Semarang (ANTARA) - Modus pencurian data pribadi melalui phishing adalah kejahatan dunia digital yang berbahaya dan akhir-akhir ini marak terjadi melalui media sosial, salah satunya melalui pesan whatsapp. Banyak kasus phishing terjadi dengan mengirimkan link yang tidak terverifikasi melalui pesan whatsapp tersebut, karenanya harus diwaspadai.
“Semisal bapak dan ibu menerima link paket untuk dilacak atau pun surat undangan, jangan langsung diklik, karena jika bapak dan ibu mengklik link tersebut, maka data pribadi bapak dan ibu dicuri,” kata Ketua Tim Literasi Digital Adya Foundation I Komang Suartama.
Komang menambahkan, verifikasi terhadap sumber link dan memeriksa kredibilitas dari pengirim pesan adalah hal yang wajib dilakukan. Bukan hanya itu, sikap kita dalam menghadapi hal semacam itu juga menjadi faktor penting.
“Harus dapat menjaga emosi, jangan panik, periksa apakah linknya aman atau tidak, kenali ciri-ciri link yang berbahaya,” lanjutnya.
Menurut Komang, edukasi terkait digital skill menjadi hal yang krusial bagi masyarakat Serangan. Hal itu karena masyarakat juga harus turut serta berperan aktif dalam mengantisipasi adanya kejahatan-kejahatan yang muncul sebagai side effect kemajuan teknologi. Tidak hanya soal phishing, hoaks masih pula menjadi momok menakutkan bagi pesatnya digitalisasi.
“Biasanya kita dapat informasi di media digital lebih cepat daripada di koran. Hal itu adalah keunggulan pertama yang kita dapatkan dari mengakses media digital. Kemudian informasi bisa tersebar secara luas dan cepat, sehingga memudahkan kita dalam berbagi,” jelasnya.
Pada saat sebelum membagikan informasi, lanjut Komang, kita perlu memeriksa kredibilitas sumber berita. Masyarakat diharapkan dapat mengetahui berita mana yang layak dibagikan dan mana yang tidak.
“Apabila kemudian ditemukan berita yang mencurigakan, bapak dan ibu dapat melaporkan berita tersebut melalui aduan konten atau turnbackhoax.id,” pungkas Komang.
Bincang-bincang soal hoaks, Dosen Universitas Primakara Putri Anugrah Cahaya Dewi juga turut memaparkan pendapatnya. Menurut Putri, hoaks itu layaknya virus di mana jika kita ikut menyebarkan, virus itu bisa merebak ke berbagai arah.
“Jika kita mendapati berita itu tidak benar, maka kita harus menghentikan virus itu di kita agar kemudian tidak semakin menyebar,” katanya.
Saat ada yang kita kenal menyebarkan berita, lanjut Putri, perlu ditanyakan lagi keabsahan berita kepada yang bersangkutan. Jika dirasa sumber yang tertera tidak kredibilitas atau bahkan mencurigakan, hentikan di kita.
“Apapun yang kita sebarkan, kita memiliki andil di situ, sehingga kita harus tahu apa konsekuensinya. Jejak digital adalah hal yang nyata, sebabnya perlu kehati-hatian di media sosial,” lanjutnya.
Etika digital kemudian menjadi unsur yang penting dalam proses menyebarkan berita dan mengunggah konten. Hal itu adalah salah satu bentuk kontribusi
masyarakat dalam menjaga keseimbangan dan keamanan di ruang digital.
“Berkomunikasi di media sosial, harus hati-hati dengan apa yang kita posting, kritis terhadap berita yang kita terima, sebutkan sumber kita mau sharing data, jaga tata bahasa, dan jaga emosi di ruang digital,” pungkasnya.
Kegiatan Gali Ilmu Literasi Digital di Kota Denpasar pada Jumat (22/3/2024) dengan tema “Makin Cakap Digital dengan 4 Pilar Literasi Digital dan Produktivitas di Era Digital” tersebut merupakan rangkaian kegiatan program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).