Purwokerto (ANTARA) - Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Barat sepakat damai dengan warga Desa Petahunan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dalam kasus penebangan puluhan pohon pinus di Petak 47 Resor Pemangkuan Hutan Samudra.
Kesepakatan damai tersebut ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan Perdamaian antara tersangka kasus penebangan pohon pinus Siyo Sujono (50) dan Administrator Perhutani KPH Banyumas Barat Toni Kuspuja di Aula Kejaksaan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu, dengan disaksikan oleh Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan dan Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono.
Kesepakatan tersebut diambil karena Penuntut Umum Kejari Purwokerto memutuskan menutup perkara penebangan pohon pinus demi kepentingan hukum setelah dilakukan mediasi dengan pihak terkait termasuk tersangka dan Perhutani.
Saat ditemui usai penandatangan Nota Kesepakatan Perdamaian, Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan penghentian perkara tersebut didasari Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Intinya ada perkara-perkara yang dapat dilakukan penyelesaian secara restoratif 'justice'," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, ada beberapa syarat di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan, kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000, ada pemulihan hak dari pihak yang dirugikan, ada kesepakatan damai, dan pemberian maaf dari pihak yang dirugikan.
Ia mengatakan jumlah tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus penebangan pohon pinus tersebut hanya satu orang.
Akan tetapi setelah melihat berkas, lanjut dia, jumlah yang melakukan penebangan pohon pinus tersebut sebenarnya 25 orang.
"Kalau itu (nilai kerugian yang ditimbulkan, red.) ditanggung renteng, rata-rata satu orang Rp400.000. Jadi masih memenuhi syarat untuk dilakukan proses restoratif 'justice'," katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono mengatakan menerima aduan secara tidak resmi terkait dengan kasus penebangan pohon pinus tersebut.
"Ada aduan tetapi tidak resmi, datang ke tempat saya, minta tolong. Mereka sudah saya beri penjelasan bahwa apa yang mereka lakukan itu salah," katanya.
Kendati demikian, dia meminta agar warga tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Untung ada Pak Kajari sehingga bisa diselesaikan. Kalau tidak, kan dapat menjadi proses hukum sampai ke pengadilan," kata dia menambahkan.
Ia mengharapkan masyarakat setiap hendak melakukan aktivitas di lahan Perhutani agar berbicara lebih dulu dengan pemiliknya.
"Apalagi Pak Bupati (Bupati Banyumas Achmad Husein, red.) sudah berupaya keras. Beliau sudah mengadakan MoU dengan Perhutani Jawa Tengah. Tinggal omong saja kan bisa diselesaikan karena salah satu tugas Perhutani adalah menyejahterakan masyarakat," katanya.
Ia meyakini warga akan konsekuen sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya.
Administrator Perum Perhutani KPH Banyumas Barat Toni Kuspuja mengatakan laporan yang berlanjut ke proses hukum tersebut didasari oleh sebuah kejadian pada tanggal 5 Juni 2020.
"Tanggal 5 Juni ada penebangan pohon di Petak 47, RPH Samudra, BKPH Lumbir, yang tanpa prosedur. Kemudian kami coba selidiki, kami coba proses laporan itu, dan itu memang ada bekas-bekas tebangan," katanya.
Ia mengatakan penebangan sekitar 20 pohon pinus yang dilakukan oleh warga sebenarnya tidak ada tujuan bisnis atau tujuan apa pun.
"Memang ada kepentingan masyarakat yang ingin dilakukan oleh Pak Ketua RW, Pak Siyo, ingin memanfaatkan jalan yang masuk ke arah Desa Petahunan," katanya.
Menurut dia, posisi barang bukti saat sekarang berada di Polresta Banyumas dan pihaknya bersama Kejari Purwokerto akan memprosesnya untuk dikembalikan ke negara melalui Perum Perhutani.
Ia mengatakan salah satu yang mendasari dihentikannya proses hukum atas kasus penebangan pohon pinus tersebut adalah tugas pembinaan yang dilakukan oleh Perhutani di samping mengamankan hutan dan mengambil tindakan jika terjadi pelanggaran.
"Saya yakin warga yang kemarin melakukan itu (menebang pohon pinus, red.) tidak ada unsur kesengajaan. Yang kedua, juga baru pertama kali itu dilakukan, berjanji tidak akan melakukan lagi, dan ke depan Insya Allah akan lebih baik lagi hubungan antara Perum Perhutani dan masyarakat Petahunan," katanya.
Sementara itu, tersangka kasus penebangan pohon pinus Siyo Sujono mengatakan penebangan tersebut dilakukan untuk kebutuhan pelebaran jalan.
"Saya bersama warga itu musyawarah untuk melakukan pelebaran jalan yang menghubungkan Kecamatan Gumelar dengan Kecamatan Pekuncen yang masih sempit dan kebetulan jalan di tengah-tengah permukiman warga itu ada lahan Perhutani sekitar 70 meter," kata dia yang juga Ketua RW 05 Desa Petahunan, Kecamatan Pekuncen, Banyumas.
Oleh karena pekerjaan pelebaran jalan sepanjang 100 meter dengan lebar 4 meter itu terhalang hutan pinus milik Perhutani, kata dia, pihaknya bersama masyarakat melanggar aturan dengan cara menebang pohon pinus tanpa izin guna pelebaran jalan.
"Jadi bukan untuk kebutuhan saya pribadi tetapi kepentingan umum, tapi tanpa izin. Saya juga merasa bersalah," katanya.
Menurut Siyo, dirinya tidak menjalani penahanan selama menjalani proses hukum hingga akhirnya perkara tersebut dihentikan.
Terkait dengan hal itu, dia menyampaikan terima kasih karena perkara yang dihadapinya telah dihentikan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.
Kesepakatan damai tersebut ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan Perdamaian antara tersangka kasus penebangan pohon pinus Siyo Sujono (50) dan Administrator Perhutani KPH Banyumas Barat Toni Kuspuja di Aula Kejaksaan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu, dengan disaksikan oleh Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan dan Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono.
Kesepakatan tersebut diambil karena Penuntut Umum Kejari Purwokerto memutuskan menutup perkara penebangan pohon pinus demi kepentingan hukum setelah dilakukan mediasi dengan pihak terkait termasuk tersangka dan Perhutani.
Saat ditemui usai penandatangan Nota Kesepakatan Perdamaian, Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan penghentian perkara tersebut didasari Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Intinya ada perkara-perkara yang dapat dilakukan penyelesaian secara restoratif 'justice'," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, ada beberapa syarat di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan, kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000, ada pemulihan hak dari pihak yang dirugikan, ada kesepakatan damai, dan pemberian maaf dari pihak yang dirugikan.
Ia mengatakan jumlah tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus penebangan pohon pinus tersebut hanya satu orang.
Akan tetapi setelah melihat berkas, lanjut dia, jumlah yang melakukan penebangan pohon pinus tersebut sebenarnya 25 orang.
"Kalau itu (nilai kerugian yang ditimbulkan, red.) ditanggung renteng, rata-rata satu orang Rp400.000. Jadi masih memenuhi syarat untuk dilakukan proses restoratif 'justice'," katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono mengatakan menerima aduan secara tidak resmi terkait dengan kasus penebangan pohon pinus tersebut.
"Ada aduan tetapi tidak resmi, datang ke tempat saya, minta tolong. Mereka sudah saya beri penjelasan bahwa apa yang mereka lakukan itu salah," katanya.
Kendati demikian, dia meminta agar warga tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Untung ada Pak Kajari sehingga bisa diselesaikan. Kalau tidak, kan dapat menjadi proses hukum sampai ke pengadilan," kata dia menambahkan.
Ia mengharapkan masyarakat setiap hendak melakukan aktivitas di lahan Perhutani agar berbicara lebih dulu dengan pemiliknya.
"Apalagi Pak Bupati (Bupati Banyumas Achmad Husein, red.) sudah berupaya keras. Beliau sudah mengadakan MoU dengan Perhutani Jawa Tengah. Tinggal omong saja kan bisa diselesaikan karena salah satu tugas Perhutani adalah menyejahterakan masyarakat," katanya.
Ia meyakini warga akan konsekuen sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya.
Administrator Perum Perhutani KPH Banyumas Barat Toni Kuspuja mengatakan laporan yang berlanjut ke proses hukum tersebut didasari oleh sebuah kejadian pada tanggal 5 Juni 2020.
"Tanggal 5 Juni ada penebangan pohon di Petak 47, RPH Samudra, BKPH Lumbir, yang tanpa prosedur. Kemudian kami coba selidiki, kami coba proses laporan itu, dan itu memang ada bekas-bekas tebangan," katanya.
Ia mengatakan penebangan sekitar 20 pohon pinus yang dilakukan oleh warga sebenarnya tidak ada tujuan bisnis atau tujuan apa pun.
"Memang ada kepentingan masyarakat yang ingin dilakukan oleh Pak Ketua RW, Pak Siyo, ingin memanfaatkan jalan yang masuk ke arah Desa Petahunan," katanya.
Menurut dia, posisi barang bukti saat sekarang berada di Polresta Banyumas dan pihaknya bersama Kejari Purwokerto akan memprosesnya untuk dikembalikan ke negara melalui Perum Perhutani.
Ia mengatakan salah satu yang mendasari dihentikannya proses hukum atas kasus penebangan pohon pinus tersebut adalah tugas pembinaan yang dilakukan oleh Perhutani di samping mengamankan hutan dan mengambil tindakan jika terjadi pelanggaran.
"Saya yakin warga yang kemarin melakukan itu (menebang pohon pinus, red.) tidak ada unsur kesengajaan. Yang kedua, juga baru pertama kali itu dilakukan, berjanji tidak akan melakukan lagi, dan ke depan Insya Allah akan lebih baik lagi hubungan antara Perum Perhutani dan masyarakat Petahunan," katanya.
Sementara itu, tersangka kasus penebangan pohon pinus Siyo Sujono mengatakan penebangan tersebut dilakukan untuk kebutuhan pelebaran jalan.
"Saya bersama warga itu musyawarah untuk melakukan pelebaran jalan yang menghubungkan Kecamatan Gumelar dengan Kecamatan Pekuncen yang masih sempit dan kebetulan jalan di tengah-tengah permukiman warga itu ada lahan Perhutani sekitar 70 meter," kata dia yang juga Ketua RW 05 Desa Petahunan, Kecamatan Pekuncen, Banyumas.
Oleh karena pekerjaan pelebaran jalan sepanjang 100 meter dengan lebar 4 meter itu terhalang hutan pinus milik Perhutani, kata dia, pihaknya bersama masyarakat melanggar aturan dengan cara menebang pohon pinus tanpa izin guna pelebaran jalan.
"Jadi bukan untuk kebutuhan saya pribadi tetapi kepentingan umum, tapi tanpa izin. Saya juga merasa bersalah," katanya.
Menurut Siyo, dirinya tidak menjalani penahanan selama menjalani proses hukum hingga akhirnya perkara tersebut dihentikan.
Terkait dengan hal itu, dia menyampaikan terima kasih karena perkara yang dihadapinya telah dihentikan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.