Cilacap (ANTARA) - Keberadaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) saat sekarang terus berkembang dengan tumbuhnya berbagai sektor UMKM yang digeluti masyarakat di berbagai daerah termasuk Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Pemerintah Kabupaten Cilacap pun terus mendorong pengembangan dan penguatan UMKM melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan serta mengikutsertakan pelaku UMKM dalam kegiatan pameran sebagai upaya promosi.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Cilacap Wasi Ariyadi mengakui bahwa sektor UMKM berpengaruh banyak terhadap perekonomian masyarakat.

Baca juga: Hadapi resesi, ini langkah yang perlu ditempuh Indonesia

"Bahkan saat resesi ekonomi tahun 1998, sektor UMKM terbukti paling kuat untuk bertahan," katanya di Cilacap.

Oleh karena itu, kata dia, Pemkab Cilacap terus mendorong sektor UMKM agar tetap bergeliat sehingga tidak goyah di tengah ancaman perekonomian yang lebih sulit dan mengarah ke resesi ekonomi pada tahun 2020.

Kendati demikian, ancaman resesi ekonomi tersebut tampaknya tidak berpengaruh bagi pelaku UMKM di Kabupaten Cilacap sehingga mereka tetap berupaya memperluas pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Bahkan, salah seorang pelaku UMKM di Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Cilacap, Tonik Sudarmaji mengaku tetap optimistis sektor UMKM tetap menjadi andalan meskipun di bawah bayang-bayang perekonomian global yang makin sulit dan mengarah ke resesi ekonomi.

Menurut dia, hal itu berkaca dari pengalaman krisis ekonomi sebelumnya, yakni pada tahun 2008 yang berlanjut dengan era perdagangan bebas sejak tahun 2010, sektor UMKM masih tetap kokoh.

"Kalau yang krisis tahun 1998, saya enggak bisa ngomong karena belum memulai usaha batik ini. Saya rintis usaha pada tahun 2007," kata pemilik usaha batik tulis Rajasa Mas.

Berdasarkan pengalaman, kata dia, dampak resesi ekonomi paling banyak dirasakan oleh industri-industri berskala besar, sedangkan UMKM sulit digoyang.

Dia mencontohkan bangkitnya perekonomian Jepang pascabom Hiroshima pada tahun 1945 itu karena dukungan sektor UMKM.

Dengan demikian, ketika ada intervensi Eropa terhadap Jepang, kegiatan industri yang didukung oleh sektor UMKM di negara itu tetap berjalan.

"Negara-negara lain (termasuk Indonesia) juga begitu. Rata-rata memang sektor UMKM yang bertahan di tengah krisis ekonomi," kata dia yang juga menekuni industri kerajinan bambu.

Terkait dengan UMKM yang digelutinya, Toni mengaku jika saat ini, usaha batik Rajasa Mas dan kerajinan bambu Raja Serayu yang dikelola bersama istrinya, Euis Rohani, telah menembus pasar ekspor.

"Alhamdulillah negara-negara di Afrika bagian selatan sangat kompeten sekali dengan produk batik kita walaupun harganya yang murah-murah. Ekspor tersebut saya lakukan secara langsung, saya langsung ketemu dengan buyer," katanya.

Ia mengakui ekspor batik ke negara-negara di Afrika bagian selatan baru sebanyak dua bal karena masih dalam tahap penjajakan sehingga nilainya belum berani besar, yakni berkisar Rp100 juta hingga Rp200 juta.

Sementara untuk usaha kerajinan bambu, pihaknya sedang melakukan negosiasi ekspor ke sejumlah negara di Eropa rata-rata sebanyak 5.000 buah.

"Itu memang sesuai dengan kapasitas satu kontainer yang besar, rata-rata 5.000 buah kerajinan bambu. Nilainya sekitar Rp500 juta," jelasnya.

Sejak tahun 2017, kerajinan bambu Raja Serayu telah menembus pasar Arab Saudi berupa keranjang dan China berupa lampion. "Sejak 2017 sudah delapan kontainer yang diekspor," katanya.


Lebih mampu
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Ahmad Darmawan menilai Indonesia akan lebih mampu menghadapi ancaman resesi ekonomi tahun 2020.

Menurut dia, hal itu berkaca dari pengalaman krisis ekonomi tahun 1998 di mana sektor UMKM masih bisa bertahan.

"Apalagi generasi-generasi sekarang saya kira lebih piawai di bidang ketahanan menghadapi krisis dibandingkan generasi 1998. Industri perbankan di Indonesia saat sekarang sangat mendukung pertumbuhan UMKM dan startup wirausaha baru dan ini yang akan menjadikan Indonesia akan lebih tahan dibandingkan dengan negara lain yang bertumpu pada industri besar," kata dia yang juga Wakil Rektor III UMP.

Menurut dia, UMKM menjadi salah satu andalan dalam menghadapi krisis ekonomi dan paling tidak kebutuhan bisa tercukupi dengan berdikari lewat UMKM.

Oleh karena itu, kata dia, orientasi impor harus dikurangi serta memperkuat potensi UMKM dengan fasilitasi agar produk-produknya bisa diekspor.

"Ini memang akan berefek pada pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, dan sebagainya. Jadi memang ini berat untuk siapa pun yang memimpin bangsa ini, tapi saya masih melihat satu optimisme dengan kabinet yang baru, dengan tanpa bebannya Pak Presiden (Presiden Joko Widodo, red.) yang periode kedua ini akan lebih fokus, saya kira tidak hanya pada infrastruktur tapi pertumbuhan ekonomi saya kira akan jauh diperhatikan," kata Ahmad yang juga Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas.

Dengan orientasi pada pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 7 persen, kata dia, Indonesia sebenarnya akan mampu melewati permasalahan meskipun perekonomian secara global sedang ada masalah.

Kendati dalam sejumlah pemberitaan masih ada yang meragukan kekuatan sektor UMKM dalam menghadapi ancaman resesi ekonomi tahun 2020, optimisme dari para pelaku UMKM diyakini menjadi penyemangat dalam upaya menjaga kestabilan perekonomian negara.

Bahkan, sektor UMKM diyakini tetap sebagai andalan dalam menghadapi perekonomian global yang diprediksi akan makin sulit.

Akan tetapi hal itu tetap membutuhkan dukungan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar sektor UMKM tetap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. 

Baca juga: Antisipasi resesi ekonomi, Pemkab Cilacap dorong penguatan sektor UMKM
Baca juga: Indonesia dinilai mampu bertahan hadapi ancaman resesi ekonomi global

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024