Cilacap (ANTARA) - Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, optimistis wilayah itu tetap surplus beras pada tahun 2025 karena hingga bulan Juni telah mencatatkan surplus sebesar 184.298 ton.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dispertan Kabupaten Cilacap Budi Kuspriyatno di Cilacap, Kamis, mengatakan capaian surplus tersebut menunjukkan ketahanan pangan di Cilacap terjaga dengan baik, sekaligus menegaskan posisi daerah itu sebagai penyumbang beras terbesar kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Boyolali.
"Alhamdulillah sampai Juni kita surplus 184.298 ton beras setelah dikonversi. Posisi kita masih di peringkat kedua Jawa Tengah, di bawah Boyolali," katanya menegaskan.
Ia mengatakan keyakinan Cilacap tetap surplus beras pada tahun 2025 itu disebabkan saat sekarang petani di wilayah tersebut sedang memasuki masa panen gadu meskipun luasan lahannya tidak seluas saat panen pada musim hujan.
Berdasarkan prediksi, kata dia, luas panen padi di Cilacap pada bulan Agustus mencapai 23.000 hektare dan pada bulan September seluas 19.000 hektare.
Dengan demikian, lanjut dia, luasan panen pada masa panen gadu tahun 2025 lebih dari separuh luas lahan baku sawah di Cilacap yang mencapai 66.527 hektare.
"Dengan kondisi cuaca kemarau basah, produksi beras tahun ini diprediksi akan meningkat. Area persawahan yang memasuki panen gadu tersebar di wilayah timur Cilacap seperti Kecamatan Nusawungu, Sampang, dan Maos, sedangkan di wilayah barat hanya sedikit," katanya.
Ia mengakui faktor cuaca yang tidak menentu berpotensi memengaruhi hasil panen, terutama bagi petani tradisional.
Akan tetapi, kata dia, berkat adanya dukungan fasilitas pascapanen seperti mesin pengering (vertical dryer) dan kemitraan dengan Bulog membuat hasil panen petani tetap terserap.
"Begitu panen, gabah langsung bisa ditampung dan diolah. Jadi meskipun hujan turun, tidak terlalu mengganggu, petani tidak direpotkan menjemur hasil panen seperti dulu," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan setelah masa panen gadu selesai, petani di Cilacap akan segera memasuki musim tanam pertama (MT I) pada akhir September hingga Oktober 2025.
Menurut dia, hal itu sejalan dengan program pemerintah pusat untuk mempercepat tanam demi meningkatkan indeks pertanaman (IP).
"Kalau IP bisa naik dari rata-rata dua kali tanam setahun (IP 200) menjadi tiga kali (IP 300), otomatis produksi juga meningkat. Saat ini IP di Cilacap baru 1,8 dan berpotensi naik menjadi 2 pada tahun ini," katanya.
Ia mengharapkan peningkatan tersebut dapat terwujud, terutama jika masalah irigasi dari Sungai Citanduy di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat yang kerap terhambat dapat diatasi.
Dalam hal ini, kata dia, area persawahan di wilayah barat Cilacap berada di ujung aliran irigasi Citanduy, sehingga airnya sering terganggu.
Menurut dia, kondisi tersebut berbeda dengan area persawahan di wilayah timur Cilacap yang mengandalkan irigasi dari Sungai Serayu, sehingga aliran airnya selalu lancar.
"Kalau saluran air lancar, Cilacap sebenarnya berpeluang mengimbangi Boyolali. Untuk daerah yang mendapat aliran dari Sungai Serayu relatif aman, sedangkan yang dari Citanduy agak terkendala," katanya menegaskan.
Selain padi, kata dia, Dispertan Kabupaten Cilacap pada musim kemarau tahun 2025 juga fokus pada komoditas jagung.
Ia mengatakan produksi jagung di Cilacap pada bulan Juli mencapai 56.000 ton dari lahan panen seluas 8.481 hektare, sehingga menunjukkan rata-rata produktivitas sebesar 6,6 ton per hektare.
Menurut dia, prediksi luas panen jagung pada bulan Agustus mencapai 200 hektare, September seluas 161 hektare, dan Oktober sekitar 200 hektare.
"Tentu saja kita tidak bisa memaksa petani untuk menanam jagung, tapi kita sudah mengimbau," katanya.
Budi optimistis capaian surplus beras yang cukup besar, ditambah dukungan komoditas jagung, akan membuat sektor pertanian Cilacap tetap menjadi penopang ketahanan pangan daerah sekaligus mendukung program nasional peningkatan produksi pangan.
Baca juga: Satgas Pangan Polresta Cilacap intensifkan pengawasan distribusi beras

