Setiap arus mudik dan balik Lebaran, dari tahun ke tahun, jumlah korban meninggal dalam perjalanan selalu memakan korban tewas hingga ratusan jiwa. Hingga H+2 pasca-Lebaran 2013, Polri mencatat jumlah korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 471 orang.
"Dari sebanyak 2.095 kejadian kecelakaan, korban meninggal hingga kemarin 471 orang," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto di Jakarta, Minggu.
Sungguh bukan jumlah korban tewas yang sedikit. Meskipun kita tidak mengharapkan jatuhnya korban lagi, pengalaman selama ini membuktikan bahwa jumlah korban bisa bertambah bersamaan dengan waktu puncak arus balik.
Kita mengapresiasi Polri yang sudah bekerja keras, bersiaga 24 jam di sepanjang jalur strategis arus mudik dan balik Lebaran. Namun, untuk menekan jumlah korban selama Lebaran tampaknya belum seperti yang diharapkan.
Sebagai perbandingan, jumlah korban tewas pada Lebaran 2012 tercatat sekitar 900 jiwa. Kita berharap kerja keras polisi, beserta seluruh relawan sosial pada Lebaran 2013 bisa membuahkan hasil yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah korban jiawa.
Berapa pun jumlah korban jiwa manusia, kehilangan nyawa tetap merupakan tragedi kemanusiaan. Di balik angka kematian itu, terselip kisah panjang korban yang ingin berbagi kebahagiaan dengan liyan (others). Kisah ini memang memilukan karena kehilangan jiwa itu sesaat ketika pemudik akan atau baru saja bertemu dengan orang tua, kerabat, atau sahabat di kampung halaman.
Dari keterangan polisi, sebagian besar korban tersebut merupakan pengendara sepeda motor. Perjalanan jauh nan melelahkan memang sangat berisiko bagi pengendara sepeda motor, yang nyaris tanpa perlindungan berarti, kecuali helm. Apalagi bila sepeda motor itu dibebani lebih dari dua nyawa ketika menempuh perjalanan panjang.
Imbauan pemerintah agar pemudik menggunakan kendaraan umum, seperti bus, kereta api, kapal laut, atau pesawat terbang, mungkin sudah ada hasilnya. Namun, mengendarai sepeda motor saat mudik , bagi sebagian orang, bukan sekadar pilihan karena lebih hemat atau praktis.
Setelah bertahun-tahun merantau, mereka ingin menunjukkan hasil kerja kerasnya di tanah rantau. Salah satu simbolnya, membawa pulang kampung sepeda motor baru atau mobil.
Sepeda motor sebagai alat transportasi utama para pekerja dan pelajar memang fenomenal. Dalam lima tahun terakhir sepeda motor sudah mendominasi jalan-jalan di kota dan daerah. Setiap tahun jumlah sepeda motor baru yang terjual sekitar 6-7 juta unit, sedangkan mobil sejak tahun tahun lalu menembus angka penjualan satu juta unit.
Melonjaknya kendaraan bermotor ini tidak diikuti dengan penambahan panjang dan lebar jalan sehingga di mana-mana terjadi kemacetan. Sementara itu, gagasan untuk membuat jalur eksklusif sepeda motor selama ini tidak ditanggapi serius. Padahal, populasi sepeda motor terus melesat seiring dengan membaiknya ekonomi kelas bawah.
Kita berharap ada penyelesaian terpadu untuk menekan korban jiwa sia-sia di jalanan.
Pemilik kendaraan bermotor, termasuk sepeda motor, berhak menuntut jaminan keselamatan itu, antara lain dengan meminta jalur khusus sepeda motor. Mereka telah membayar pajak triliunan rupiah sehingga berhak juga mendapatkan jalur yang aman dan nyaman.
Kehilangan satu nyawa tetap merupakan tragedi. Apalagi bila ratusan korban jiwa terus berjatuhan di jalanan.
Sungguh merupakan megatragedi bila ratusan jiwa melayang hanya dalam 10 hari menjelang dan sesudah hari raya. ***