Jakarta (ANTARA) - Belakangan ini Virtual Private Network (VPN) semakin populer digunakan untuk menyiasati berinternet tanpa menggunakan kuota, namun ternyata penggunaan VPN membawa sejumlah ancaman, mulai dari privasi hingga keamanan siber.
Meskipun VPN menjamin keamanan, pakar keamanan siber, memperingatkan bahwa ada banyak aplikasi VPN yang mengekspos pengguna mereka pada pengawasan dan serangan siber.
Menurut pakar, banyak VPN gratis yang menggunakan protokol yang tidak aman dan mencatat aktivitas pengguna.
"Secara umum, VPN adalah layanan yang dirancang untuk mengenkripsi seluruh lalu lintas komputer Anda dan pada saat yang sama menyembunyikan identitas Anda dengan merutekan lalu lintas (sekarang terenkripsi) melalui satu atau lebih router anonim," ujar kepala penelitian siber Check Point, Yaniv Balmas, dikutip dari Forbes, Sabtu,
Dengan asumsi bahwa penyedia VPN menggunakan metode enkripsi terbaru dan sering mengubah titik peruteannya, layanan ini harusnya menyediakan layanan yang aman dan tangguh.
Namun, Balmas mengatakan bahwa "masalah terletak pada detailnya," di mana VPN yang diimplementasikan dengan buruk menyebabkan "lebih banyak kerugian daripada kebaikan bagi penggunanya."
Balmas menambahkan dalam banyak kasus VPN, terutama VPN gratis, membuat pengguna terbuka terhadap virus dan berpotensi melanggar privasi.
"Kami menguji 150 aplikasi VPN Android gratis teratas dan menemukan bahwa banyak yang memiliki masalah keamanan dan kinerja yang serius," kata pakar VPN, Callum Tennent.
Riset yang dilakukan pada 2019 itu mengungkapkan bahwa 18 persen dari VPN yang diuji Tennent mengandung potensi malware atau virus, 85 persen mengizinkan fungsi yang dapat membahayakan privasi pengguna dan 25 persen mengekspos lalu lintas pengguna.
Bukan hanya aplikasi VPN Android gratis yang bermasalah, 20 aplikasi VPN teratas untuk iPhone dan perangkat Android juga menemukan hasil yang sangat mirip.
Sementara itu, riset yang dilakukan pada 2020, dikutip dari laman vpnmentor, terhadap 283 VPN menunjukkan bahwa banyak VPN gratis yang berisi malware. Faktanya, sebanyak 38 persen VPN menunjukkan sinyal terinfeksi malware.
Studi yang sama juga menemukan bahwa 72 persen VPN gratis menyematkan pelacak pihak ketiga dalam perangkat lunak mereka. Pelacak ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas online sehingga pengiklan dapat menargetkan iklan dengan lebih baik.
Baca juga: Kemeterian Kominfo berniat atur izin VPN