Purwokerto, Antara Jateng - Fenomena La Nina yang muncul sejak akhir Juni telah mengakibatkan terjadinya hujan sepanjang musim kemarau 2016 sehingga tidak ada daerah yang mengalami kekeringan.

Kondisi tersebut pun dimanfaatkan petani yang baru menyelesaikan panen padinya dengan dengan menyegerakan pengolahan sawah agar dapat ditanami kembali.

Bahkan, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Dintanbunhut) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Tjutjun Sunarti, menganjurkan petani setempat yang telah selesai panen untuk segera kembali menanam padi.

Anjuran untuk segera menanam padi tersebut dikarenakan saat sekarang sedang berlangsung fenomena La Nina sehingga hujan tetap akan turun sepanjang 2016.

Oleh karena itu, lanjut dia, Kementerian Pertanian menambah target luasan tanam padi untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.

"Kabupaten Banyumas pada tahun 2016 sebenarnya menargetkan luas tanam sekitar 69.000 hektare dengan target produktivitas enam ton per hektare namun dengan adanya kebijakan dari Kementerian Pertanian tersebut, luasan tanam padinya ditambah 6.000 hektare sehingga menjadi 75.000 hektare," katanya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan (Dinpertannak) Kabupaten Cilacap dengan menganjurkan petani setempat untuk melakukan percepatan tanam padi.

Akan tetapi, karena tingginya curah hujan yang terjadi selama musim kemarau, pengolahan sawah pun tertunda karena ada sejumlah area persawahan yang terendam banjir.

Bahkan, banjir juga sempat merendam sawah yang baru ditanami sekitar dua minggu maupun sawah siap panen.

Kepala Dinpertannak Cilacap Gunawan mengakui jika beberapa area persawahan di Kecamatan Maos sempat ada yang terendam banjir namun langsung dapat ditangani.

"Itu tidak seberapa namun langsung kami tangani dengan membuat saluran air," katanya.

Selain itu, ada pula area persawahan siap panen di Kecamatan Kroya yang sempat terendam banjir namun padinya masih dapat diselamatkan.

Area persawahan di Cilacap yang rawan banjir, antara lain berada di Kecamatan Bantarsari, Sidareja, Majenang, Wanareja, dan Kroya.

Bahkan di Desa Rawajaya, Kecamatan Bantarsari, terdapat area persawahan yang selalu terendam banjir saat musim hujan sehingga hanya bisa tanam padi ketika musim kemarau.

Terkait dengan hal itu, dia mengimbau petani di daerah rawan banjir untuk menanam varietas padi yang tahan rendaman air guna mengantisipasi tingginya curah hujan selama musim tanam Oktober-Maret akibat pengaruh La Nina.

Sementara itu, salah seorang petani di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Cilacap, Karno, mengaku masih membiarkan sawahnya yang telah selesai panen sekitar dua bulan lalu.

"Saya belum mulai mengolah sawah, biar sawahnya istirahat dulu. Mungkin dalam beberapa minggu ke depan baru mulai digarap," katanya.

Ia mengaku tidak khawatir sawahnya terendam banjir akibat tingginya curah hujan yang terjadi sejak beberapa waktu terakhir.

Hal itu, disebabkan pemerintah telah membantu petani dengan menormalisasi sungai dan saluran irigasi sehingga jika terjadi banjir tidak sampai berhari-hari.

"Biasanya kalau sawah di sini terendam banjir akan segera surut dalam sehari. Apalagi posisi Kalijaran lebih tinggi dari desa-desa tetangga," katanya.

Petani di Kebasen, Banyumas, Karto, mengaku sudah mulai menebar benih dan mengolah sawahnya.

Hal itu dilakukan agar bisa tanam serentak pada Oktober bersama petani lainnya sehingga bisa meminimalkan serangan hama dan penyakit tanaman.

"Kalau masalah curah hujan yang tinggi, itu sudah risiko petani," katanya.

Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Suwarto mengimbau petani untuk mewaspadai serangan hama dan penyakit terhadap tanaman padi yang diperkirakan meningkat pada musim tanam Oktober-Maret.

"Fenomena La Nina ada dampak positif bagi pertanian dan ada pula dampak negatifnya. Dampak positifnya, kita bisa segera mempersiapkan tanaman untuk musim tanam berikutnya sehingga bisa lebih maju (waktu tanamnya, red.) dan ada sela waktu untuk tanam palawija," katanya.

Sementara dampak negatif dari La Nina, musim kemarau yang seharusnya kering justru sering terjadi hujan lebat sehingga mengakibatkan banjir dan sebagainya.

Selain itu, hama dan penyakit tanaman yang seharusnya hilang saat musim kemarau justru tetap berkembang akibat kelembabannya tinggi karena hujan terus-menerus.

"Jadi itu (pengaruh La Nina, red.) suatu hal yang kurang menguntungkan bagi dunia pertanian karena hama dan penyakit tetap berkembang karena musim kemarau seharusnya dapat memutus siklus hama dan penyakit tanaman," jelasnya.

Oleh karena itu, dia mengimbau petani untuk mewaspadai berkembangnya hama dan penyakit tanaman padi pada musim tanam Oktober-Maret.

Berdasarkan prakiraan cuaca yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan 2016-2017 masih dipengaruhi fenomena La Nina sehingga curah hujannya berpotensi di atas normal sehingga kelembaban tetap tinggi.

Menurut dia, penyakit yang disebabkan oleh jamur berpotensi menyerang tanaman ketika kelembabannya tinggi.

"Kalau pada tanaman padi yang perlu diwaspadai, di antaranya penyakit blas dan penyakit akibat bakteri. Itu perlu diantisipasi," kata Guru Besar Ilmu Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unsoed itu.

Terkait dengan hal itu, dia menyarankan petani untuk tidak memberikan pupuk nitrogen terlalu banyak pada tanaman padi.

Sementara bagi Dinas Pertanian maupun Dinas Pengairan, Suwarto mengimbau untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir yang menggenangi area persawahan.

"Selain itu, perlu disediakan cadangan benih guna mengantisipasi kemungkinan adanya benih yang baru disemai maupun bibit tanaman yang baru ditanam terendam banjir," katanya.

Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo mengimbau masyarakat mewaspadai peningkatan intensitas dan curah hujan pada musim hujan 2016-2017 yang diprakirakan mulai berlangsung pada Oktober 2016.

"Ini karena La Nina diprakirakan masih akan berlangsung hingga bulan Januari 2017 sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi peningkatan curah hujan selama musim hujan. Dalam hal ini, curah hujannya diprakirakan di atas normal akibat pengaruh La Nina," katanya.

Berdasarkan pengamatan BMKG terhadap curah hujan selama musim kemarau 2016 di Cilacap tercatat sangat tinggi akibat pengaruh La Nina.

Curah hujan pada Juli tercatat mencapai 754 milimeter, sedangkan dalam kondisi normal hanya 118 milimeter per bulan.

Sementara pada Agustus, mencapai 327 milimeter atau meningkat hampir tiga kali lipat dari kondisi normal yang 90 milimeter per bulan.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024