Pakar: Perlu upaya "all out" agar Indonesia keluar pandemi
Jakarta (ANTARA) - Pakar Ilmu Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan diperlukan upaya "habis-habisan" (all out) oleh Indonesia untuk bisa keluar dari situasi pandemi COVID-19.
"Daripada kita berandai-andai, kita turunkan habis-habisan dulu penularan di masyarakat dan kita naikkan semaksimal mungkin vaksin," katanya saat menjadi pembicara dalam agenda Diskusi Penanganan COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan LKBN ANTARA secara virtual di Jakarta, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Tjandra menjawab kebingungan masyarakat terkait kapan pandemi COVID-19 akan berakhir, menyusul sikap beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat yang mulai melonggarkan aturan protokol kesehatan di ruang publik.
Direktur Pasca-Sarjana Universitas Yarsi itu mengutip pernyataan pejabat berwenang di Amerika Seikat yang membenarkan adanya kelonggaran protokol kesehatan, salah satunya seperti yang terjadi saat pesta kembang api perayaan ulang tahun Amerika Serikat pada 4 Juli 2021.
"Tahun lalu, pesta kembang api disiarkan secara online saja dan sekarang pesta kembang api sudah bisa dipenuhi orang. Kita lihat orang sudah jalan tanpa masker dan itu sudah terjadi," katanya.
Menurut Tjandra, situasi yang sama juga sempat terjadi di Kota Sydney, Australia. Penduduk setempat ada yang berkeliaran secara bebas tanpa masker. "Tapi tiba-tiba keluarlah Varian Delta dan Kappa yang katanya menular saat berpapasan. Sekarang mereka (penduduk Sydney) sudah bermasker lagi," katanya.
Tjandra mengatakan upaya yang perlu disikapi masyarakat dan pemerintah di Indonesia sekarang adalah berupaya keras mencegah penularan di masyarakat dan mengejar kepesertaan vaksin agar kemungkinan sakit jadi jauh lebih kecil dan masyarakat bisa lebih bebas beraktivitas.
Menurut Tjandra, masih dibutuhkan kajian dari berbagai faktor untuk menyimpulkan suatu populasi sudah terbebas dari pandemi COVID-19.
"harus jujur, bahwa kita masih berharapan dengan ketidakpastian tentang COVID-19 ini. Mungkin banyak ahli yang mengatakan akan hilang pada waktu sekian, tahun sekian, tapi masih banyak faktor penilaiannya," katanya.
"Daripada kita berandai-andai, kita turunkan habis-habisan dulu penularan di masyarakat dan kita naikkan semaksimal mungkin vaksin," katanya saat menjadi pembicara dalam agenda Diskusi Penanganan COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan LKBN ANTARA secara virtual di Jakarta, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Tjandra menjawab kebingungan masyarakat terkait kapan pandemi COVID-19 akan berakhir, menyusul sikap beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat yang mulai melonggarkan aturan protokol kesehatan di ruang publik.
Direktur Pasca-Sarjana Universitas Yarsi itu mengutip pernyataan pejabat berwenang di Amerika Seikat yang membenarkan adanya kelonggaran protokol kesehatan, salah satunya seperti yang terjadi saat pesta kembang api perayaan ulang tahun Amerika Serikat pada 4 Juli 2021.
"Tahun lalu, pesta kembang api disiarkan secara online saja dan sekarang pesta kembang api sudah bisa dipenuhi orang. Kita lihat orang sudah jalan tanpa masker dan itu sudah terjadi," katanya.
Menurut Tjandra, situasi yang sama juga sempat terjadi di Kota Sydney, Australia. Penduduk setempat ada yang berkeliaran secara bebas tanpa masker. "Tapi tiba-tiba keluarlah Varian Delta dan Kappa yang katanya menular saat berpapasan. Sekarang mereka (penduduk Sydney) sudah bermasker lagi," katanya.
Tjandra mengatakan upaya yang perlu disikapi masyarakat dan pemerintah di Indonesia sekarang adalah berupaya keras mencegah penularan di masyarakat dan mengejar kepesertaan vaksin agar kemungkinan sakit jadi jauh lebih kecil dan masyarakat bisa lebih bebas beraktivitas.
Menurut Tjandra, masih dibutuhkan kajian dari berbagai faktor untuk menyimpulkan suatu populasi sudah terbebas dari pandemi COVID-19.
"harus jujur, bahwa kita masih berharapan dengan ketidakpastian tentang COVID-19 ini. Mungkin banyak ahli yang mengatakan akan hilang pada waktu sekian, tahun sekian, tapi masih banyak faktor penilaiannya," katanya.