Semarang (ANTARA) - "... Semarang kaline banjir, Ja sumelang ra dipikir. Jangkrik upa saba ning tangga, Malumpat ning tengah jogan ..." Demikian adalah petikan lirik lagu "Jangkrik Genggong" yang dibawakan oleh penyanyi kondang, Waldjinah.
Mungkin, Andjar Any sang penulis lagu terinspirasi dari banjir yang sudah seperti menjadi "langganan" bagi masyarakat Kota Semarang sehingga menuangkannya dalam tembang tersebut.
Banjir memang sudah menjadi problematika klasik di Kota Semarang ketika musim hujan. Apalagi diperparah dengan rob, yakni limpasan air laut ke darat, terutama di wilayah pesisir.
Semarang memang kota yang unik, sebab memiliki topografi wilayah yang beragam, baik perbukitan yang kemudian diistilahkan dengan Semarang atas, serta dataran rendah dan pesisir yang kemudian disebut Semarang bawah.
Beberapa daerah di Semarang tercatat sudah menjadi "langganan" banjir, di antaranya Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, dan Semarang Utara.
Nyaris pada setiap musim hujan, sejumlah jalan protokol di Kota Semarang juga digenangi banjir, terutama usai diguyur hujan dengan intensitas yang sangat deras.
Nyatanya, bukan hanya wilayah dataran rendah saja yang kebanjiran, beberapa permukiman di wilayah perbukitan juga beberapa kali diterjang banjir akibat tanggul sungai tak kuat menghadang air kiriman dari wilayah tetangga.
Beberapa permukiman yang terkena banjir ternyata bermasalah secara perizinan. Sebab, setelah diusut lahan yang dibangun itu bukan peruntukan perumahan, tetapi ruang terbuka hijau (RTH) atau daerah resapan.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang, terutama di bawah kepemimpinan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu untuk mengatasi banjir.
Bahkan, sosok yang akrab disapa Ita tersebut menegaskan bahwa banjir dan rob merupakan salah satu prioritas pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.
Proyek penanggulangan banjir
Pemkot Semarang menilai bahwa penanganan banjir dan rob, termasuk dalam PR di bidang infrastruktur sehingga berharap bisa segera tertangani dengan berbagai proyek yang dilakukan.
Berbagai proyek untuk penanggulangan banjir, antara lain pemasangan "sheet pile" di Tambaklorok, normalisasi Sungai Beringin dan Plumbon, serta pembangunan Tol Semarang-Demak.
Ada pula proyek-proyek lain untuk mengatasi banjir, seperti pembangunan Jembatan Nogososro di wilayah Tlogosari, Jembatan Tritunggal di Semarang Indah, dan pembangunan rumah-rumah pompa baru.
Memasuki awal tahun, beberapa proyek telah selesai sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat, seperti normalisasi Sungai Beringin yang membuat masyarakat di kawasan Mangkang tak lagi khawatir kebanjiran.
Demikian pula pembangunan Jembatan Nogososro di wilayah Tlogosari yang sedikit mengurangi rasa was-was masyarakat terhadap datangnya banjir saat hujan deras mendera.
Tak hanya kokoh, jembatan tersebut juga dilengkapi dengan sistem penyaring sampah sehingga tidak akan masuk memenuhi kolong jembatan, terutama saat debit air meningkat.
"Jembatan ini (Nogososro, red.) kan juga dinaikkan sehingga kalau ada air ini bisa mengalir dengan lancar ke muara Kali (Sungai) Tenggang," kata Ita.
Pembangunan Jembatan Nogososro yang menelan anggaran Rp2,2 miliar itu memang diharapkan bisa mengatasi problem banjir di wilayah Tlogosari Wetan, Tlogosari Kulon, dan Muktiharjo Kidul.
Namun, persoalan banjir ternyata tidak cukup diatasi dengan pembangunan infrastruktur, melainkan harus diiringi dengan perawatan secara berkala sungai dan saluran air yang semakin dangkal tertimbun sedimentasi.
Melalui Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Pemkot Semarang pun telah membersihkan saluran air dan pengerukan sedimentasi sungai di berbagai wilayah untuk mengantisipasi banjir.
Perizinan perumahan
Kepala DPU Kota Semarang Soewarto menyebutkan pengerukan telah menyasar berbagai wilayah, seperti Semarang bagian timur, antara lain Sungai Sringin Lama, Sungai Tambi, Sungai Tlogosari Wetan, Sungai Sodor, Sungai Gebang Anom, Sungai Bungkel, dan Sungai Sier.
Di wilayah Semarang bagian utara, meliputi Sungai Kokrosono, Sungai Semarang Ruas Layur - Yos Sudarso, Sungai Barder Bandarharjo, Saluran Tambak Lorok, Sungai Asin, dan Long Storage Sungai Baru.
"Untuk wilayah Semarang bagian barat, kami lakukan di Sungai Krakas Malang Randu Garut, Sungai Karang Anyar Tugurejo, Sungai Arteri Yos Sudarso, Sungai Puri Anjasmoro, Sungai Tawang Mas, Sungai Tugurejo, Sungai Tawangmas, Ruas Jalan Yos Sudarso, Saluran Jalan Raya Pantura, dan di depan Kelurahan Wonosari," katanya.
Wilayah Semarang bagian tengah dan selatan, antara lain Sungai Tandang, Tembalang, Sungai Wanamukti, Sambiroto, Kolam Retensi Kampung Kali, Embung Sendang Mulyo, Tembalang, saluran Jalan Kagok, saluran Jalan Bukit Unggul, Sungai Tandang, Sungai Wanamukti, saluran Jalan Sriwijaya, dan saluran Jalan Dargo.
Perawatan sungai secara berkala tentu juga menuntut peran serta masyarakat untuk ikut merawat, contoh paling sederhana adalah dengan tidak membuang sampah secara sembarangan ke sungai.
Tak hanya itu, penyalahgunaan fungsi lahan tidak boleh terulang, sebab masyarakat lah yang akhirnya menjadi korban ulah pengembang nakal yang tidak memenuhi perizinan untuk membangun perumahan.
Sebagai contoh, Perumahan Dinar Indah yang beberapa kali terdampak banjir bandang, dan peristiwa teranyar pada awal tahun 2023 menyebabkan 37 kepala keluarga dengan 147 jiwa terdampak, dan satu orang meninggal dunia.
Perumahan Dinar yang berada di wilayah cekungan yang berbatasan langsung dengan Sungai Pengkol sejatinya bukan diperuntukkan sebagai permukiman.
Terbaru, banjir yang menggenangi sebagian Perumahan Dahlia Meteseh pada pertengahan Desember 2024 akibat jebolnya tanggul Sungai Tunggu dan ternyata rumah yang terdampak banjir belum dilengkapi perizinannya oleh pengembang.
Pada 10 Februari 2025, Semarang akan memiliki wali kota dan wakil wali kota yang baru. Banjir dan rob masih akan menjadi PR yang menanti, termasuk sederet infrastruktur yang belum rampung.
Baca juga: Wali Kota Semarang ingatkan sejumlah proyek strategis tuntas di 2025