Semarang (ANTARA) - Sekretaris Utama BPJS Kesehatan Krisworowati menilai dengan penyesuaian iuran, maka bisa menghindari defisit yang terus membengkak.
"Kami memprediksi jika iuran tidak disesuaikan, maka pada 2024 bisa defisit hingga Rp77 triliun," kata Kisworowati dalam Media Workshop BPJS Kesehatan, di Yogyakarta, Rabu.
Jika kondisinya seperti itu, lanjut Kisworowati, maka bisa mengancam keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) serta gangguan pembayaran klaim kesehatan di rumah sakit.
Baca juga: Protes kenaikan iuran BPJS, buruh di Semarang "topo pepe"
Kisworowati menjelaskan sebenarnya usulan penyesuaian iuran masih jauh di bawah perhitungan aktuaria untuk kelas 1 sebesar Rp160.000 (hitungan aktuaria Rp274.000), kelas 2 sebesar Rp110.000 (seharusnya Rp190.000), dan kelas 3 sebesar Rp42.000 (seharusnya Rp131.000).
"Usulan penyesuaian iuran telah memperhitungkan kemampuan masyarakat dan pemerintah masih menanggung iuran lebih besar, ” kata Kisworowati.
Ia menyebutkan pemerintah mendapatkan porsi 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah (ASN), TNI, dan Polri.
Sebanyak 73,63 persen (dari total 221 juta peserta JKN-KIS) tersebut, lanjut Kisworowati, sebanyak 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu ditanggung negara oleh APBN dan 37,3 juta penduduk ditanggung oleh APBD.
“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan. Untuk iuran peserta mandiri kelas 3, sebenarnya tidak sampai Rp1.500 per hari. Hampir sama seperti bayar parkir motor per jam di mal," katanya.
Untuk peserta mandiri kelas 1, tambah Kisworowati, iurannya kurang dari Rp5.500 per hari, begitu juga untuk kelas 2 iurannya tidak sampai Rp4.000 per hari.
Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, kata Kisworowati, maka iurannya ditanggung pemerintah melalui APBN dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda dijamin iurannya oleh APBD.
Terkait buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.
“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, berdampak menambah iuran sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh dan angka itu sudah termasuk untuk 5 orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan(suami/istri) dan 3 orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp.5.400 per jiwa per bulan,” kata Kisworowati.
Baca juga: BPJS Kesehatan sosialisasikan kepesertaan di Wonogiri
Baca juga: Ini hitungan biaya kesehatan dari naiknya iuran BPJS Kesehatan
"Kami memprediksi jika iuran tidak disesuaikan, maka pada 2024 bisa defisit hingga Rp77 triliun," kata Kisworowati dalam Media Workshop BPJS Kesehatan, di Yogyakarta, Rabu.
Jika kondisinya seperti itu, lanjut Kisworowati, maka bisa mengancam keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) serta gangguan pembayaran klaim kesehatan di rumah sakit.
Baca juga: Protes kenaikan iuran BPJS, buruh di Semarang "topo pepe"
Kisworowati menjelaskan sebenarnya usulan penyesuaian iuran masih jauh di bawah perhitungan aktuaria untuk kelas 1 sebesar Rp160.000 (hitungan aktuaria Rp274.000), kelas 2 sebesar Rp110.000 (seharusnya Rp190.000), dan kelas 3 sebesar Rp42.000 (seharusnya Rp131.000).
"Usulan penyesuaian iuran telah memperhitungkan kemampuan masyarakat dan pemerintah masih menanggung iuran lebih besar, ” kata Kisworowati.
Ia menyebutkan pemerintah mendapatkan porsi 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah (ASN), TNI, dan Polri.
Sebanyak 73,63 persen (dari total 221 juta peserta JKN-KIS) tersebut, lanjut Kisworowati, sebanyak 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu ditanggung negara oleh APBN dan 37,3 juta penduduk ditanggung oleh APBD.
“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan. Untuk iuran peserta mandiri kelas 3, sebenarnya tidak sampai Rp1.500 per hari. Hampir sama seperti bayar parkir motor per jam di mal," katanya.
Untuk peserta mandiri kelas 1, tambah Kisworowati, iurannya kurang dari Rp5.500 per hari, begitu juga untuk kelas 2 iurannya tidak sampai Rp4.000 per hari.
Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, kata Kisworowati, maka iurannya ditanggung pemerintah melalui APBN dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda dijamin iurannya oleh APBD.
Terkait buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.
“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, berdampak menambah iuran sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh dan angka itu sudah termasuk untuk 5 orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan(suami/istri) dan 3 orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp.5.400 per jiwa per bulan,” kata Kisworowati.
Baca juga: BPJS Kesehatan sosialisasikan kepesertaan di Wonogiri
Baca juga: Ini hitungan biaya kesehatan dari naiknya iuran BPJS Kesehatan