Lima Gunung usung "Indonesia Bagian Desaku" pada Hari Peradaban Desa
Magelang (ANTARA) - Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang mengusung tema "Indonesia Bagian dari Desaku" pada Hari Peradaban Desa 2024, tradisi peringatan yang dirintis komunitas itu sejak beberapa tahun terakhir, setiap 21 Mei.
"Ini tahun keempat kami menjalani peringatan Hari Peradaban Desa," kata Ketua Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sujono di Magelang, Minggu.
Ia mengatakan hal tersebut di sela mengikuti salah satu rangkaian kegiatan seni budaya itu yang dilakukan sejumlah seniman muda petani Sanggar Saujana Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Sujono juga pemimpin sanggar kesenian rakyat di Dusun Keron, di kawasan antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu itu.
Peringatan Hari Peradaban Desa yang pertama pada 2021 di Sumber Air Tlompak Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, kedua pada 2022 di "Kampoeng Semar" Desa Wringin Putih, Kecamatan Borobudur, dan ketiga pada 2023 di Studio Mendut, Kecamatan Mungkid.
Peringatan tersebut pada tahun ini, ujar dia, diselenggarakan komunitas bersama para pelaku seni dan budaya jejaringnya di sejumlah tempat, selama 18-21 Mei 2024, baik di dusun-dusun basis komunitas itu, maupun beberapa kota dan luar negeri. Sejumlah kegiatan tersebut, antara lain berupa pementasan kesenian, pembacaan puisi, performa seni, sarasehan, dan tradisi kenduri.
Ia menjelaskan tentang tema tersebut yang antara lain untuk memperkuat kesadaran warga desa akan pentingnya keberadaan mereka dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan karena menjadi fondasi penting suatu peradaban bangsa.
"Terlebih dalam situasi sekarang dengan segala perubahan kehidupan yang cepat dan dinamis, di semua aspeknya. Juga pengaruh kemajuan teknologi informasi, internet. Maka nilai-nilai luhur, warisan nenek moyang, harus terus digali dan dijaga karena menjadi kekuatan peradaban kita," katanya.
Ia menyebut sejumlah contoh nilai-nilai budaya desa itu, seperti gotong royong, persaudaraan, kepedulian, penghargaan antarsesama, keharmonisan manusia dengan lingkungan, sopan santun, ramah-tamah, dan penghormatan terhadap leluhur.
"Kami berikhtiar untuk setiap tahun menjalani peringatan Hari Peradaban Desa, kalau tahun-tahun sebelumnya di satu tempat, tahun ini di beberapa tempat di dusun-dusun, ada juga jaringan kami melakukan juga seperti di Boyolali, ISI Yogyakarta, Kota Magelang, Klaten, Bali, Afrika, dan Belanda," ujarnya.
Ia juga mengemukakan bahwa kesenian tradisional dan tradisi serta prosesi ritual budaya desa menyimpan nilai-nilai penting peradaban.
"Olah Roso"
Pada Minggu pagi, sejumlah seniman Sanggar Saujana Keron, yakni Fredi Hanifa, Teguh Widodo, Verda Vokio, Dimas Saputra, dan Fais Aray Arifin melakukan performa seni berjudul "Olah Roso" di Candi Asu Desa Sengi, Kecamatan Dukun di kawasan Gunung Merapi. Juru kunci Candi Asu Dusun Candi Pos, Desa Sengi Wahyu Setyanto mendampingi mereka dalam kegiatan selama beberapa saat itu.
Mereka melakukan gerak performa seni di tangga dan mengelilingi candi bercorak Hindu, peninggalan masa Kerajaan Mataram Kuno (Abad IX) itu, antara lain dengan membawa properti berwujud gunungan, mengenakan topeng, dan berselempang kain warna putih, serta iringan musik seruling.
Sambil melakukan performa "Olah Roso" itu, Fredi berujar menggunakan bahasa Jawa, antara lain tentang peranan desa dengan kekuatan spiritual sebagai tempat yang hidup dan menghidupi manusia.
"'Desa iku urip, desa iku urup' (Desa itu hidup dan menyala atau menghidupi). Oleh karenanya, jangan dilupakan desa. Ingat, desa membawa kemuliaan negara, melupakan desa berakibat mala," ujar dia.
Keberadaan Komunitas Lima Gunung dengan basis pegiat kalangan seniman petani dusun-dusun di kawasan lima gunung yang mengelilingi Kabupaten Magelang (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) dirintis oleh budayawan Magelang, Sutanto Mendut, lebih dari 20 tahun lalu.
Komunitas itu setiap tahun menyelenggarakan tradisi festival seni budaya secara mandiri, bernama Festival Lima Gunung. Tahun ini, komunitas merencanakan Festival Lima Gunung Ke-23 di tiga lokasi, yakni Dusun Gejayan dan Warangan (Kecamatan Pakis), sedangkan puncaknya di Dusun Keron pada September mendatang.
"Ini tahun keempat kami menjalani peringatan Hari Peradaban Desa," kata Ketua Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sujono di Magelang, Minggu.
Ia mengatakan hal tersebut di sela mengikuti salah satu rangkaian kegiatan seni budaya itu yang dilakukan sejumlah seniman muda petani Sanggar Saujana Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Sujono juga pemimpin sanggar kesenian rakyat di Dusun Keron, di kawasan antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu itu.
Peringatan Hari Peradaban Desa yang pertama pada 2021 di Sumber Air Tlompak Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, kedua pada 2022 di "Kampoeng Semar" Desa Wringin Putih, Kecamatan Borobudur, dan ketiga pada 2023 di Studio Mendut, Kecamatan Mungkid.
Peringatan tersebut pada tahun ini, ujar dia, diselenggarakan komunitas bersama para pelaku seni dan budaya jejaringnya di sejumlah tempat, selama 18-21 Mei 2024, baik di dusun-dusun basis komunitas itu, maupun beberapa kota dan luar negeri. Sejumlah kegiatan tersebut, antara lain berupa pementasan kesenian, pembacaan puisi, performa seni, sarasehan, dan tradisi kenduri.
Ia menjelaskan tentang tema tersebut yang antara lain untuk memperkuat kesadaran warga desa akan pentingnya keberadaan mereka dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan karena menjadi fondasi penting suatu peradaban bangsa.
"Terlebih dalam situasi sekarang dengan segala perubahan kehidupan yang cepat dan dinamis, di semua aspeknya. Juga pengaruh kemajuan teknologi informasi, internet. Maka nilai-nilai luhur, warisan nenek moyang, harus terus digali dan dijaga karena menjadi kekuatan peradaban kita," katanya.
Ia menyebut sejumlah contoh nilai-nilai budaya desa itu, seperti gotong royong, persaudaraan, kepedulian, penghargaan antarsesama, keharmonisan manusia dengan lingkungan, sopan santun, ramah-tamah, dan penghormatan terhadap leluhur.
"Kami berikhtiar untuk setiap tahun menjalani peringatan Hari Peradaban Desa, kalau tahun-tahun sebelumnya di satu tempat, tahun ini di beberapa tempat di dusun-dusun, ada juga jaringan kami melakukan juga seperti di Boyolali, ISI Yogyakarta, Kota Magelang, Klaten, Bali, Afrika, dan Belanda," ujarnya.
Ia juga mengemukakan bahwa kesenian tradisional dan tradisi serta prosesi ritual budaya desa menyimpan nilai-nilai penting peradaban.
"Olah Roso"
Pada Minggu pagi, sejumlah seniman Sanggar Saujana Keron, yakni Fredi Hanifa, Teguh Widodo, Verda Vokio, Dimas Saputra, dan Fais Aray Arifin melakukan performa seni berjudul "Olah Roso" di Candi Asu Desa Sengi, Kecamatan Dukun di kawasan Gunung Merapi. Juru kunci Candi Asu Dusun Candi Pos, Desa Sengi Wahyu Setyanto mendampingi mereka dalam kegiatan selama beberapa saat itu.
Mereka melakukan gerak performa seni di tangga dan mengelilingi candi bercorak Hindu, peninggalan masa Kerajaan Mataram Kuno (Abad IX) itu, antara lain dengan membawa properti berwujud gunungan, mengenakan topeng, dan berselempang kain warna putih, serta iringan musik seruling.
Sambil melakukan performa "Olah Roso" itu, Fredi berujar menggunakan bahasa Jawa, antara lain tentang peranan desa dengan kekuatan spiritual sebagai tempat yang hidup dan menghidupi manusia.
"'Desa iku urip, desa iku urup' (Desa itu hidup dan menyala atau menghidupi). Oleh karenanya, jangan dilupakan desa. Ingat, desa membawa kemuliaan negara, melupakan desa berakibat mala," ujar dia.
Keberadaan Komunitas Lima Gunung dengan basis pegiat kalangan seniman petani dusun-dusun di kawasan lima gunung yang mengelilingi Kabupaten Magelang (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) dirintis oleh budayawan Magelang, Sutanto Mendut, lebih dari 20 tahun lalu.
Komunitas itu setiap tahun menyelenggarakan tradisi festival seni budaya secara mandiri, bernama Festival Lima Gunung. Tahun ini, komunitas merencanakan Festival Lima Gunung Ke-23 di tiga lokasi, yakni Dusun Gejayan dan Warangan (Kecamatan Pakis), sedangkan puncaknya di Dusun Keron pada September mendatang.