Ketekunan mereka memang berbuah manis. Kini pasangan ini memiliki rumah cukup megah dua lantai yang dijadikan sebagai galeri untuk menjajakan batik-batiknya, baik masih berupa kain maupun pakaian jadi.

Perempuan muda berkacamata tersebut menceritakan pengalamannya saat mengawali terjun di dunia perbatikan pada 2006. Meskipun Lasem punya sejarah perbatikan, ia kala itu sama sekali tidak tahu tentang batik, apalagi pemasarannya.

"Saya benar-benar mengawali dari nol," katanya.

Rasa ingin tahu membawanya belajar membatik dari pengrajin lain. Perlahan ia memahami batik dan belajar bagaimana memasarkan produk khas Indonesia hingga akhirnya bersama suaminya ia membuka usahanya.

Produknya bisa diterima pasar, bahkan kini sudah merambah ke Solo, Surabaya, dan Jakarta. "Rata-rata (omzet) per bulan mencapai Rp150 juta-Rp200 juta," katanya ketika ditemui di rumahnya Sabtu (29/11) lalu.

Prospek bisnis batik di masa mendatang diperkirakan tetap cerah. Oleh karena itu, Farida pun optimistis omzetnya masih bisa ditingkatkan lagi. Apalagi belakangan ini PT Semen Indonesia ikut memberi pinjaman lunak hingga puluhan juta rupiah untuk mengembangkan usaha para pengrajin di Desa Karanggede.

PT Semen Indonesia yang akan membuka pabrik di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, itu juga memfasilitasi para pengrajin batik binaannya untuk mengikuti pameran.

Dari ajang pameran inilah biasanya para pengrajin mendapatkan pelanggan baru atau kontak bisnis baru.







Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024