Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah memberikan pendampingan terhadap para pelajar yang bermasalah, seperti terlibat tawuran dan kenakalan remaja untuk mencegah mereka kembali melakukan perilaku yang menyimpang.
"Kami percaya, anak-anak kita pada dasarnya baik. Namun, mungkin ada salah pergaulan atau kurang perhatian, baik dari lingkungan rumah maupun sekitarnya," kata Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, di Semarang, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya saat pertemuan di Mapolrestabes Semarang dengan orang tua pelajar yang tertangkap melakukan tawuran.
Ita, sapaan akrab Hevearita menegaskan komitmen Pemkot Semarang untuk mendampingi dan membina anak-anak yang terlibat dalam aksi tawuran.
Menurut dia, penting untuk memahami akar masalah yang mendorong perilaku menyimpang tersebut sehingga pemerintah akan hadir untuk bersama-sama mengurai penyebab, memberikan perhatian, dan mendukung pembinaan anak-anak tersebut agar mereka tidak mengulangi kesalahan.
Dalam langkah pencegahan, Pemkot Semarang telah mengimplementasikan program Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) yang menyediakan ruang konsultasi bagi anak-anak dan orang tua.
Program tersebut melibatkan psikolog dan berbagai dinas terkait, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk menangani kasus perundingan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga anak putus sekolah.
"Di RDRM ada banyak tenaga psikolog profesional, tidak perlu takut untuk datang dan berkonsultasi. Banyak psikolog yang siap membantu, dan privasi tetap terjaga," katanya.
Ia ingin memastikan anak-anak yang merupakan harapan bangsa kembali memiliki masa depan yang cerah, sekaligus mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam membentuk lingkungan yang mendukung tumbuh kembang generasi muda.
Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Semarang Joko Hartono menambahkan pentingnya analisis individual untuk mencari akar permasalahan anak yang sampai terlibat dalam aksi kenakalan.
Melalui pembinaan, Pemkot Semarang optimistis dapat menekan angka kenakalan remaja dan menciptakan generasi yang lebih berprestasi serta berkarakter.
Bagi lulusan yang belum memiliki kesibukan, pihaknya akan berkoordinasi dan bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja untuk melaksanakan pelatihan keterampilan kerja.
"Dari hasil pertemuan tadi, mayoritas anak-anak ini berada di usia 13-17 tahun. Penyebab umumnya adalah putus sekolah, kurang perhatian orang tua, atau berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Kami akan menggali lebih dalam setiap kasus untuk menentukan langkah pembinaan yang tepat," katanya.
Joko mengatakan akan menggali akar permasalahan setiap anak dan memberikan solusi terbaik sesuai dengan kebutuhan anak per anak yang berbeda satu dengan yang lain.
Sedangkan di sektor pendidikan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bambang Pramusinto mendukung penuh dengan menyediakan pendidikan formal dan non-formal, serta anak-anak yang putus sekolah akan difasilitasi mengikuti program kejar paket A dan B.
Selain itu, permintaan khusus dari seorang siswa kelas 9 agar tetap bisa menyelesaikan pendidikannya di SMP telah ditindaklanjuti melalui komunikasi dengan pihak sekolah agar memberikan kesempatan bagi siswa tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya.
Sebagai langkah preventif, Pemkot Semarang juga menekankan pentingnya pendidikan karakter di semua jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga pendidikan tingkat menengah.
"Usia 0-6 tahun adalah periode emas untuk membangun karakter positif. Kami terus mengarahkan pembinaan guru agar pendidikan karakter menjadi bagian integral dalam pembelajaran, sehingga siswa memiliki pondasi yang kokoh untuk menghadapi jenjang pendidikan berikutnya," katanya.
Baca juga: Satu siswa korban penembakan polisi sudah pulang dari RS