Solo (Antaranews Jateng) - Sekitar 25.000 koperasi di Jawa Tengah dalam kondisi sehat seiring dengan pembinaan dan kontrol yang terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jateng.
"Sebelumnya jumlah koperasi di Jawa Tengah mencapai lebih dari 28.000 koperasi, tetapi hingga tahun lalu kami sudah membubarkan sebanyak 3.760 koperasi karena tidak sehat," kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati di Solo, Senin.
Ia mengatakan salah satu indikator koperasi tersebut dikatakan tidak sehat yaitu tidak melakukan rapat anggota tahunan (RAT) secara aktif.
"Selain itu juga alamat kantor koperasi tidak jelas, jadi tidak bisa diketahui jejaknya," katanya.
Sementara itu, pihaknya berupaya untuk terus melakukan pantauan kinerja terhadap koperasi agar keberadaan koperasi tersebut benar-benar dapat menjadi penopang perekonomian rakyat.
"Memang ada beberapa tantangan yang harus kami hadapi dalam pengembangan koperasi, meski demikian harus bisa diselesaikan," katanya.
Ia mengatakan beberapa tantangan tersebut di antaranya sumber daya manusia (SDM), digitalisasi, serta kelembagaan. Menurut dia, tiga sektor tersebut sangat penting untuk dibenahi oleh para pengurus koperasi.
"Selain itu juga harus dijalankan sehingga berdampak pada efektivitas, efisiensi, serta profesionalitas sistem keuangan koperasi," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM) Republik Indonesia Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan dari hasil penyusunan database, dikatakannya, lebih dari 200.000 koperasi di seluruh Indonesia, sekitar 80.000 dinyatakan sebagai koperasi yang sehat, 75.000 perlu dibina, dan sekitar 50.000 dibubarkan karena dianggap tidak sehat.
"Untuk yang 75.000 ini perlu dibina, baik oleh pemda maupun kementerian agar menjadi koperasi yang sehat, salah satunya adalah melakukan rapat anggota setiap tahun," katanya.
Dari sejumlah upaya yang dilakukan tersebut, ia membandingkan jika pada tahun 2014 PDB koperasi masih di angka 1,71 persen, pada tahun 2017 naik menjadi 4,48 persen.
"Selain itu, perkembangan ini juga berdampak pada angka wirausahawan di Indonesia. Jika pada tahun 2014 jumlah wirausahawan kita masih 1,65 persen dari total penduduk usia produktif, untuk tahun 2017 naik menjadi 3,1 persen," katanya.
"Sebelumnya jumlah koperasi di Jawa Tengah mencapai lebih dari 28.000 koperasi, tetapi hingga tahun lalu kami sudah membubarkan sebanyak 3.760 koperasi karena tidak sehat," kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati di Solo, Senin.
Ia mengatakan salah satu indikator koperasi tersebut dikatakan tidak sehat yaitu tidak melakukan rapat anggota tahunan (RAT) secara aktif.
"Selain itu juga alamat kantor koperasi tidak jelas, jadi tidak bisa diketahui jejaknya," katanya.
Sementara itu, pihaknya berupaya untuk terus melakukan pantauan kinerja terhadap koperasi agar keberadaan koperasi tersebut benar-benar dapat menjadi penopang perekonomian rakyat.
"Memang ada beberapa tantangan yang harus kami hadapi dalam pengembangan koperasi, meski demikian harus bisa diselesaikan," katanya.
Ia mengatakan beberapa tantangan tersebut di antaranya sumber daya manusia (SDM), digitalisasi, serta kelembagaan. Menurut dia, tiga sektor tersebut sangat penting untuk dibenahi oleh para pengurus koperasi.
"Selain itu juga harus dijalankan sehingga berdampak pada efektivitas, efisiensi, serta profesionalitas sistem keuangan koperasi," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM) Republik Indonesia Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan dari hasil penyusunan database, dikatakannya, lebih dari 200.000 koperasi di seluruh Indonesia, sekitar 80.000 dinyatakan sebagai koperasi yang sehat, 75.000 perlu dibina, dan sekitar 50.000 dibubarkan karena dianggap tidak sehat.
"Untuk yang 75.000 ini perlu dibina, baik oleh pemda maupun kementerian agar menjadi koperasi yang sehat, salah satunya adalah melakukan rapat anggota setiap tahun," katanya.
Dari sejumlah upaya yang dilakukan tersebut, ia membandingkan jika pada tahun 2014 PDB koperasi masih di angka 1,71 persen, pada tahun 2017 naik menjadi 4,48 persen.
"Selain itu, perkembangan ini juga berdampak pada angka wirausahawan di Indonesia. Jika pada tahun 2014 jumlah wirausahawan kita masih 1,65 persen dari total penduduk usia produktif, untuk tahun 2017 naik menjadi 3,1 persen," katanya.