Banyumas (ANTARA) - Yayasan Dhalang Nawan menyampaikan pesan moral terkait dengan pandemi melalui kegiatan Sedekah Bumi Suran Trah Dalang Narwan 2020 yang mengusung tema "Merawat Tradisi Menjaga Asa dalam Pandemi".

Kegiatan yang dipusatkan di halaman rumah keluarga besar almarhum Dalang Nawan, Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu itu diisi dengan berbagai pergelaran seni budaya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Bahkan, para penari yang tampil dalam kegiatan tersebut menggunakan face shield saat menari di atas panggung. Demikian pula dengan penabuh gamelan tetap memakai masker saat mengiringi tarian.

Saat ditemui di sela kegiatan, Ketua Yayasan Dhalang Nawan Bambang Barata Aji mengatakan tradisi Suran merupakan tradisi yang banyak diselenggarakan oleh berbagai komunitas saat bulan Sura atau Muharam.

"Kami, keturunan (trah, red.) Dalang Nawan sudah melaksanakan tradisi Suran ini sejak tahun 2008, biasanya diisi dengan wayangan karena orang tua kami adalah dalang," kata dia yang merupakan putra ke-10 dari almarhum Ki Nawan Partomihardjo alias Dalang Nawan.

Dalam hal ini, Nawan Partomihardjo yang lahir pada tanggal 11 Maret 1911 merupakan dalang kondang asal Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, yang mengalami masa keemasan pada masa kolonial Belanda hingga kemerdekaan Indonesia.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan dalam dua tahun terakhir, tradisi Suran tersebut tidak diselenggarakan karena adanya musibah, yakni Ketua Yayasan Dhalang Nawan saat itu meninggal dunia pada tahun 2018 disusul dengan meninggalnya bendahara yayasan pada tahun 2019.

Dia mengakui penyelenggaraan tradisi Suran Tahun 2020 digelar secara mendadak tanpa adanya persiapan maksimal karena adanya apresiasi dari salah seorang relasi terkait dengan pergelaran karawitan dan doa khusus pada malam peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia.

"Atas apresiasi tersebut, kami tergerak untuk menyelenggarakan kegiatan ini meskipun persiapannya sangat singkat, hanya satu minggu, saya bilang ke adik saya untuk menyiapkan acara Suran, semuanya dengan gotong royong," katanya.

Ia mengatakan tradisi Suran tersebut memiliki semangat bahwa dalam situasi pandemi seperti saat sekarang, semua warga negara, termasuk seniman, tetap harus mengikuti anjuran pemerintah.

"Tetapi kita juga tidak boleh kehilangan optimisme. Nah, melalui Suran ini, kami ingin menularkan optimisme kepada masyarakat di dalam suasana pandemi ini, tentu dengan cara dan gaya keluarga seniman," ujarnya.

Terkait dengan tema "Merawat Tradisi Menjaga Asa dalam Pandemi", dia mengatakan pihaknya mempunyai keyakinan bahwa pandemi melanda seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia.

"Ini adalah tragedi kemanusiaan, kalau kita pakai kacamata kemanusiaan. Kalau kita menggunakan kacamata alam, barangkali ini adalah cara alam untuk menata dirinya. Kalau saya melihat, pandemi ini ada sisi yang positif," katanya.

Menurut dia, sisi positif tersebut dapat dilihat dari kondisi alam pegunungan yang saat sekarang lebih indah dan sungai-sungainya kembali banyak ikannya karena berkurangnya aktivitas manusia seiring dengan adanya kebijakan pembatasan interaksi sosial guna mencegah penularan COVID-19. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024