Semarang (ANTARA) -
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah mengizinkan masyarakat melaksanakan Shalat Idul Adha 1441 Hijriah berjamaah di masjid dan musala dengan tetap menerapkan protokol kesehatan serta pembatasan jumlah jamaah.
"Jumlah jamaahnya harus dibatasi, serta mutlak menerapkan protokol kesehatan," kata Ketua MUI Jawa Tengah Kiai Haji Ahmad Darodji di Semarang, Rabu.
Ia mencontohkan, Masjid Raya Baiturrahman, Kota Semarang, yang memiliki kapasitas sampai 3.000 orang lebih, nantinya jemaah yang bisa ikut Shalat Idul Adha hanya sekitar 750 orang, demikian juga di Masjid Agung Jawa Tengah dan masjid lainnya.
Untuk jemaah yang mengikuti Shalat Idul Adha di musala haruslah warga yang tinggal di sekitarnya.
Menurut dia, diizinkannya Shalat Idul Adha berjemaah pada saat pandemi COVID-19 itu untuk memenuhi keinginan masyarakat, terutama umat muslim.
"Kemungkinan yang diizinkan adalah masjid-masjid, bahkan kemungkinan membuka kesempatan pada musala-musala untuk menyelenggarakan karena orang ingin shalat (berjemaah)," ujarnya.
Kendati demikian, MUI Jateng melarang pelaksanaan Shalat Idul Adha di lapangan atau tempat terbuka lainnya karena penerapan protokol kesehatan akan sulit dilakukan.
"Insyaallah tidak disarankan di lapangan-lapangan karena itu akan sulit membuat protokol kesehatan maupun jaga jaraknya," katanya.
Darodji mengharapkan masjid maupun musala yang akan dipakai untuk Shalat Idul Adha mendatang agar lebih dulu disemprot cairan disinfektan.
"Bahkan kalau masjid kita harapkan sebelumnya didisinfektan dulu. Tidak boleh ada karpet di situ, semua bawa sajadah sendiri. Dan diharapkan sudah siap wudhu, meskipun di tempat (masjid atau musala) ada (tempat) wudhu, cuci tangan, dan sebagainya itu," ujarnya.