Semarang rancang prototipe rumah sederhana ramah lingkungan
Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Penataan Ruang merancang prototipe rumah tinggal sederhana ramah lingkungan sebagai komitmen untuk membangun infrastruktur berupa bangunan gedung hijau (BGH).
Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Semarang Mohamad Irwansyah di Semarang, Rabu, mengatakan bahwa 30 persen emisi akibat efek rumah kaca saat ini disebabkan dari bangunan rumah tempat tinggal.
Hal tersebut disampaikannya pada "Launching FGD dan Penandatanganan Komitmen Bersama Program Senandung Hijau, Semarang Hebat Strategi Mewujudkan Bangunan Gedung Hijau (BGH)".
Menurut dia, dampak pemanasan global membuat kondisi bumi makin panas dan menghasilkan emisi karbon lebih banyak yang kenaikan sampai 1,2 persen.
Ia menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi dampak pemanasan global adalah mulai dengan pengembangan BGH.
Untuk Kota Semarang yang telah bertransformasi sebagai kota metropolitan dengan penduduk 1,6 juta, kata dia, harus didorong agar memperbanyak BGH yang saat ini masih sedikit.
Irwansyah berharap pemanfaatan ruang untuk pembangunan ke depannya bisa berkelanjutan, salah satunya dengan memperbanyak BGH yang tentunya tidak bisa terwujud tanpa kolaborasi seluruh pemangku kepentingan terkait untuk mewujudkan prototipe rumah tinggal sederhana dengan konsep tersebut.
"Semoga dengan adanya kerja sama ini bisa bergerak bersama, di antaranya Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, para pengembang perumahan, BUMN, BUMD, maupun pihak swasta lainnya," katanya.
BGH, kata dia, tidak hanya dari sisi fisik bangunannya saja, melainkan juga dilihat dari pengelolaan lingkungan sekitarnya.
"Tentunya ada standar teknis dan nonteknis BGH, mulai infrastruktur gedung yang ramah lingkungan, dibangun untuk bisa mengurangi radiasi matahari, maupun pengumpulan air hujan bisa didaur ulang untuk bisa dimanfaatkan kembali, sampai material bahan yang digunakan nantinya," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu berharap program "Senandung Hijau Semarang Hebat" benar-benar mewujudkan BGH atau bangunan ramah lingkungan.
Ia meminta prototipe rumah tinggal sederhana dengan konsep BGH nantinya bisa menyesuaikan dengan melihat dari sisi wilayahnya masing-masing.
Diingatkan Ita, sapaan akrabnya, Kota Semarang memiliki karakter geografis yang berbeda, seperti di pesisir dan perbukitan, serta ada daerah yang memang diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH).
"Kalau di pesisir kan lebih panas, beda dengan di sana yang wilayahnya dominan masih perbukitan dan hutan, sehingga didesain rumahnya seperti rumah panggung untuk antisipasi keamanannya agar menghindari binatang liar," katanya
Selain itu, Ita mengatakan bahwa wilayah pesisir juga bisa memanfaatkan panel surya guna menangkap panas matahari untuk dijadikan energi terbarukan yang menyuplai kebutuhan listrik maupun berbagai sumber daya lainnya yang ada di sekitarnya.
Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Semarang Mohamad Irwansyah di Semarang, Rabu, mengatakan bahwa 30 persen emisi akibat efek rumah kaca saat ini disebabkan dari bangunan rumah tempat tinggal.
Hal tersebut disampaikannya pada "Launching FGD dan Penandatanganan Komitmen Bersama Program Senandung Hijau, Semarang Hebat Strategi Mewujudkan Bangunan Gedung Hijau (BGH)".
Menurut dia, dampak pemanasan global membuat kondisi bumi makin panas dan menghasilkan emisi karbon lebih banyak yang kenaikan sampai 1,2 persen.
Ia menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi dampak pemanasan global adalah mulai dengan pengembangan BGH.
Untuk Kota Semarang yang telah bertransformasi sebagai kota metropolitan dengan penduduk 1,6 juta, kata dia, harus didorong agar memperbanyak BGH yang saat ini masih sedikit.
Irwansyah berharap pemanfaatan ruang untuk pembangunan ke depannya bisa berkelanjutan, salah satunya dengan memperbanyak BGH yang tentunya tidak bisa terwujud tanpa kolaborasi seluruh pemangku kepentingan terkait untuk mewujudkan prototipe rumah tinggal sederhana dengan konsep tersebut.
"Semoga dengan adanya kerja sama ini bisa bergerak bersama, di antaranya Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, para pengembang perumahan, BUMN, BUMD, maupun pihak swasta lainnya," katanya.
BGH, kata dia, tidak hanya dari sisi fisik bangunannya saja, melainkan juga dilihat dari pengelolaan lingkungan sekitarnya.
"Tentunya ada standar teknis dan nonteknis BGH, mulai infrastruktur gedung yang ramah lingkungan, dibangun untuk bisa mengurangi radiasi matahari, maupun pengumpulan air hujan bisa didaur ulang untuk bisa dimanfaatkan kembali, sampai material bahan yang digunakan nantinya," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu berharap program "Senandung Hijau Semarang Hebat" benar-benar mewujudkan BGH atau bangunan ramah lingkungan.
Ia meminta prototipe rumah tinggal sederhana dengan konsep BGH nantinya bisa menyesuaikan dengan melihat dari sisi wilayahnya masing-masing.
Diingatkan Ita, sapaan akrabnya, Kota Semarang memiliki karakter geografis yang berbeda, seperti di pesisir dan perbukitan, serta ada daerah yang memang diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH).
"Kalau di pesisir kan lebih panas, beda dengan di sana yang wilayahnya dominan masih perbukitan dan hutan, sehingga didesain rumahnya seperti rumah panggung untuk antisipasi keamanannya agar menghindari binatang liar," katanya
Selain itu, Ita mengatakan bahwa wilayah pesisir juga bisa memanfaatkan panel surya guna menangkap panas matahari untuk dijadikan energi terbarukan yang menyuplai kebutuhan listrik maupun berbagai sumber daya lainnya yang ada di sekitarnya.