Semarang (ANTARA) - Mobil-mobil melaju kencang di jalan tol menjadi pemandangan jamak. Rambu larangan mengendarai lebih dari 80 km/jam atau 100 km/jam seolah tak lebih hanya sebuah tanda.
Kemulusan permukaan hingga kontur jalan tol yang relatif datar menambah nafsu pengemudi menginjak gas dalam-dalam. Apalagi, bila mobil itu dibekali mesin berdaya besar dan turbo. Melaju dengan kecepatan di bawah 100 km/jam di jalan tol, bagi pengemudi penggemar uji nyali tersebut seolah merayap di tengah kelengangan.
Begitu banyak korban jiwa melayang di jalan tol akibat pengemudi melampaui batas kecepatan. Pengguna jalan tol kadang lupa bahwa marga ini dibangun bukan untuk adu kecepatan, melainkan demi meminimalisasi hambatan sehingga bisa memangkas waktu tempuh.
Kecepatan yang melampaui batas jelas memicu risiko terjadinya kecelakaan. Apalagi, bila tidak didukung dengan kemahiran mengemudi dan kondisi kendaraan yang prima.
Jasa Marga menyebutkan bahwa di ruas jalan tol yang dioperasikannya pada Januari- Oktober 2021, jumlah kendaraan yang digeber dengan kecepatan melampaui batas (overspeed) rata-rata 14.294 unit/hari.
Seiring dengan banyak pelanggaran batas kecepatan tersebut, pada periode sama, jumlah kecelakaan di tol mencapai 790 kasus dengan menelan 77 korban jiwa. Sungguh jumlah korban yang banyak bila kita melihatnya sebagai nyawa yang terhubung dengan keluarga, bukan statistik semata.
Kecelakaan juga acap dipicu kendaraan yang dimodifikasi bentuk dan ukurannya sehingga jauh melampaui beban dari spesifikasi pabrik otomotif.
Oleh karena itu, keputusan Korlantas Polri memberlakukan tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) di jalan tol didesain menjadi faktor pemaksa agar pengemudi tidak main injak gas pol.
Pelanggaran tilang elektronik tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan denda maksimal Rp500 ribu. Sebuah denda yang tidak terlalu besar bagi pemilik mobil ber-cc besar. Namun, sanksi tersebut tetap bisa menjadi deterrence.
Begitu pula angkutan barang seperti truk, juga tidak ada lagi toleransi ODOL (overdimension dan overload) di jalan tol. ODOL inilah yang sering bikin mesin truk sesak napas, terengah-engah, hingga ngadat di tanjakan. Selain itu juga bikin jalan cepat rusak.
Pemerintah kini tak mau menunggu lama untuk memaksa pengemudi di jalan tol agar taat aturan.
Oleh karena itu, ETLE per 1 April 2022 diberlakukan. Regulasi untuk menciptakan keamanan dan keselamatan bersama ini jangan lagi ditolak. Apalagi, sampai menggelar aksi mogok dengan memarkir truk-truk di jalan hingga melumpuhkan kegiatan ekonomi. ***
Baca juga: 900 pelanggar lalu lintas di Kota Pekalongan terjaring melalui ETLE
Baca juga: Puluhan ribu pelanggar lalu lintas terjaring melalui ETLE