Semarang (Antaranews Jateng) - Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memandang perlu forensik digital (digital forensic) terhadap situs Dewan Pers pascaperetasan.
"Dengan digital forensic, akan diketahui teknik apa yang dipakai oleh peretas sekaligus melihat di mana saja backdoor dipasang peretas," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha kepada Antara di Semarang, Jumat malam.
Pratama mengatakan hal itu ketika merespons peretasan terhadap situs milik Dewan Pers sehingga web ini tidak bisa diakses sama sekali. Bahkan, dalam salah satu subdomainnya, peretas menampilkan gambar wanita berpakaian seksi.
Menurut pakar keamanan siber itu, dari ciri-ciri dan sistem yang diretas, kemungkinan peretas sudah dapat masuk ke panel utama dari domain dewanpers.co.id.
Menyinggung keberadaan backdoor (pintu belakang), Pratama menjelaskan bahwa keberadaannya bertujuan untuk masuk ke sistem dan bisa mengambil alih lagi di lain waktu. Oleh karena itu, wajib diwaspadai.
Ia memandang perlu koordinasi dengan instansi terkait keamanan siber, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Hal ini sangat penting sehingga tercipta kolaborasi bersama dalam menghadapi serangan siber semacam itu.
"Apalagi, teknik serangan makin kompleks dan canggih. Ke depannya sangat sulit jika dihadapi secara parsial tanpa kolaborasi," katanya.
Peretasan terhadap situs Dewan Pers, kata Manajer Humas CISSReC Ibnu Dwi Cahyo menambahkan, juga ditemukan dalam "cache" beberapa subdomain yang juga diretas, yaitu pendataan.dewanpers.or.id dan pengaduan.dewanpers.co.id.
Pratama menjelaskan bahwa tiga domain tersebut berada dalam IP (Internet Protocol) yang sama sehingga ada kemungkinan peretas sudah dapat masuk tidak hanya ke server (peladen) web, tetapi juga ke operating system server.
Bila dilihat dari timeline hacking, menurut Pratama, sudah beberapa kali dilakukan peretasan terhadap web dewanpers.co.id, dan kemungkinan peretas sudah meninggalkan backdoor.
Ia menekankan perlunya digital forensic segera terhadap situs Dewan Pers karena kemungkinan peretas sudah menyerang sejak lama dan meninggalkan "backdoor" (pintu belakang).
"Peretas sudah mengincar untuk membuat web down saat Hari Pers Nasional," kata pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.
Serangan berikutnya, lanjut dia, dapat diantisipasi bukan hanya dari "traffic" serangan, melainkan juga dari anomali-anomali yang dilakukan di dalam sistem situs tersebut.
"Dengan digital forensic, akan diketahui teknik apa yang dipakai oleh peretas sekaligus melihat di mana saja backdoor dipasang peretas," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha kepada Antara di Semarang, Jumat malam.
Pratama mengatakan hal itu ketika merespons peretasan terhadap situs milik Dewan Pers sehingga web ini tidak bisa diakses sama sekali. Bahkan, dalam salah satu subdomainnya, peretas menampilkan gambar wanita berpakaian seksi.
Menurut pakar keamanan siber itu, dari ciri-ciri dan sistem yang diretas, kemungkinan peretas sudah dapat masuk ke panel utama dari domain dewanpers.co.id.
Menyinggung keberadaan backdoor (pintu belakang), Pratama menjelaskan bahwa keberadaannya bertujuan untuk masuk ke sistem dan bisa mengambil alih lagi di lain waktu. Oleh karena itu, wajib diwaspadai.
Ia memandang perlu koordinasi dengan instansi terkait keamanan siber, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Hal ini sangat penting sehingga tercipta kolaborasi bersama dalam menghadapi serangan siber semacam itu.
"Apalagi, teknik serangan makin kompleks dan canggih. Ke depannya sangat sulit jika dihadapi secara parsial tanpa kolaborasi," katanya.
Peretasan terhadap situs Dewan Pers, kata Manajer Humas CISSReC Ibnu Dwi Cahyo menambahkan, juga ditemukan dalam "cache" beberapa subdomain yang juga diretas, yaitu pendataan.dewanpers.or.id dan pengaduan.dewanpers.co.id.
Pratama menjelaskan bahwa tiga domain tersebut berada dalam IP (Internet Protocol) yang sama sehingga ada kemungkinan peretas sudah dapat masuk tidak hanya ke server (peladen) web, tetapi juga ke operating system server.
Bila dilihat dari timeline hacking, menurut Pratama, sudah beberapa kali dilakukan peretasan terhadap web dewanpers.co.id, dan kemungkinan peretas sudah meninggalkan backdoor.
Ia menekankan perlunya digital forensic segera terhadap situs Dewan Pers karena kemungkinan peretas sudah menyerang sejak lama dan meninggalkan "backdoor" (pintu belakang).
"Peretas sudah mengincar untuk membuat web down saat Hari Pers Nasional," kata pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.
Serangan berikutnya, lanjut dia, dapat diantisipasi bukan hanya dari "traffic" serangan, melainkan juga dari anomali-anomali yang dilakukan di dalam sistem situs tersebut.