Purwokerto (ANTARA) - Puluhan apoteker yang tergabung dalam Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar aksi damai untuk menolak penerapan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Dalam aksi damai yang digelar di halaman Apotek Zafira, Jalan Gerilya Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis, massa mengenakan pita hitam di lengan sebagai bentuk keprihatinan mereka.
Selain itu, massa juga membawa spanduk bertuliskan "Tolak PMK No 3 Tahun 2020 dan Percepat UU Kefarmasian" dan sejumlah poster yang berisi penolakan terhadap peraturan tersebut.
Saat ditemui wartawan, Ketua Pengurus Cabang IAI Kabupaten Banyumas Khafidz Nasrudin mengatakan pihaknya menolak Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 karena isinya menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian masuk dalam pelayanan nonmedik.
Baca juga: UMP ciptakan apoteker yang siap bersaing di kancah nasional-internasional
Menurut dia, dalam Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 khususnya Pasal 10 Ayat (2) huruf C disebutkan "Pelayanan non-medik sebagai mana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf C; Pelayanan Farmasi, Pelayanan Binatu/Tukang Cuci, Pengolahan Makan/Gizi, Pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan non-medik lainnya".
Dengan demikian, kata dia, Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 telah mencederai semangat apoteker dalam memberikan pelayanan terbaik untuk pasien.
"Kami menolak keras PMK tersebut yang justru menghilangkan hak-hak pasien atas pelayanan kefarmasian yang terbaik. Apoteker adalah profesi yang menjamin kefarmasian terbaik," tegasnya.
Selain merugikan secara langsung bagi pasien, kata dia, terbitnya Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 memungkinkan terjadinya pengurangan terhadap tenaga apoteker di rumah sakit.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan IAI mendorong pemerintah agar segera menerbitkan Undang-Undang Kefarmasian yang mendukung praktik apoteker secara profesional.
Baca juga: Rektor: apoteker lulusan UMP harus mampu tanggulangi peredaran obat ilegal
Dalam aksi damai yang digelar di halaman Apotek Zafira, Jalan Gerilya Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis, massa mengenakan pita hitam di lengan sebagai bentuk keprihatinan mereka.
Selain itu, massa juga membawa spanduk bertuliskan "Tolak PMK No 3 Tahun 2020 dan Percepat UU Kefarmasian" dan sejumlah poster yang berisi penolakan terhadap peraturan tersebut.
Saat ditemui wartawan, Ketua Pengurus Cabang IAI Kabupaten Banyumas Khafidz Nasrudin mengatakan pihaknya menolak Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 karena isinya menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian masuk dalam pelayanan nonmedik.
Baca juga: UMP ciptakan apoteker yang siap bersaing di kancah nasional-internasional
Menurut dia, dalam Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 khususnya Pasal 10 Ayat (2) huruf C disebutkan "Pelayanan non-medik sebagai mana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf C; Pelayanan Farmasi, Pelayanan Binatu/Tukang Cuci, Pengolahan Makan/Gizi, Pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan non-medik lainnya".
Dengan demikian, kata dia, Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 telah mencederai semangat apoteker dalam memberikan pelayanan terbaik untuk pasien.
"Kami menolak keras PMK tersebut yang justru menghilangkan hak-hak pasien atas pelayanan kefarmasian yang terbaik. Apoteker adalah profesi yang menjamin kefarmasian terbaik," tegasnya.
Selain merugikan secara langsung bagi pasien, kata dia, terbitnya Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 memungkinkan terjadinya pengurangan terhadap tenaga apoteker di rumah sakit.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan IAI mendorong pemerintah agar segera menerbitkan Undang-Undang Kefarmasian yang mendukung praktik apoteker secara profesional.
Baca juga: Rektor: apoteker lulusan UMP harus mampu tanggulangi peredaran obat ilegal