Tak perlu memaksakan keinginan
Semarang (ANTARA) - Tidak lama lagi kita meninggalkan 2019 dan menyambut datangnya tahun 2020. Seperti tahun-tahun atau bahkan abad yang lalu, datangnya tahun baru disambut gembira dengan beragam perayaan.
Orang banyak berharap tahun dengan angka cantik, 2020, itu memberi harapan lebih baik ketimbang warsa-warsa sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat dunia menganggap sesuatu yang wajar bila kehadiran tahun baru dirayakan dengan istimewa.
Dulu, perayaan tahun baru cenderung hanya dirayakan masyarakat urban. Momentum ini juga menjadi peluang bisnis besar bagi pengelola hotel, resto, kawasan wisata, hingga pedagang kaki lima di perkotaan.
Dari berbagai laporan tentang perekonomian global, sepanjang tahun 2019 bisa dikatakan sebagai tahun yang tidak terlalu gemilang. Perang dagang AS-China hingga keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi sinyal bahwa perekonomian global tidak baik-baik saja. Tahun 2020 perekonomian global diperkirakan hanya tuimbuh 3 persen, lebih rendah dibandingkan tahun ini 3,6 persen.
Pun proyeksi sejumlah ahli tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun mendatang, 2020. Perekonomian negeri ini diperkirakan hanya akan tumbuh sedikit di atas 5 persen.
Dengan estimasi pertumbuhan moderat tersebut, kiranya tidak terlalu layak kita merayakan secara berlebihan untuk menyambut datangnya tahun baru.
Tekanan bagi warga berpendapatan menengah ke bawah diperkirakan juga masih berat. Apalagi mulai awal 2020 iuran BPJS Kesehatan juga bakal naik. Tarif listrik rumah tangga 900 VA diperkirakan juga akan naik.
Oleh karena itu, ajakan sejumlah kalangan agar tidak merayakan tahun baru secara berlebihan mendapat momentum yang tepat.
Di zaman berutang serba-mudah seperti sekarang ini, kadang orang tergoda pinjam uang dengan bunga tinggi hanya sekadar untuk pelesiran atau nongkrong di kafe kelas wahid pada tahun baru.
Memaksa keinginan demi mendapatkan eksistensi di era narsisisme sekarang ini sama saja menggali lubang yang akan memerosokkan diri seseorang ke dalamnya.
Memang, konsumsi menyambut tahun baru dapat menggerakkan perekonomian. Akan tetapi, tidak selayaknya dipenuhi dengan menguras tabungan atau bahkan berutang.
Hidup secara wajar tanpa terbebani utang konsumsi menjadi pilihan yang harus diambil bila tidak ingin pada tahun berikutnya menjadi masa panen tagihan dan bayar utang.
Dirayakan atau tidak, tahun baru tetap akan datang. 1 Januari akan berlalu begitu saja kendati banyak orang berikrar akan melakukan ini dan itu. 1 Januari tidak akan berbeda dengan tanggal dan bulan lainnya.
Jauh lebih penting adalah berpikir dan menyiapkan laku kreatif serta inovatif dalam menyongsong persaingan yang kian keras dan tidak memberi ampun bagi para pemalas.
Spirit kreatif dan inovatif itulah yang telah ditunjukkan secara nyata oleh orang-orang sukses di zaman internet ini. ***
Orang banyak berharap tahun dengan angka cantik, 2020, itu memberi harapan lebih baik ketimbang warsa-warsa sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat dunia menganggap sesuatu yang wajar bila kehadiran tahun baru dirayakan dengan istimewa.
Dulu, perayaan tahun baru cenderung hanya dirayakan masyarakat urban. Momentum ini juga menjadi peluang bisnis besar bagi pengelola hotel, resto, kawasan wisata, hingga pedagang kaki lima di perkotaan.
Dari berbagai laporan tentang perekonomian global, sepanjang tahun 2019 bisa dikatakan sebagai tahun yang tidak terlalu gemilang. Perang dagang AS-China hingga keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi sinyal bahwa perekonomian global tidak baik-baik saja. Tahun 2020 perekonomian global diperkirakan hanya tuimbuh 3 persen, lebih rendah dibandingkan tahun ini 3,6 persen.
Pun proyeksi sejumlah ahli tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun mendatang, 2020. Perekonomian negeri ini diperkirakan hanya akan tumbuh sedikit di atas 5 persen.
Dengan estimasi pertumbuhan moderat tersebut, kiranya tidak terlalu layak kita merayakan secara berlebihan untuk menyambut datangnya tahun baru.
Tekanan bagi warga berpendapatan menengah ke bawah diperkirakan juga masih berat. Apalagi mulai awal 2020 iuran BPJS Kesehatan juga bakal naik. Tarif listrik rumah tangga 900 VA diperkirakan juga akan naik.
Oleh karena itu, ajakan sejumlah kalangan agar tidak merayakan tahun baru secara berlebihan mendapat momentum yang tepat.
Di zaman berutang serba-mudah seperti sekarang ini, kadang orang tergoda pinjam uang dengan bunga tinggi hanya sekadar untuk pelesiran atau nongkrong di kafe kelas wahid pada tahun baru.
Memaksa keinginan demi mendapatkan eksistensi di era narsisisme sekarang ini sama saja menggali lubang yang akan memerosokkan diri seseorang ke dalamnya.
Memang, konsumsi menyambut tahun baru dapat menggerakkan perekonomian. Akan tetapi, tidak selayaknya dipenuhi dengan menguras tabungan atau bahkan berutang.
Hidup secara wajar tanpa terbebani utang konsumsi menjadi pilihan yang harus diambil bila tidak ingin pada tahun berikutnya menjadi masa panen tagihan dan bayar utang.
Dirayakan atau tidak, tahun baru tetap akan datang. 1 Januari akan berlalu begitu saja kendati banyak orang berikrar akan melakukan ini dan itu. 1 Januari tidak akan berbeda dengan tanggal dan bulan lainnya.
Jauh lebih penting adalah berpikir dan menyiapkan laku kreatif serta inovatif dalam menyongsong persaingan yang kian keras dan tidak memberi ampun bagi para pemalas.
Spirit kreatif dan inovatif itulah yang telah ditunjukkan secara nyata oleh orang-orang sukses di zaman internet ini. ***