Solo (ANTARA) - Pendidikan tidak hanya soal kurikulum. Kurikulum sebaik apa pun akan tersandung bila ruang kelas bocor, toilet rusak, atau laboratorium sekadar papan nama. Karena itu, program Revitalisasi Sekolah 2025 yang digagas Presiden Prabowo dengan Mendikbud Prof Abdul Mu'ti patut dipandang sebagai investasi jangka panjang, bukan proyek tambal sulam.
Pemerintah mengalokasikan Rp17,1 triliun untuk merevitalisasi 10.440 sekolah di seluruh Indonesia. Angka itu setara anggaran tahunan beberapa kementerian. Sasarannya jelas: ruang kelas, ruang guru, perpustakaan, laboratorium, toilet, hingga Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Semua titik vital sekolah disentuh agar proses belajar berjalan sehat, nyaman, dan bermakna. Menurut rilis resmi Kemendikbudristek (2024), program ini merupakan salah satu langkah prioritas untuk menutup ketimpangan fasilitas antarwilayah.
Revitalisasi tahun 2025 bukan sekadar menambah jumlah bangunan. UNESCO dalam Global Education Monitoring Report (2015) menegaskan kualitas fasilitas sekolah berbanding lurus dengan capaian belajar siswa. Sekolah dengan ruang kelas layak, laboratorium aktif, dan lingkungan sehat cenderung melahirkan siswa dengan prestasi akademik maupun non akademik lebih baik dan berkemajuan.
Lebih jauh, revitalisasi menemukan relevansinya dengan konsep pembelajaran mendalam (Deep Learning) yang kini banyak dibicarakan di ranah akademik. Konsep ini menekankan tiga elemen penting: Meaningful Learning, Mindful Learning, dan Joyful Learning.
Menurut penulis, Meaningful Learning: siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan baru pada pengalaman sebelumnya. Mindful Learning: siswa berproses dengan kesadaran penuh, melatih fokus dan refleksi. Joyful Learning: suasana belajar yang menyenangkan sehingga memantik motivasi.
Berdasarkan kajian Widyastuti & Nurhadi (2024) menegaskan, integrasi ketiga aspek ini meningkatkan pemahaman konseptual, kreativitas, dan motivasi. Dengan kata lain, revitalisasi fisik harus menjadi pintu masuk menuju ruang-ruang belajar yang bermakna, sadar, dan menggembirakan. Gedung baru tanpa iklim belajar yang segar hanya akan menjadi bangunan kosong tanpa ruh pendidikan.
Yang menarik, model revitalisasi kini menggunakan mekanisme swakelola. Dana langsung ditransfer ke rekening sekolah. Pengelolaan dilakukan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) yang beranggotakan kepala sekolah, guru, komite, dan masyarakat.
Menurut Kemendikbudristek (2025), model ini menghadirkan tiga keuntungan. Pertama, efisiensi, karena proses pembangunan lebih cepat tanpa menunggu birokrasi panjang. Kedua, rasa memiliki, sebab masyarakat merasa sekolah bagian dari dirinya. Ketiga, dampak ekonomi lokal, karena tukang, penyedia material, dan pelaku usaha di sekitar sekolah ikut merasakan manfaat.
Dengan mekanisme ini, revitalisasi bukan hanya soal beton, tetapi juga soal gerakan sosial yang memperkuat ikatan antara sekolah dan lingkungannya. Inilah wajah baru pembangunan pendidikan: partisipatif, transparan, dan berdaya guna langsung bagi masyarakat.
Revitalisasi Sekolah 2025 menjadi tonggak penting menuju Indonesia Emas 2045. Program ini memberi harapan bahwa fasilitas sekolah tidak lagi menjadi penghalang kualitas belajar. Namun, pekerjaan rumahnya ialah menjaga konsistensi. Jangan sampai semangat besar padam di tengah jalan atau terjebak proyek seremonial yang hanya meninggalkan prasasti tanpa perubahan berarti.
Keberhasilan revitalisasi harus diukur dari dua sisi. Pertama, kualitas fisik sekolah yang benar-benar meningkat. Kedua, iklim belajar yang lebih sehat, inklusif, dan menyenangkan. Jika kedua hal ini berjalan beriringan, hasilnya adalah generasi muda yang lebih siap menghadapi tantangan zaman.
Revitalisasi sekolah tidak boleh berhenti pada 2025. Program ini harus menjadi budaya baru dalam pembangunan pendidikan. Tahun-tahun berikutnya, evaluasi menyeluruh perlu dilakukan untuk memastikan dana digunakan tepat sasaran dan kebutuhan nyata di lapangan benar-benar terjawab.
Dengan demikian, yang lahir bukan hanya ruang kelas baru, melainkan juga semangat belajar baru. Pendidikan tidak boleh lagi tersandung pada fasilitas yang rapuh. Ia harus menjadi ruang hidup yang sehat, menggembirakan, dan penuh makna.
Tugas kita bersama adalah mengawal program ini. Pendidikan adalah pintu masa depan bangsa. Jangan pernah lelah mencintai sekolah negeri maupun swasta di negeri ini, tempat lahirnya generasi cerdas, generasi emas, sehat, dan bahagia.
*Humas SD Muhammadiyah 1 Solo

