Memori ibu selalu naluriah melekat
Magelang (ANTARA) - Pameran bersama dengan tema "Struggle" (berjuang) oleh Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) seperti menjadi jalan panggilan Sidiq, pelukis di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengalirkan inspirasi menjadi karyanya berjudul "Ibu dan Sang Jagoan".
Lukisan bercorak dekoratif menggunakan cat akrilik di media kanvas itu, berupa seorang perempuan paruh baya dengan rambut tebal cukup jauh di atas bahu. Sosok tersebut mengenakan pakaian model terusan berlengan panjang dengan warna dominan biru tebal serta ada motif-motif berupa mahkota bunga warna putih dan bagian putik berwarna kuning.
Perempuan dalam karya tersebut terlihat berraut muka cantik dengan mata berbinar-binar dan bulu mata cukup mencolok. Ia dihadirkan pelukis sebagai memori tentang ibunya sedang mendekap seekor ayam. Sebanyak tujuh ekor ayam dilukiskan mengelilingi sosok tersebut hingga memenuhi seluruh ruangan kanvas seukuran 70x80 sentimeter.
Pelukis muda berusia 35 tahun yang tinggal di salah satu desa di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, tersebut bernama lengkap dengan julukan kesenimanan, Nursidiq Abundance. Dia seakan tak hendak membedakan ayam betina dan jantan, atau indukan dan anak ayam untuk karyanya, meskipun salah satu diksi dalam kalimat judul lukisannya, "Jagoan", identik dengan ayam jantan.
Bahkan, seekor ayam di dekapan perempuan yang sepertinya betina, menjadikan karya tersebut menggenggam aura natural, memperkuat jiwa keperempuanan, namun padat akan pesan tentang pemaknaan "Ibu dan Sang Jagoan", serta memiliki keeratan dengan tema pameran tentang suatu perjuangan.
Pameran selama 18 Desember 2022 hingga 8 Januari 2023 di Limanjawi Art House, sekitar 600 meter timur Candi Borobudur itu, secara berbarengan diselenggarakan oleh dua komunitas, yakni KSBI Kabupaten Magelang bertema "Struggle" di Galeri 1 dan Komunitas Gerak Yogyakarta bertema "Spirit of Java IV" di Galeri 2.
Pameran di Limanjawi Art House Borobudur yang dikelola pegiat seni daerah setempat, Umar Chusaeni itu dibuka seorang biksu berasal dari Thailand, Bante Arthit Ittipattho. Sang biksu hadir di Borobudur dalam rangkaian kegiatan keagamaan bernama "Pabbajja Samanera" di Candi Borobudur, selama 15-26 Desember 2022, dengan diikuti sekitar 500 umat Buddha dari beberapa daerah di Indonesia.
Karya "Ibu dan Sang Jagoan", salah satu di antara 53 lukisan karya total 17 pelukis dari dua komunitas dalam pameran tersebut. Ketepatan kawan-kawannya di KSBI mengusung tema "Struggle" dalam pameran telah mengalirkan arus inspirasi Sidiq untuk menyuguhkan karya itu. Satu lukisan lain dia yang juga dipajang dalam pameran juga terkait dengan jago, diberi judul "Merangkai Mimpi".
Segala yang dianggap serba berketepatan itu menjadikan dirinya mengaku beroleh spirit baru dalam pembaruan kehidupan kesenimanan. Belum lagi sehari sebelum pameran dibuka, sang pelukis "Ibu dan Jagoan" berulang tahun, sedangkan lima hari kemudian, 22 Desember 2022, bertepatan peringatan Hari Ibu.
Hari Ibu diperingati terkait dengan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928. Peristiwa di Yogyakarta 94 tahun lalu itu, dinilai penting karena menjadi tonggak sejarah kebangkitan perempuan Indonesia untuk memperkuat peran dalam menghadapi tantangan bangsa dan zaman.
Sidiq mengangkat kepala, menempatkan sorot kedua bola mata tepat ke arah lukisannya. Setelah terasa menghela romantisisme, ia seakan berkeras hati menahan air mata agar tak tumpah dari pelupuk, tatkala memanggil memori masa kecilnya tentang kontak batin dengan ibunya yang dianggap sebagai pejuang hidup.
Betapa ibunya sosok tangguh melewati persoalan mengurus diri dan empat anaknya dalam hidup sehari-hari sebagai orang desa pada masa lalu. Bapaknya ketika itu bekerja keras mencari nafkah dengan merantau jauh ke Ibu Kota.
Segala kebutuhan harian, termasuk biaya sekolah anak-anak, diselesaikan ibunya dengan mengandalkan sejumlah ayam yang dipelihara secara saksama dengan ritme ketekunan setiap hari. Pengalaman masa kecil Sidiq tentang kekuatan jiwa ibunya itu mengalirkan inspirasi saat usianya 35 tahun dalam wujud lukisan "Ibu dan Sang Jagoan".
Memori tentang ibunya yang mendalam tertanam sejak kecil tak mampu dihadirkan sekadar dalam ungkapan cerita. Ia hadirkan pula dalam raut wajah, mata berkaca-kaca, dan gestur perangkat tubuhnya ketika mengisahkan makna holistis keseluruhan karyanya.
Namun, dimensi ibu sebagai sosok pejuang tangguh untuk kehidupan sehari-hari anak-anaknya, hanyalah salah satu pesan yang dibawa sang pelukis autodidak tersebut dalam pameran dengan tema yang tepat pula, "Struggle".
Sosok ibu dengan kekayaan dimensi dikemukakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga ketika memaknai perjuangan perempuan melalui Kongres Perempuan Indonesia pada masa lalu. Bahwa dimensi peran ibu memang khas para ibu dan perempuan Indonesia.
Lukisan pelajaran penting bisa diperoleh melalui kongres tersebut, tentang kedekatan hubungan ibu dan anak, ibu dan keluarga, ibu dan komunitas, serta ibu dan semangat bangsa.
Kongres itu pula mewariskan nilai-nilai bermakna holistis tentang sosok ibu bagi diri sendiri, pelukis jati diri anak-anak negeri, figuratif atas karakter masyarakat, dan identitas khas bangsa ini.
Para ibu Indonesia dengan kekayaan dimensi itu pula secara mendasar menghadirkan dengan gigih para jagoan tangguh dan arif bijaksana dari generasi ke generasi dalam kepemimpinan untuk melukiskan wajah bangsa.
Saking kuat peranan makna ibu dalam menggoreskan lukisan kepribadian negeri, maka Tanah Air ini dengan lekat sering disebut Ibu Pertiwi, sedangkan para tokoh bangsa yang telah membaktikan hidup dengan gagah dan terhormat, kepadanya ketika mangkat dilekatkan ungkapan, "Kembali ke haribaan Ibu Pertiwi".
Ketangguhan ibu menghadapi segala wajah tantangan hidupnya sebagai penopang keberlanjutan perjalanan sejarah masa depan bangsa ini, diakui oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid.
Oleh karenanya, peringatan Hari Ibu selayaknya menjadi momentum penting setiap insan bangsa menghadirkan kesadaran untuk selalu memanggil kekuatan tersebut.
Masa depan emas bangsa dan negara selalu disandangkan kepada generasi penerus, sedangkan memori naluriah mereka sebegitu lekat dengan kekuatan jiwa ibu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memori ibu selalu naluriah melekat
Lukisan bercorak dekoratif menggunakan cat akrilik di media kanvas itu, berupa seorang perempuan paruh baya dengan rambut tebal cukup jauh di atas bahu. Sosok tersebut mengenakan pakaian model terusan berlengan panjang dengan warna dominan biru tebal serta ada motif-motif berupa mahkota bunga warna putih dan bagian putik berwarna kuning.
Perempuan dalam karya tersebut terlihat berraut muka cantik dengan mata berbinar-binar dan bulu mata cukup mencolok. Ia dihadirkan pelukis sebagai memori tentang ibunya sedang mendekap seekor ayam. Sebanyak tujuh ekor ayam dilukiskan mengelilingi sosok tersebut hingga memenuhi seluruh ruangan kanvas seukuran 70x80 sentimeter.
Pelukis muda berusia 35 tahun yang tinggal di salah satu desa di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, tersebut bernama lengkap dengan julukan kesenimanan, Nursidiq Abundance. Dia seakan tak hendak membedakan ayam betina dan jantan, atau indukan dan anak ayam untuk karyanya, meskipun salah satu diksi dalam kalimat judul lukisannya, "Jagoan", identik dengan ayam jantan.
Bahkan, seekor ayam di dekapan perempuan yang sepertinya betina, menjadikan karya tersebut menggenggam aura natural, memperkuat jiwa keperempuanan, namun padat akan pesan tentang pemaknaan "Ibu dan Sang Jagoan", serta memiliki keeratan dengan tema pameran tentang suatu perjuangan.
Pameran selama 18 Desember 2022 hingga 8 Januari 2023 di Limanjawi Art House, sekitar 600 meter timur Candi Borobudur itu, secara berbarengan diselenggarakan oleh dua komunitas, yakni KSBI Kabupaten Magelang bertema "Struggle" di Galeri 1 dan Komunitas Gerak Yogyakarta bertema "Spirit of Java IV" di Galeri 2.
Pameran di Limanjawi Art House Borobudur yang dikelola pegiat seni daerah setempat, Umar Chusaeni itu dibuka seorang biksu berasal dari Thailand, Bante Arthit Ittipattho. Sang biksu hadir di Borobudur dalam rangkaian kegiatan keagamaan bernama "Pabbajja Samanera" di Candi Borobudur, selama 15-26 Desember 2022, dengan diikuti sekitar 500 umat Buddha dari beberapa daerah di Indonesia.
Karya "Ibu dan Sang Jagoan", salah satu di antara 53 lukisan karya total 17 pelukis dari dua komunitas dalam pameran tersebut. Ketepatan kawan-kawannya di KSBI mengusung tema "Struggle" dalam pameran telah mengalirkan arus inspirasi Sidiq untuk menyuguhkan karya itu. Satu lukisan lain dia yang juga dipajang dalam pameran juga terkait dengan jago, diberi judul "Merangkai Mimpi".
Segala yang dianggap serba berketepatan itu menjadikan dirinya mengaku beroleh spirit baru dalam pembaruan kehidupan kesenimanan. Belum lagi sehari sebelum pameran dibuka, sang pelukis "Ibu dan Jagoan" berulang tahun, sedangkan lima hari kemudian, 22 Desember 2022, bertepatan peringatan Hari Ibu.
Hari Ibu diperingati terkait dengan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928. Peristiwa di Yogyakarta 94 tahun lalu itu, dinilai penting karena menjadi tonggak sejarah kebangkitan perempuan Indonesia untuk memperkuat peran dalam menghadapi tantangan bangsa dan zaman.
Sidiq mengangkat kepala, menempatkan sorot kedua bola mata tepat ke arah lukisannya. Setelah terasa menghela romantisisme, ia seakan berkeras hati menahan air mata agar tak tumpah dari pelupuk, tatkala memanggil memori masa kecilnya tentang kontak batin dengan ibunya yang dianggap sebagai pejuang hidup.
Betapa ibunya sosok tangguh melewati persoalan mengurus diri dan empat anaknya dalam hidup sehari-hari sebagai orang desa pada masa lalu. Bapaknya ketika itu bekerja keras mencari nafkah dengan merantau jauh ke Ibu Kota.
Segala kebutuhan harian, termasuk biaya sekolah anak-anak, diselesaikan ibunya dengan mengandalkan sejumlah ayam yang dipelihara secara saksama dengan ritme ketekunan setiap hari. Pengalaman masa kecil Sidiq tentang kekuatan jiwa ibunya itu mengalirkan inspirasi saat usianya 35 tahun dalam wujud lukisan "Ibu dan Sang Jagoan".
Memori tentang ibunya yang mendalam tertanam sejak kecil tak mampu dihadirkan sekadar dalam ungkapan cerita. Ia hadirkan pula dalam raut wajah, mata berkaca-kaca, dan gestur perangkat tubuhnya ketika mengisahkan makna holistis keseluruhan karyanya.
Namun, dimensi ibu sebagai sosok pejuang tangguh untuk kehidupan sehari-hari anak-anaknya, hanyalah salah satu pesan yang dibawa sang pelukis autodidak tersebut dalam pameran dengan tema yang tepat pula, "Struggle".
Sosok ibu dengan kekayaan dimensi dikemukakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga ketika memaknai perjuangan perempuan melalui Kongres Perempuan Indonesia pada masa lalu. Bahwa dimensi peran ibu memang khas para ibu dan perempuan Indonesia.
Lukisan pelajaran penting bisa diperoleh melalui kongres tersebut, tentang kedekatan hubungan ibu dan anak, ibu dan keluarga, ibu dan komunitas, serta ibu dan semangat bangsa.
Kongres itu pula mewariskan nilai-nilai bermakna holistis tentang sosok ibu bagi diri sendiri, pelukis jati diri anak-anak negeri, figuratif atas karakter masyarakat, dan identitas khas bangsa ini.
Para ibu Indonesia dengan kekayaan dimensi itu pula secara mendasar menghadirkan dengan gigih para jagoan tangguh dan arif bijaksana dari generasi ke generasi dalam kepemimpinan untuk melukiskan wajah bangsa.
Saking kuat peranan makna ibu dalam menggoreskan lukisan kepribadian negeri, maka Tanah Air ini dengan lekat sering disebut Ibu Pertiwi, sedangkan para tokoh bangsa yang telah membaktikan hidup dengan gagah dan terhormat, kepadanya ketika mangkat dilekatkan ungkapan, "Kembali ke haribaan Ibu Pertiwi".
Ketangguhan ibu menghadapi segala wajah tantangan hidupnya sebagai penopang keberlanjutan perjalanan sejarah masa depan bangsa ini, diakui oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid.
Oleh karenanya, peringatan Hari Ibu selayaknya menjadi momentum penting setiap insan bangsa menghadirkan kesadaran untuk selalu memanggil kekuatan tersebut.
Masa depan emas bangsa dan negara selalu disandangkan kepada generasi penerus, sedangkan memori naluriah mereka sebegitu lekat dengan kekuatan jiwa ibu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memori ibu selalu naluriah melekat