Purwokerto (ANTARA) - Pakar komunikasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto rof Mite Setiansah menilai langkah pemerintah menayangkan video pendek capaian program di bioskop sebagai hal yang wajar sepanjang tidak dilakukan secara represif atau bersifat pemaksaan.
"Kalau lembaga komersial bisa menggunakan bioskop untuk menyampaikan informasi, maka pemerintah juga memiliki hak yang sama. Itu hal yang wajar," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (16/9).
Menurut dia, penayangan tersebut pada dasarnya dapat dipandang sebagai bagian dari iklan layanan masyarakat yang bertujuan memperkenalkan hasil kinerja pemerintah kepada publik.
Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa mekanisme penayangannya tetap harus memperhatikan kesediaan pihak pengelola bioskop sebagai penyelenggara.
"Hanya yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai menjadi kewajiban yang dipaksakan. Jika itu dilakukan secara top down (dari atas ke bawah), justru bisa menimbulkan kesan propaganda dan menuai respon negatif dari masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah memang memiliki kepentingan untuk menyampaikan informasi terkait hasil kerja maupun layanan yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
Akan tetapi, kata dia, cara penyampaian yang kurang tepat justru bisa menimbulkan resistensi.
"Kalau informasinya relevan dan benar-benar dibutuhkan publik, masyarakat akan menyambut positif. Tetapi jika hanya sekadar menonjolkan figur atau pencitraan, tentu penerimaannya akan berbeda," katanya menegaskan.
Baca juga: Pakar Unsoed : Gunakan pembuktian terbalik untuk RUU Perampasan Aset
Dia menilai pemilihan konten menjadi aspek penting dalam komunikasi publik karena pesan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, misalnya informasi tentang layanan baru atau akses kemudahan tertentu, akan lebih efektif dibanding tayangan yang hanya berisi penonjolan pejabat.
Selain bioskop, kata dia, pemerintah sebenarnya memiliki banyak kanal komunikasi lain yang dapat dimanfaatkan, yakni media sosial resmi maupun laman lembaga pemerintah sudah menjadi saluran umum dalam menyampaikan informasi publik.
"Prinsipnya, pemerintah perlu menyampaikan kinerjanya. Itu bahkan penting, agar masyarakat tahu apa yang sudah dan sedang dilakukan, namun caranya harus elegan, tidak terkesan memaksa, serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat," katanya.
Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa sensitivitas publik terkait penayangan konten pemerintah di bioskop juga dipengaruhi oleh memori sejarah masa lalu.
Pada masa pemerintahan terdahulu, kata dia, bioskop pernah digunakan sebagai sarana propaganda politik sehingga berpotensi menimbulkan persepsi yang beragam di tengah masyarakat saat ini.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih hati-hati. Jangan sampai niat baik untuk menyampaikan informasi justru berbalik menjadi kritik karena dianggap sebagai bentuk represi atau propaganda," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia menegaskan kunci efektivitas komunikasi publik pemerintah terletak pada isi pesan dan cara penyampaiannya.
"Kalau kontennya bermanfaat dan disampaikan dengan cara yang tepat, masyarakat akan lebih mudah menerima," kata Prof Mite.
Video yang ditayangkan di bioskop tersebut memuat cuplikan kegiatan dan potongan pernyataan Presiden Prabowo Subianto, lengkap dengan data capaian program, seperti total produksi beras nasional yang telah mencapai 21,76 juta ton hingga Agustus 2025, beroperasinya 5.800 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), serta peluncuran 80.000 kelembagaan Koperasi Desa Merah Putih dan 100 Sekolah Rakyat.
Dalam video itu juga disebutkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025 telah menjangkau 20 juta penerima manfaat.
Dalam video yang diputar sebelum pemutaran film utama itu, pihak bioskop juga menayangkan peringatan agar penonton tidak merekam layar. Setelah video berakhir, barulah film dimulai seperti biasa.
Baca juga: Pakar: Transformasi pemasyarakatan dorong reintegrasi sosial napi
Baca juga: PLN-Unsoed gelar WATT NEXT 2025 ajak generasi muda berinovasi
Baca juga: Pakar Unsoed: Nusakambangan potensial kembangkan "food estate"

