Pemkot Semarang: Manfaatkan lahan tidur untuk pertanian perkotaan
Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang mengajak masyarakat memanfaatkan lahan tidur untuk "urban farming" (pertanian perkotaan) guna menjaga ketahanan pangan di ibu kota Jawa Tengah itu.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang Hernowo Budi Luhur mengaku tengah melakukan inventarisasi lahan tidur melalui masing-masing lurah dan camat.
"Kami akan bikin edaran untuk mendata lahan-lahan tidak produktif di sekitarnya. Kemudian juga melakukan pendekatan persuasif dengan pemilik lahan untuk menanam tanaman potensial," katanya di Semarang, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa upaya penanaman di lahan tidur setidaknya memiliki dua tujuan, yakni sebagai upaya mendorong ketahanan pangan lewat urban farming dan pertanian. Kemudian, juga upaya konservasi tanah.
Hernowo yang juga Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat ini mengatakan bahwa masyarakat yang memiliki lahan tidur dan berkeinginan memanfaatkan untuk pertanian perkotaan bisa berkonsultasi.
Jika pemilik lahan memiliki kesulitan, kata dia, bisa berkonsultasi dan bertanya ke Dinas Pertanian, UFC (Urban Farming Corner), atau di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang ada di Ngaliyan, Mijen, Gunungpati, dan Banyumanik.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan bahwa tanah-tanah bengkok milik Pemkot Semarang juga bisa dimanfaatkan untuk urban farming.
"Lahan itu bisa disewa masyarakat yang akan bercocok tanam," kata Ita, sapaannya.
Untuk pertanian, kata dia, setidaknya masih ada lahan untuk sawah lestari seluas 1.600 ha, ditambah lahan-lahan bengkok milik Pemkot Semarang.
Ia menambahkan setidaknya lahan produktif di Kota Semarang masih ada sekitar 30 ribu hektar atau 6 persen dari luas lahan Kota Semarang.
Menurut dia, lahan-lahan kosong di wilayah Mijen, Tembalang, Gunungpati, dan Ngaliyan juga masih banyak dan bisa dimanfaatkan.
"Mungkin bisa menanam pepaya atau menanam cabai, tomat dan terong. Ini bertujuan menjaga tetap daulat pangan, membuat 'multiplier' perekonomian kepada masyarakat," katanya.
Ita mencontohkan pemanfaatan lahan tidur di RT 2 RW 7, Kelurahan Tinjomoyo yang dikelola Kelompok Wanita Tani (KWT) dan Karang Taruna Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
Sementara itu, Camat Banyumanik Eka Kriswati mengatakan lahan tidur yang tidak digunakan tersebut kini sudah menjadi area urban farming dengan beragam sayur mayur yang lengkap dan tumbuh subur.
"Ini wujud kolaborasi yang diinisiasi oleh karang taruna, termasuk petani milenial dan KWT yang menggerakkan anggotanya," katanya seraya mengatakan sudah sempat panen sawi, bayam dan kangkung di lahan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa lahan tersebut merupakan tanah bengkok milik Pemkot Semarang yang selama beberapa tahun tidak difungsikan sehingga menjadi lahan tidur.
"Kami menanam aneka sayur di lahan sekitar 70 meter persegi. Kemudian, masih ada kolam ikan dan ada pengelolaan sampah atau bank sampah di area depan, serta ada taman juga, sebagai edukasi untuk anak-anak kecil," katanya.
Selama tiga bulan ini, kata Eka, karang taruna dan petani milenial, serta KWT yang merawat tanaman dan sayuran di lahan tersebut.
"Ada pembibitan, sampai proses komposting di sini. Dua bulan ini sudah menghasilkan sayur bayam, kangkung, sawi yang saat dipanen kami 'share' ke grup PKK untuk ditawarkan dan dijual," katanya.
Tak hanya itu, pihaknya juga mencoba menanam bawang merah yang ternyata tumbuh banyak dan subur.
"Lahan tidur ini punya pemkot. Kemudian Ibu Wali Kota menggerakkan urban farming dan anak-anak karang taruna langsung antusias dan mengelolanya," katanya.
Baca juga: Dispertan Kudus uji coba tanam tembakau di lahan kurang produktif
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang Hernowo Budi Luhur mengaku tengah melakukan inventarisasi lahan tidur melalui masing-masing lurah dan camat.
"Kami akan bikin edaran untuk mendata lahan-lahan tidak produktif di sekitarnya. Kemudian juga melakukan pendekatan persuasif dengan pemilik lahan untuk menanam tanaman potensial," katanya di Semarang, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa upaya penanaman di lahan tidur setidaknya memiliki dua tujuan, yakni sebagai upaya mendorong ketahanan pangan lewat urban farming dan pertanian. Kemudian, juga upaya konservasi tanah.
Hernowo yang juga Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat ini mengatakan bahwa masyarakat yang memiliki lahan tidur dan berkeinginan memanfaatkan untuk pertanian perkotaan bisa berkonsultasi.
Jika pemilik lahan memiliki kesulitan, kata dia, bisa berkonsultasi dan bertanya ke Dinas Pertanian, UFC (Urban Farming Corner), atau di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang ada di Ngaliyan, Mijen, Gunungpati, dan Banyumanik.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan bahwa tanah-tanah bengkok milik Pemkot Semarang juga bisa dimanfaatkan untuk urban farming.
"Lahan itu bisa disewa masyarakat yang akan bercocok tanam," kata Ita, sapaannya.
Untuk pertanian, kata dia, setidaknya masih ada lahan untuk sawah lestari seluas 1.600 ha, ditambah lahan-lahan bengkok milik Pemkot Semarang.
Ia menambahkan setidaknya lahan produktif di Kota Semarang masih ada sekitar 30 ribu hektar atau 6 persen dari luas lahan Kota Semarang.
Menurut dia, lahan-lahan kosong di wilayah Mijen, Tembalang, Gunungpati, dan Ngaliyan juga masih banyak dan bisa dimanfaatkan.
"Mungkin bisa menanam pepaya atau menanam cabai, tomat dan terong. Ini bertujuan menjaga tetap daulat pangan, membuat 'multiplier' perekonomian kepada masyarakat," katanya.
Ita mencontohkan pemanfaatan lahan tidur di RT 2 RW 7, Kelurahan Tinjomoyo yang dikelola Kelompok Wanita Tani (KWT) dan Karang Taruna Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
Sementara itu, Camat Banyumanik Eka Kriswati mengatakan lahan tidur yang tidak digunakan tersebut kini sudah menjadi area urban farming dengan beragam sayur mayur yang lengkap dan tumbuh subur.
"Ini wujud kolaborasi yang diinisiasi oleh karang taruna, termasuk petani milenial dan KWT yang menggerakkan anggotanya," katanya seraya mengatakan sudah sempat panen sawi, bayam dan kangkung di lahan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa lahan tersebut merupakan tanah bengkok milik Pemkot Semarang yang selama beberapa tahun tidak difungsikan sehingga menjadi lahan tidur.
"Kami menanam aneka sayur di lahan sekitar 70 meter persegi. Kemudian, masih ada kolam ikan dan ada pengelolaan sampah atau bank sampah di area depan, serta ada taman juga, sebagai edukasi untuk anak-anak kecil," katanya.
Selama tiga bulan ini, kata Eka, karang taruna dan petani milenial, serta KWT yang merawat tanaman dan sayuran di lahan tersebut.
"Ada pembibitan, sampai proses komposting di sini. Dua bulan ini sudah menghasilkan sayur bayam, kangkung, sawi yang saat dipanen kami 'share' ke grup PKK untuk ditawarkan dan dijual," katanya.
Tak hanya itu, pihaknya juga mencoba menanam bawang merah yang ternyata tumbuh banyak dan subur.
"Lahan tidur ini punya pemkot. Kemudian Ibu Wali Kota menggerakkan urban farming dan anak-anak karang taruna langsung antusias dan mengelolanya," katanya.
Baca juga: Dispertan Kudus uji coba tanam tembakau di lahan kurang produktif