Semarang (Antaranews Jateng) - Kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah telah mengesahkan sebanyak 77 peraturan daerah pada kurun waktu 2013-2018.
"Secara keseluruhan jumlah perda yang dibahas cukup banyak karena perubahan sejumlah kewenangan Pemerintah Provinsi Jateng sebagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Jateng Yudi Indras Wiendarto di Semarang, Selasa.
Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan adanya perubahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dan pengelolaan terminal bus dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi membutuhkan peraturan untuk penataan dan dasar pengalokasian anggaran dalam pengelolaannya sebagai payung hukum.
Pada 2018, kata dia, Bapemperda DPRD Provinsi Jateng menerima 12 usulan rancangan peraturan daerah, yang delapan diantaranya sudah selesai pembahasan dan sedang dalam pembahasan.
Pembahasan tiga usulan raperda masih menunggu aturan di atasnya, salah satunya raperda tentang zonasi dan satu usulan raperda tak disetujui Bapemperda DPRD Provinsi Jateng yakni raperda tentang penggabungan perusahaan.
"Ada 3-4 usulan raperda yang pembahasannya nunggu cantolan hukum di atasnya. Satu lainnya 'didrop' karena kajiannya belum lengkap yaitu raperda tentang 'holding'," ujarnya pada diskusi tentang produk legislasi daerah di Hotel Noormans Semarang.
Usulan raperda tersebut, lanjut dia, ada yang merupakan inisiatif dari kalangan legislatif maupun eksekutif dan dalam pembahasan usulan raperda hingga menjadi perda dilakukan secara bertahap.
"Setelah diusulkan, maka dibuat naskah akademik dan setelah itu dilakukan kajian oleh Bapemperda selama 14 hari hingga menentukan apakah raperda tersebut direkomendasikan untuk dibahas lebih lanjut atau ditolak," kata anggota Komisi E DPRD Jateng itu.
Jika direkomendasikan untuk pembahasan lebih lanjut, maka Bapemperda akan merekomendasikan pembahasan dilakukan oleh panitia khusus atau komisi di DPRD Jateng yang terkait.
"Setelah itu hasil pembahasan dipaparkan di rapat paripurna. Kendati demikian, kami meminta diprioritaskan perda yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Selain itu, Bapemperda juga memberikan batasan waktu untuk pembahasan satu perda yakni 120-160 hari kerja atau sesuai dengan tata tertib DPRD Jateng yang baru.
"Pembatasan waktu itu bertujuan agar pembahasan tidak molor dan kinerja DPRD menjadi lebih terukur karena kalau melebihi waktu itu maka akan dilakukan evaluasi. Kami tidak ingin pembahasan perda itu 'multiyears' karena jadi tidak akuntabel," katanya.(ksm)
"Secara keseluruhan jumlah perda yang dibahas cukup banyak karena perubahan sejumlah kewenangan Pemerintah Provinsi Jateng sebagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Jateng Yudi Indras Wiendarto di Semarang, Selasa.
Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan adanya perubahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dan pengelolaan terminal bus dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi membutuhkan peraturan untuk penataan dan dasar pengalokasian anggaran dalam pengelolaannya sebagai payung hukum.
Pada 2018, kata dia, Bapemperda DPRD Provinsi Jateng menerima 12 usulan rancangan peraturan daerah, yang delapan diantaranya sudah selesai pembahasan dan sedang dalam pembahasan.
Pembahasan tiga usulan raperda masih menunggu aturan di atasnya, salah satunya raperda tentang zonasi dan satu usulan raperda tak disetujui Bapemperda DPRD Provinsi Jateng yakni raperda tentang penggabungan perusahaan.
"Ada 3-4 usulan raperda yang pembahasannya nunggu cantolan hukum di atasnya. Satu lainnya 'didrop' karena kajiannya belum lengkap yaitu raperda tentang 'holding'," ujarnya pada diskusi tentang produk legislasi daerah di Hotel Noormans Semarang.
Usulan raperda tersebut, lanjut dia, ada yang merupakan inisiatif dari kalangan legislatif maupun eksekutif dan dalam pembahasan usulan raperda hingga menjadi perda dilakukan secara bertahap.
"Setelah diusulkan, maka dibuat naskah akademik dan setelah itu dilakukan kajian oleh Bapemperda selama 14 hari hingga menentukan apakah raperda tersebut direkomendasikan untuk dibahas lebih lanjut atau ditolak," kata anggota Komisi E DPRD Jateng itu.
Jika direkomendasikan untuk pembahasan lebih lanjut, maka Bapemperda akan merekomendasikan pembahasan dilakukan oleh panitia khusus atau komisi di DPRD Jateng yang terkait.
"Setelah itu hasil pembahasan dipaparkan di rapat paripurna. Kendati demikian, kami meminta diprioritaskan perda yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Selain itu, Bapemperda juga memberikan batasan waktu untuk pembahasan satu perda yakni 120-160 hari kerja atau sesuai dengan tata tertib DPRD Jateng yang baru.
"Pembatasan waktu itu bertujuan agar pembahasan tidak molor dan kinerja DPRD menjadi lebih terukur karena kalau melebihi waktu itu maka akan dilakukan evaluasi. Kami tidak ingin pembahasan perda itu 'multiyears' karena jadi tidak akuntabel," katanya.(ksm)