Solo (ANTARA) - Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menyatakan masyarakat jangan terlalu paranoid dengan virus corona karena virus tersebut memiliki kekuatan mematikan yang rendah.
"Berbeda dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome atau sindrom pernapasan akut berat) yang saat itu sempat merebak, kekuatan mematikannya jauh lebih tinggi," kata Koordinator Bandara Adi Soemarmo KKP Semarang Arqu Aminuzzab di Solo, Senin.
Meski demikian, diakuinya, kekuatan dalam menginfeksi untuk virus corona ini jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan SARS.
Baca juga: Corona merebak, Adi Soemarmo belum pastikan batas waktu penutupan rute China
"Memang sejenis tetapi karakteristiknya berbeda. Perbandingannya kan saat ini hanya ada 50 kasus kematian dari 2.000 pasien yang positif terjangkit virus corona. Kalau SARS, ini bisa 1.000 orang yang mati," katanya.
Meski demikian, katanya, hingga saat ini belum ada obat yang bisa mematikan virus tersebut.
Menurut dia, penanganan secara medis yang dapat dilakukan oleh rumah sakit terhadap pasien yang sudah terjangkit virus corona dengan mengobati gejalanya.
Gejala awal pasien terdiagnosa virus corona, di antaranya demam, batuk, sesak napas, dan lemas.
Hingga saat ini, kata dia, deteksi awal yang bisa dilakukan oleh KKP adalah melalui pemeriksaan thermo scanner.
Untuk di Kota Solo, alat thermo scanner dipasang di terminal kedatangan penerbangan internasional Bandara Adi Soemarmo.
Ia mengatakan pada pemeriksaan itu dapat diketahui penumpang dengan demam lebih dari 38 derajat Celsius.
"Kalau sudah sakit bisa lebih tinggi, tetapi kalau di atas 38 derajat Celcius sudah terdeteksi," katanya.
Meski demikian, kata dia, penumpang yang lolos pada pemeriksaan alat tersebut belum tentu negatif oleh virus corona.
Ia mengatakan jika virus masih dalam masa inkubasi maka tidak akan terdeteksi oleh alat thermo scanner.
"Oleh karena itu, setiap penumpang perlu dilengkapi dengan 'health alert card'. Ini semacam kartu yang berisi riwayat perjalanan orang ini sebelum sampai di lokasi terakhir. Tidak boleh bohong, kalau bohong akan langsung dideportasi," katanya.
Ia mengatakan saat ini belum diketahui dari mana asal virus tersebut hingga akhirnya terjangkit pada manusia.
"Untuk asalnya WHO (World Health Organization) belum bisa merilis. Makanya WHO juga belum bisa menentukan ini sebagai kedaruratan," katanya.
Baca juga: Jokowi tegaskan belum ada indikasi corona masuk Indonesia
Baca juga: Virus corona merebak, kelelawar tetap dicari untuk pengobatan alternatif di Solo
"Berbeda dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome atau sindrom pernapasan akut berat) yang saat itu sempat merebak, kekuatan mematikannya jauh lebih tinggi," kata Koordinator Bandara Adi Soemarmo KKP Semarang Arqu Aminuzzab di Solo, Senin.
Meski demikian, diakuinya, kekuatan dalam menginfeksi untuk virus corona ini jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan SARS.
Baca juga: Corona merebak, Adi Soemarmo belum pastikan batas waktu penutupan rute China
"Memang sejenis tetapi karakteristiknya berbeda. Perbandingannya kan saat ini hanya ada 50 kasus kematian dari 2.000 pasien yang positif terjangkit virus corona. Kalau SARS, ini bisa 1.000 orang yang mati," katanya.
Meski demikian, katanya, hingga saat ini belum ada obat yang bisa mematikan virus tersebut.
Menurut dia, penanganan secara medis yang dapat dilakukan oleh rumah sakit terhadap pasien yang sudah terjangkit virus corona dengan mengobati gejalanya.
Gejala awal pasien terdiagnosa virus corona, di antaranya demam, batuk, sesak napas, dan lemas.
Hingga saat ini, kata dia, deteksi awal yang bisa dilakukan oleh KKP adalah melalui pemeriksaan thermo scanner.
Untuk di Kota Solo, alat thermo scanner dipasang di terminal kedatangan penerbangan internasional Bandara Adi Soemarmo.
Ia mengatakan pada pemeriksaan itu dapat diketahui penumpang dengan demam lebih dari 38 derajat Celsius.
"Kalau sudah sakit bisa lebih tinggi, tetapi kalau di atas 38 derajat Celcius sudah terdeteksi," katanya.
Meski demikian, kata dia, penumpang yang lolos pada pemeriksaan alat tersebut belum tentu negatif oleh virus corona.
Ia mengatakan jika virus masih dalam masa inkubasi maka tidak akan terdeteksi oleh alat thermo scanner.
"Oleh karena itu, setiap penumpang perlu dilengkapi dengan 'health alert card'. Ini semacam kartu yang berisi riwayat perjalanan orang ini sebelum sampai di lokasi terakhir. Tidak boleh bohong, kalau bohong akan langsung dideportasi," katanya.
Ia mengatakan saat ini belum diketahui dari mana asal virus tersebut hingga akhirnya terjangkit pada manusia.
"Untuk asalnya WHO (World Health Organization) belum bisa merilis. Makanya WHO juga belum bisa menentukan ini sebagai kedaruratan," katanya.
Baca juga: Jokowi tegaskan belum ada indikasi corona masuk Indonesia
Baca juga: Virus corona merebak, kelelawar tetap dicari untuk pengobatan alternatif di Solo