Bandung (Antaranews Jateng) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 3 Jawa Tengah dan DIY sudah menyelesaikan sebanyak 1.207 pengaduan dari masyarakat terkait lembaga keuangan.
    
"Untuk pengaduan yang masuk bermacam-macam namun didominasi oleh perbankan," kata Deputi Direktur Manajemen Strategis dan Kemitraan Pemerintah Daerah Kantor OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Dedy Patria pada acara Pelatihan Wartawan di Bandung, Jumat.
    
Menurut dia, kasus tersebut selesai dalam arti OJK bisa menyelesaikan melalui proses klarifikasi, menyampaikan kepada si pengadu bahwa aduan tersebut tidak bisa diklarifikasi, dan sudah menyampaikan aduan ke kantor pusat.
    
Ia mengatakan untuk jumlah aduan di sektor perbankan sebanyak 868 aduan, pembiayaan sebanyak 159 aduan, sektor asuransi 120 aduan, dan jumlah aduan lain-lain sebanyak 60 aduan.
    
"Untuk aduan yang masuk bisa sifatnya informasi. Selanjutnya akan kami sampaikan bahwa ini bisa atau tidak difasilitasi oleh OJK," katanya.
    
Salah satunya mengenai unsur pelanggaran oleh bank yang diadukan, pihaknya berkoordinasi dengan pengawas perbankan.
    
"Dalam hal ini kami akan lakukan pembinaan terhadap bank itu. Misalnya kalau yang mengadu minta keringanan angsuran karena usahanya menurun atau keringanan sanksi itu sepenuhnya wewenang bank," katanya.
    
Jika sifatnya nasabah ini meminta keringanan angsuran dan sanksi, ia mengarahkan agar nasabah langsung berhubungan dengan bank. 
    
"Dalam hal ini kami minta bank untuk menanggapi. Kami undang dua pihak atau banknya dulu untuk menanyakan kenapa permasalahan ini bisa terjadi, kenapa tidak ditanggapi, dan seterusnya. Biasanya di sini sudah selesai," katanya.
    
Meski demikian, jika tidak selesai maka nasabah bisa maju ke mediasi melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Ia mengatakan LAPS ini sudah ada di semua industri keuangan. 
    
"Langkah berikutnya kalau masing-masing tidak puas baru ke pengadilan. Yang harus dipahami adalah permasalahan ini bisa diadukan ke OJK selama kasus belum pernah sampai ke proses hukum," katanya.
    
Sementara itu, untuk meminimalisasi adanya permasalahan antara debitur dengan kreditur, ia meminta perbankan agar tetap transparan dalam menawarkan produknya dan menerapkan suku bunga yang sudah ditetapkan.
    
"Yang banyak terjadi yaitu ketidaktransparan ini bisa jadi karena saat akad tidak disampaikan secara transparan. Perjanjian kredit tulisannya kecil, padahal di situ ada klausula penting yang sebetulnya sudah tercantum namun calon debitur tidak membaca akad," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024