Solo (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berharap penyesuaian tarif iuran per 1 Januari 2020 dapat meminimalisasi defisit yang selama ini diderita oleh BPJS kesehatan.

"Harapannya dapat tetap menjaga keberlangsungan program JKN-KIS dari segi pendanaan," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta Bimantoro di Solo, Senin.

Ia mengatakan dari 221 juta peserta JKN-KIS di seluruh Indonesia, 133 juta peserta di antaranya atau sekitar 59 persennya merupakan peserta kelas III sehingga iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

Baca juga: BPJS Kesehatan: Program JKN-KIS terbukti tingkatkan kualitas hidup masyarakat

Sebagai rincian, kata dia, iuran dari sebanyak 96,8 juta peserta dibayar dengan menggunakan APBN dan 37,3 juta dibayar oleh APBD.

"Artinya kontribusi pemerintah sangat membantu peserta mandiri sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya," katanya.

Sebagaimana diketahui, penyesuaian iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah disesuaikan dari Rp23 ribu/bulan menjadi Rp42 ribu/bulan. Menurut dia, sebetulnya kenaikan tersebut sudah terjadi sejak 1 Agustus 2019.

Meski demikian, katanya, sampai akhir tahun ini kenaikan tersebut masih dibiayai oleh pemerintah pusat.

"Per 1 Januari 2020 iuran ini seluruhnya dianggarkan dan dibayarkan oleh pemda melalui APBD. Sedangkan untuk peserta dari kelompok pekerja penerima upah (PPU) penyelenggara negara penyesuaiannya empat persen disubsidi pemerintah sebagai pemberi kerja dan satu persen dibayar oleh peserta dengan sistem pemotongan gaji setiap bulannya," katanya.

Selanjutnya, untuk penyesuaian iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) yang merupakan peserta kelas I naik dari Rp80 ribu/bulan menjadi Rp160/bulan.

"Kalau untuk peserta kelas II ada penyesuaian dari Rp51 ribu/bulan menjadi Rp110 ribu/bulan," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Immanuel Citra Senjaya
Copyright © ANTARA 2024