Polemik baju adat siswa, DPRD Semarang minta bertahap
Semarang (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang meminta kebijakan pemakaian pakaian adat untuk siswa di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang direncanakan dinas pendidikan setempat bisa diterapkan secara bertahap.
"Perlu diselenggarakan secara bertahap, atau kalau bisa memakai pakaian adatnya tidak harus lengkap dulu seperti seragam sekolah, dari atas sampai bawah," kata Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang Anang Budi Utomo, di Semarang, Jumat.
Menurut dia, pengenalan budaya lokal sejak dini bagi siswa di bangku sekolah, seperti melalui pakaian adat khas semarangan memang perlu, tetapi sejauh ini Anang mengaku belum mengetahui rencana kebijakan tersebut.
"Coba akan kami agendakan rapat dengar pendapat dengan dewan untuk lakukan komunikasi dengan disdik. Rencana, pekan depan akan dijadwalkan dengan disdik, termasuk akan kami tanyakan sejauh mana esensi dari kemanfaatan pakaian adat dikenakan bagi siswa," katanya.
Sebelum kebijakan diterapkan, kata dia, harus ada sosialisasi kepada otangtua siswa dan masa uji coba terlebih dahulu.
"Menurut kami, itu ide bagus. Tapi penerapannya nanti jangan terlalu ketat harus lengkap sampai berimbas ke orang tua siswa menyiapkan seragam (pakaian adat) lagi. Dan dikhawatirkan akan bebani ekonomi yang mulai bangkit," katanya.
"Mungkin atasannya baju saja, atau ikat dan penutup kepala yang sudah mencirikan pakaian adat. Sehingga, tidak terlalu memberatkan orang tua untuk menyiapkan lagi pakaian (sekolah)," tambahnya.
Selain itu, Anang juga meminta rencana Disdik Kota Semarang terkait pakaian adat siswa itu bisa ditunda penerapannya sampai pertengahan tahun ini atau sesudah satu semester berjalan.
"Apalagi, kan ini baru saja tahun ajaran baru, siswa kelas I SD dan SMP juga belum semuanya diseragamkan. Ini tidak murah, walaupun nantinya dipakai satu bulan satu kali, tidak mungkin pakaian adat pinjam," katanya.
Secara prinsip, kata dia, DPRD Kota Semarang setuju dengan rencana tersebut, tetapi harus ada sosialisasi terlebih dulu kepada orang tua dan komite sekolah, serta dilaksanakan secara bertahap.
Sebelumnya, Disdik Kota Semarang merencanakan kebijakan bagi siswa SD dan SMP untuk mengenakan pakaian adat semarangan setiap Kamis pada minggu pertama setiap bulan.
"Kami baru akan membahas, kemarin sempat singgung untuk memakai seragam adat setiap Kamis minggu pertama," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik Kota Semarang Bambang Pramusinto.
Rencana kebijakan itu merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Ia menjelaskan, secara umum jajaran kepala sekolah sudah menyetujui rencana kebijakan tersebut dengan pakaian adat yang dipilih adalah khas semarangan, dan akan dimatangkan lagi.
Meski demikian, Bambang memastikan jika kebijakan tersebut diterapkan maka sekolah tidak diperbolehkan memberatkan siswa yang tidak mampu untuk membeli pakaian adat, apalagi sampai dikoordinasi oleh sekolah.
"Misalnya orang tua (siswa) tidak mampu belum bisa beli (pakaian adat semarangan), ya tidak apa-apa. Jangan ditegur. Kami inginnya luwes saja," pungkasnya.
"Perlu diselenggarakan secara bertahap, atau kalau bisa memakai pakaian adatnya tidak harus lengkap dulu seperti seragam sekolah, dari atas sampai bawah," kata Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang Anang Budi Utomo, di Semarang, Jumat.
Menurut dia, pengenalan budaya lokal sejak dini bagi siswa di bangku sekolah, seperti melalui pakaian adat khas semarangan memang perlu, tetapi sejauh ini Anang mengaku belum mengetahui rencana kebijakan tersebut.
"Coba akan kami agendakan rapat dengar pendapat dengan dewan untuk lakukan komunikasi dengan disdik. Rencana, pekan depan akan dijadwalkan dengan disdik, termasuk akan kami tanyakan sejauh mana esensi dari kemanfaatan pakaian adat dikenakan bagi siswa," katanya.
Sebelum kebijakan diterapkan, kata dia, harus ada sosialisasi kepada otangtua siswa dan masa uji coba terlebih dahulu.
"Menurut kami, itu ide bagus. Tapi penerapannya nanti jangan terlalu ketat harus lengkap sampai berimbas ke orang tua siswa menyiapkan seragam (pakaian adat) lagi. Dan dikhawatirkan akan bebani ekonomi yang mulai bangkit," katanya.
"Mungkin atasannya baju saja, atau ikat dan penutup kepala yang sudah mencirikan pakaian adat. Sehingga, tidak terlalu memberatkan orang tua untuk menyiapkan lagi pakaian (sekolah)," tambahnya.
Selain itu, Anang juga meminta rencana Disdik Kota Semarang terkait pakaian adat siswa itu bisa ditunda penerapannya sampai pertengahan tahun ini atau sesudah satu semester berjalan.
"Apalagi, kan ini baru saja tahun ajaran baru, siswa kelas I SD dan SMP juga belum semuanya diseragamkan. Ini tidak murah, walaupun nantinya dipakai satu bulan satu kali, tidak mungkin pakaian adat pinjam," katanya.
Secara prinsip, kata dia, DPRD Kota Semarang setuju dengan rencana tersebut, tetapi harus ada sosialisasi terlebih dulu kepada orang tua dan komite sekolah, serta dilaksanakan secara bertahap.
Sebelumnya, Disdik Kota Semarang merencanakan kebijakan bagi siswa SD dan SMP untuk mengenakan pakaian adat semarangan setiap Kamis pada minggu pertama setiap bulan.
"Kami baru akan membahas, kemarin sempat singgung untuk memakai seragam adat setiap Kamis minggu pertama," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik Kota Semarang Bambang Pramusinto.
Rencana kebijakan itu merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Ia menjelaskan, secara umum jajaran kepala sekolah sudah menyetujui rencana kebijakan tersebut dengan pakaian adat yang dipilih adalah khas semarangan, dan akan dimatangkan lagi.
Meski demikian, Bambang memastikan jika kebijakan tersebut diterapkan maka sekolah tidak diperbolehkan memberatkan siswa yang tidak mampu untuk membeli pakaian adat, apalagi sampai dikoordinasi oleh sekolah.
"Misalnya orang tua (siswa) tidak mampu belum bisa beli (pakaian adat semarangan), ya tidak apa-apa. Jangan ditegur. Kami inginnya luwes saja," pungkasnya.