok Gubernur Ganjar Pranowo, kecuali sang gubernur yang beberapa kali hadir untuk ikut bergembira dalam acara seni-budaya diselenggarakan komunitas, dan sebaliknya pihak komunitas independen dan Tanto Mendut berelasi cair dengan pribadi kepala daerah itu.
"Lebih baik diubah (tanggal acaranya, red.), untuk ikut ikhtiar (mengatasi pandemi, red.), saling menjaga dan menghormati semua," kata seorang tokoh komunitas, Pangadi atau Ki Ipang.
Acara pun berlangsung pada Jumat (5/2) sore di Museum Lima Gunung dilanjutkan di panggung terbuka Studio Mendut. Sekitar 20 tokoh komunitas hadir dengan menerapkan protokol kesehatan, sedangkan acara sederhana namun meriah, antara lain ditandai peluncuran buku 1-2 "Menolak Wabah".
Selain itu, pelepasan ikan di kolam museum, pemotongan tumpeng, dan performa "Madhaharsa" (Napas Cinta), dan penyerahan wayang kontemporer serta lukisan untuk menambah koleksi museum. Pembawa acara yang juga dalang wayang, Sih Agung Prasetyo, bersempatan juga menggaungkan gerakan "Jateng Di Rumah Saja" di hadapan audiens komunitas.
Sejumlah seniman petani performa "Madhaharsa" (Napas Cinta) di panggung terbuka Studio Mendut Kabupaten Magelang, sehari menjelang Gerakan "Jateng di Rumah Saja" untuk menekan penularan COVID-19, Jumat (5/2/2021) sore. ANTARA/Hari Atmoko
Juragan sayuran dari Gunung Andong, Supadi Haryanto, menyatakan selama dua hari (6-7 Februari 2021) tidak mengirim dagangan aneka sayuran ke Pasar Ngasem Bandungan, Ambarawa, Kabupaten Semarang sebagaimana pekerjaan hariannya karena adanya gerakan "Jateng di Rumah Saja".
Pada hari biasa, Supadi yang juga ketua Komunitas Lima Gunung itu, membawa dengan satu atau dua mobil bak terbukanya, aneka sayuran panenan para petani di beberapa dusun di kawasan Gunung Andong ke pasar sayuran di Bandungan.
Begitu juga dengan Mbak Yuni, seorang warga Kota Magelang yang sehari-hari jualan soto dengan merek "Soto Mbah Kromo" di Jalan Beringin Kampung Paten, Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, memutuskan tidak berjualan selama dua hari gerakan tersebut.
"Pak Ganjar bilang supaya 'di rumah saja', ikut pemerintah," ujar Yuni yang anak-menantu dan cucunya belum lama ini menyelesaikan isolasi karena positif virus itu. Keluarga anaknya itu menjalani isolasi di salah satu hotel yang disiapkan pemkot untuk karantina warga terkonfirmasi virus.
Setidaknya, mereka memiliki kesadaran bahwa jalan perekonomiannya masih bisa bertahan atau tidak runtuh meskipun dua hari harus menyokong "Jateng di Rumah Saja". Keikutan mereka mendukung gerakan tersebut, nampak disadari untuk kepentingan bersama-sama mengatasi pandemi.
Meski demikian, belum tentu "Jateng di Rumah Saja", satu-satunya langkah ampuh mengatasi penularan virus mematikan itu.
Lumrah
Berbagai lini pemerintahan di Jawa Tengah tentu mendukung upaya Gubernur Ganjar Pranowo memimpin gerakan "Jateng di Rumah Saja". Itu lumrah. Dukungan dari komunitas-komunitas mandiri atas kesadaran manfaat terhadap upaya tersebut, menambah amunisi gerakan tersebut.
Ganjar juga mengemukakan pentingnya kearifan lokal di berbagai daerah di Jawa Tengah diterapkan dalam "Jateng di Rumah Sehari". Sejumlah aktivitas vital terkait dengan kebutuhan publik tetaplah bisa beroperasi, dengan ketaatan atas segala ketentuan menghadapi kelam pandemi.
Setidaknya di Kota Magelang pada Sabtu (6/2) hingga pukul 13.00 WIB, aktivitas kota relatif tak seramai hari-hari biasa sebelumnya.
Pengaruh gaung "Jateng di Rumah Saja" di Kota Magelang itu, antara lain nampak dalam aktivitivas warga di kawasan pusat pertokoan "Pecinan" di Jalan Pemuda, pusat kuliner alun-alun, Pasar Rejowinangun.
Aparat Satuan Polisi Pamong Raja daerah setempat juga berpatroli, terutama di jalan-jalan utama dan sejumlah ruang publik, untuk menegakkan protokol kesehatan.
Pemerintah Kota Magelang tak mengeluarkan ketentuan baru terkait dengan dukungan daerah setempat terhadap kebijakan Pemprov Jawa Tengah melakukan Gerakan "Jateng di Rumah Saja". Pemkot setempat tetap berpedoman kepada Surat Edaran Wali Kota Magelang Nomor 443.5/24/112 tertanggal 25 Januari 2021, tentang Perpanjangan PPKM Untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19 di Kota Magelang.
"Dengan pengetatan prokes (protokol kesehatan) dan pengawasan lebih ketat. Tempat wisata Taman Kyai Langgeng dan Gunung Tidar juga tutup," ucap Pelaksana Tugas Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkot Magelang Tri Yamto.
Keberhasilan menekan penularan virus tak semata-mata karena gerakan itu, namun juga upaya lainnya yang secara berkelanjutan, beriringan, dan berdaya tangguh kebersamaan.
Hal demikian itu, sebagaimana dibutuhkan antara lain dalam PPKM yang sedang berlangsung, bersamaan dengan vaksinasi COVID-19 yang sedang dicurahkan, kesadaran makin kuat setiap orang untuk taat protokol kesehatan dan ketahanan jajaran sektor medis dengan segala piranti penanganan pasien virus.
Setiap bentuk ikhtiar tidak berdiri sendiri-sendiri atau diklaim sebagai jurus terampuh menghadapi pandemi.
"'Golek banyu bening' (Mencari air jernih)," ucap salah satu tokoh utama Komunitas Lima Gunung dari kawasan Gunung Merapi, Sitras Anjilin, ketika membahasakan spiritualitas budaya Jawa tentang "ikhtiar" yang digelorakan pemerintah selama ini dengan mendorong masyarakat terlibat secara bersama-sama, untuk mengakhiri pandemi virus abad ini.
Gerakan Jateng di Rumah Saja mesti disadari semua saja sebagai bagian dari "Golek banyu bening".
Upaya itu tak berdiri sendiri, namun rangkaian temali daya untuk terus-menerus tanpa patah arang, menekan laju penularan virus dan membawa masyarakat keluar dari kelam pandemi.
Kelihatannya memang tak ada satu-satunya cara terampuh mengatasi pandemi, selain ikhtiar tak berkesudahan dengan kedigdayaan bersama.
Gerakan itu bagian dari upaya berkelanjutan lainnya dalam menekan penularan pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) yang hampir menyentuh setahun terakhir.
Demi penghormatan terhadap ikhtiar tak berkesudahan pemerintah mengatasi pandemi itu, para seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tersebut, menghadirkan acaranya maju sehari, menjadi Jumat (5/2).
Kebijakan mereka malah berkebetulan waktunya karena memang tanggal itulah hari "H" ulang tahun Tanto yang juga budayawan Magelang, tinggal di dekat Candi Mendut. Tahun ini, ia berumur 67 tahun.
Selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dua gelombang, sejak 11 Januari hingga 8 Februari mendatang, Tanto memang tidak pergi-pergi dari rumahnya, Studio Mendut, pusat aktivitas seni-budaya Komunitas Lima Gunung.
Dua hari sebelum PPKM, ia masih meluangkan diri hadir di tengah warga dalam pergelaran ketoprak ringkas dengan lakon "Suminten Edan" di dusun salah satu basis komunitasnya di kawasan Gunung Merbabu.
Tak ada hubungan formal atau ikatan khusus apapun antara komunitas seniman petani tersebut dengan Pemprov Jateng, termasuk dengan sosok Gubernur Ganjar Pranowo, kecuali sang gubernur yang beberapa kali hadir untuk ikut bergembira dalam acara seni-budaya diselenggarakan komunitas, dan sebaliknya pihak komunitas independen dan Tanto Mendut berelasi cair dengan pribadi kepala daerah itu.
"Lebih baik diubah (tanggal acaranya, red.), untuk ikut ikhtiar (mengatasi pandemi, red.), saling menjaga dan menghormati semua," kata seorang tokoh komunitas, Pangadi atau Ki Ipang.
Acara pun berlangsung pada Jumat (5/2) sore di Museum Lima Gunung dilanjutkan di panggung terbuka Studio Mendut. Sekitar 20 tokoh komunitas hadir dengan menerapkan protokol kesehatan, sedangkan acara sederhana namun meriah, antara lain ditandai peluncuran buku 1-2 "Menolak Wabah".
Selain itu, pelepasan ikan di kolam museum, pemotongan tumpeng, dan performa "Madhaharsa" (Napas Cinta), dan penyerahan wayang kontemporer serta lukisan untuk menambah koleksi museum. Pembawa acara yang juga dalang wayang, Sih Agung Prasetyo, bersempatan juga menggaungkan gerakan "Jateng Di Rumah Saja" di hadapan audiens komunitas.
Juragan sayuran dari Gunung Andong, Supadi Haryanto, menyatakan selama dua hari (6-7 Februari 2021) tidak mengirim dagangan aneka sayuran ke Pasar Ngasem Bandungan, Ambarawa, Kabupaten Semarang sebagaimana pekerjaan hariannya karena adanya gerakan "Jateng di Rumah Saja".
Pada hari biasa, Supadi yang juga ketua Komunitas Lima Gunung itu, membawa dengan satu atau dua mobil bak terbukanya, aneka sayuran panenan para petani di beberapa dusun di kawasan Gunung Andong ke pasar sayuran di Bandungan.
Begitu juga dengan Mbak Yuni, seorang warga Kota Magelang yang sehari-hari jualan soto dengan merek "Soto Mbah Kromo" di Jalan Beringin Kampung Paten, Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, memutuskan tidak berjualan selama dua hari gerakan tersebut.
"Pak Ganjar bilang supaya 'di rumah saja', ikut pemerintah," ujar Yuni yang anak-menantu dan cucunya belum lama ini menyelesaikan isolasi karena positif virus itu. Keluarga anaknya itu menjalani isolasi di salah satu hotel yang disiapkan pemkot untuk karantina warga terkonfirmasi virus.
Setidaknya, mereka memiliki kesadaran bahwa jalan perekonomiannya masih bisa bertahan atau tidak runtuh meskipun dua hari harus menyokong "Jateng di Rumah Saja". Keikutan mereka mendukung gerakan tersebut, nampak disadari untuk kepentingan bersama-sama mengatasi pandemi.
Meski demikian, belum tentu "Jateng di Rumah Saja", satu-satunya langkah ampuh mengatasi penularan virus mematikan itu.
Lumrah
Berbagai lini pemerintahan di Jawa Tengah tentu mendukung upaya Gubernur Ganjar Pranowo memimpin gerakan "Jateng di Rumah Saja". Itu lumrah. Dukungan dari komunitas-komunitas mandiri atas kesadaran manfaat terhadap upaya tersebut, menambah amunisi gerakan tersebut.
Ganjar juga mengemukakan pentingnya kearifan lokal di berbagai daerah di Jawa Tengah diterapkan dalam "Jateng di Rumah Sehari". Sejumlah aktivitas vital terkait dengan kebutuhan publik tetaplah bisa beroperasi, dengan ketaatan atas segala ketentuan menghadapi kelam pandemi.
Setidaknya di Kota Magelang pada Sabtu (6/2) hingga pukul 13.00 WIB, aktivitas kota relatif tak seramai hari-hari biasa sebelumnya.
Pengaruh gaung "Jateng di Rumah Saja" di Kota Magelang itu, antara lain nampak dalam aktivitivas warga di kawasan pusat pertokoan "Pecinan" di Jalan Pemuda, pusat kuliner alun-alun, Pasar Rejowinangun.
Aparat Satuan Polisi Pamong Raja daerah setempat juga berpatroli, terutama di jalan-jalan utama dan sejumlah ruang publik, untuk menegakkan protokol kesehatan.
Pemerintah Kota Magelang tak mengeluarkan ketentuan baru terkait dengan dukungan daerah setempat terhadap kebijakan Pemprov Jawa Tengah melakukan Gerakan "Jateng di Rumah Saja". Pemkot setempat tetap berpedoman kepada Surat Edaran Wali Kota Magelang Nomor 443.5/24/112 tertanggal 25 Januari 2021, tentang Perpanjangan PPKM Untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19 di Kota Magelang.
"Dengan pengetatan prokes (protokol kesehatan) dan pengawasan lebih ketat. Tempat wisata Taman Kyai Langgeng dan Gunung Tidar juga tutup," ucap Pelaksana Tugas Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkot Magelang Tri Yamto.
Keberhasilan menekan penularan virus tak semata-mata karena gerakan itu, namun juga upaya lainnya yang secara berkelanjutan, beriringan, dan berdaya tangguh kebersamaan.
Hal demikian itu, sebagaimana dibutuhkan antara lain dalam PPKM yang sedang berlangsung, bersamaan dengan vaksinasi COVID-19 yang sedang dicurahkan, kesadaran makin kuat setiap orang untuk taat protokol kesehatan dan ketahanan jajaran sektor medis dengan segala piranti penanganan pasien virus.
Setiap bentuk ikhtiar tidak berdiri sendiri-sendiri atau diklaim sebagai jurus terampuh menghadapi pandemi.
"'Golek banyu bening' (Mencari air jernih)," ucap salah satu tokoh utama Komunitas Lima Gunung dari kawasan Gunung Merapi, Sitras Anjilin, ketika membahasakan spiritualitas budaya Jawa tentang "ikhtiar" yang digelorakan pemerintah selama ini dengan mendorong masyarakat terlibat secara bersama-sama, untuk mengakhiri pandemi virus abad ini.
Gerakan Jateng di Rumah Saja mesti disadari semua saja sebagai bagian dari "Golek banyu bening".
Upaya itu tak berdiri sendiri, namun rangkaian temali daya untuk terus-menerus tanpa patah arang, menekan laju penularan virus dan membawa masyarakat keluar dari kelam pandemi.
Kelihatannya memang tak ada satu-satunya cara terampuh mengatasi pandemi, selain ikhtiar tak berkesudahan dengan kedigdayaan bersama.