Semarang (ANTARA) - Pernah mendekam di lembaga pemasyarakatan karena dihukum kasus korupsi ternyata tidak membuat jera seseorang. Itulah yang dialami oleh Bupati Kudus, Jawa Tengah, Muhammad Tamzil.
Tamzil kembali ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (26/7) dengan dugaan menerima suap dalam kasus jual beli jabatan. Selain Tamzil dan Staf Khusus Bupati Kudus, Agus Soeranto, ada enam orang yang dibawa petugas KPK.
Tamzil sempat terjerat kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun 2004-2005, yang merugikan negara sekitar Rp2,84 miliar. Namun, ia mengembalikan Rp1,8 miliar. Tamzil lalu divonis 22 bulan kurungan.
Seperti halnya Tamzil, Agus Soeranto juga pernah dihukum dalam kasus berbeda semasa menjadi pejabat di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Oleh karena itu, pengangkatan Agus menjadi Staf Khusus Bupati Kudus menyisakan pertanyaan serius.
Apalagi dalam berbagai kesempatan setelah terpilih kembali menjadi Bupati Kudus pada 2018, Tamzil sering melontarkan komitmen terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dengan mengangkat pejabat yang berintegritas dan kompeten.
Penangkapan kembali Tamzil dan Agus oleh KPK menunjukkan bahwa menjalani kehidupan di lapas bersama napi dan tahanan lain bukan sesuatu yang menakutkan dan memalukan.
Baca juga: Bupati Kudus bantah terima suap
Mengingat pernah terjerat kasus sama, kemungkinan KPK akan menuntut hukuman maksimal kepada Tamzil.
Dibandingkan dengan kekayaan para pejabat tinggi negara, aset Tamzil tidak bisa disebut wah. Hartanya tidak beda jauh dengan kebanyakan kelas menengah di negeri ini.
Berdasarkan situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 17 Januari 2018, aset Tamzil "hanya" Rp912.991.616, terdiri tanah dan bangunan seluas 227 meter persegi di Kota Semarang senilai Rp 633.071.000.
Kemudian mobil Nissan tahun 2004 senilai Rp 270 juta, sedangkan kas yang dimilikinya hanya Rp9.920.616, tidak beda jauh dengan saldo tabungan kebanyakan pegawai rendahan.
Untuk ukuran pejabat tinggi, kekayaan Tamzil tidak seberapa. Apalagi dia sebelumnya juga pernah menjadi pejabat dan bupati.
Aset Tamzil memang merosot drastis dibandingkan dengan 2013. Saat itu ketika dia maju pada Pilkada Kudus dan kalah, hartanya tercatat Rp3,573 miliar dan 10.081 dolar AS.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) Basaria Panjaitan menyatakan uang suap Rp170 juta yang diduga diterima Tamzil diduga digunakan untuk membayar cicilan mobil.
Dugaan tersebut berdasarkan keterangan Agus Soeranto, namun Tamzil membantah memberi perintah kepada staf khususnya untuk mencarikan uang Rp250 juta untuk pembayaran utang pribadinya.
"Itu (yang melakukan) staf khusus saya. Saya enggak perintahkan," katanya usai keluar dari Gedung KPK Jakarta, Sabtu (27/7/2019).
Saling tuding dan bantah antarpejabat atau teman ketika mereka terjerat perkara hukum lazim terjadi. Yang pasti, KPK selama ini selalu mampu menujukkan bukti-bukti kuat di persidangan sehingga amat sulit terdakwa bisa lolos dari jerat hukum.
Di persidangan kelak, publik akan tahu benar atau tidak seorang bupati yang menghabiskan miliaran rupiah untuk kampanye pilkada, kemudian mencari uang haram untuk membayar utang mobil. ***
Baca juga: Buntut Tamzil tersangka, Sekda Kudus diperiksa penyidik KPK
Baca juga: Tamzil ditangkap KPK, Wabup Kudus minta petunjuk Ganjar