Semarang (ANTARA) - Politikus Partai Golkar Iqbal Wibisono menyebut Undang-Undang Cipta Kerja akan membawa konsekuensi terjadinya deregulasi dan debirokrasi apabila dalam pembentukannya sesuai dengan due process of law.
"Jika pembentukannya sesuai dengan due process of law (proses hukum yang semestinya), tentu akan menjadi undang-undang yang responsif ramah terhadap semuanya," kata Iqbal Wibisono menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat malam.
Alumnus Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini lantas mengemukakan bahwa UU Cipta Kerja akan mengurangi tata kerja yang serba lamban dan rumit supaya tercapai hasil dengan lebih cepat.
Baca juga: Menaker Ida Fauziyah: UU Cipta Kerja tidak ompong sanksi
Konsekuensi lainnya dari UU Cipta Kerja yang pembentukannya menggunakan metode omnibus law ini, kata Iqbal, adalah proses menghapuskan pembatasan dan peraturan (deregulasi).
Menurut Iqbal yang juga Ketua DPP Partai Golkar, undang-undang ini tentunya akan berdampak positif terhadap pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menyinggung sejumlah kalangan yang melakukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, Iqbal mengatakan bahwa mereka bisa mengajukan pengujian secara formal maupun materiel.
Jika berkaitan dengan subtansi, lanjut Iqbal, mereka bisa mengajukan permohonan uji meteri UU Cipta Kerja apakah undang-undang tersebut bertentangan atau tidak dengan UUD NRI Tahun 1945 ke MK.
Namun, apabila mereka beranggapan pembuatan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, menurut dia, mereka mengajukan pengujian secara formal.
"Mereka bisa mengajukan pengujian secara materiel maupun formal apabila UU Cipta Kerja sudah diundangkan," kata Iqbal yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Baca juga: Puluhan pelajar diamankan akan ikut demonstrasi UU Cipta Kerja di Magelang
Sebelumnya, Kementerian Sekretariat Negara telah menerima draf final UU Cipta Kerja dari DPR.
"Kami sudah menyampaikan berdasarkan penugasan pimpinan DPR, RUU tersebut sudah kami serahkan kepada Sekretariat Negara dan sudah diterima dengan baik," kata Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (14/10).
Menurut Indra, draf itu diserahkan kepada Asisten Deputi Bidang Perekonomian, Asisten Deputi Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvanna Djaman.
Selanjutnya, kata Iqbal Wibisono, RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
"Jika tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU itu disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan," kata Iqbal menegaskan.
"Jika pembentukannya sesuai dengan due process of law (proses hukum yang semestinya), tentu akan menjadi undang-undang yang responsif ramah terhadap semuanya," kata Iqbal Wibisono menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat malam.
Alumnus Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini lantas mengemukakan bahwa UU Cipta Kerja akan mengurangi tata kerja yang serba lamban dan rumit supaya tercapai hasil dengan lebih cepat.
Baca juga: Menaker Ida Fauziyah: UU Cipta Kerja tidak ompong sanksi
Konsekuensi lainnya dari UU Cipta Kerja yang pembentukannya menggunakan metode omnibus law ini, kata Iqbal, adalah proses menghapuskan pembatasan dan peraturan (deregulasi).
Menurut Iqbal yang juga Ketua DPP Partai Golkar, undang-undang ini tentunya akan berdampak positif terhadap pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menyinggung sejumlah kalangan yang melakukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, Iqbal mengatakan bahwa mereka bisa mengajukan pengujian secara formal maupun materiel.
Jika berkaitan dengan subtansi, lanjut Iqbal, mereka bisa mengajukan permohonan uji meteri UU Cipta Kerja apakah undang-undang tersebut bertentangan atau tidak dengan UUD NRI Tahun 1945 ke MK.
Namun, apabila mereka beranggapan pembuatan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, menurut dia, mereka mengajukan pengujian secara formal.
"Mereka bisa mengajukan pengujian secara materiel maupun formal apabila UU Cipta Kerja sudah diundangkan," kata Iqbal yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Baca juga: Puluhan pelajar diamankan akan ikut demonstrasi UU Cipta Kerja di Magelang
Sebelumnya, Kementerian Sekretariat Negara telah menerima draf final UU Cipta Kerja dari DPR.
"Kami sudah menyampaikan berdasarkan penugasan pimpinan DPR, RUU tersebut sudah kami serahkan kepada Sekretariat Negara dan sudah diterima dengan baik," kata Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (14/10).
Menurut Indra, draf itu diserahkan kepada Asisten Deputi Bidang Perekonomian, Asisten Deputi Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvanna Djaman.
Selanjutnya, kata Iqbal Wibisono, RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
"Jika tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU itu disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan," kata Iqbal menegaskan.