Memukau, musik ciblon dalam padusan di Pengging Boyolali
Boyolali (ANTARA) - Penampilan kelompok seni musik tradisional ciblon di Umbul Ngabeyan, Objek Wisata Pengging, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu, menandai dimulai tradisi padusan oleh warga setempat dalam menyambut Ramadhan 1440 Hijriah
Musik ciblon sering dimainkan remaja pedesaan saat mandi di sungai sehingga menjadi ciri khas masyarakat Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali itu. Musik ciblon dihasilkan mereka dengan memainkan air melalui entakan dan pukulan tangan hingga mengeluarkan bunyi yang kompak, mengiringi tembang daerah.
Kelompok musik ciblon dari Desa Dukuh itu beranggota 12 remaja. Penampilan mereka mengiringi sejumlah tembang daerah, antara lain Gambang Suling, mendapatkan sambutan berupa tepuk tangan ratusan warga yang hendak padusan di tempat itu. Warga terpukau dengan penampilan musik ciblon itu.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Boyolali Wiwis Trisiwi Hadayani mengatakan mereka memainkan air sungai yang jernih dalam padusan itu dengan membawakan sejumlah lagu sebagai hiburan khas daerah setempat.
"Musik ciblon ini hingga sekarang masih dilestarikan oleh warga, terutama kaum remaja, saat mereka bermain air di sungai atau sendang lainnya, tempat untuk mandi," kata dia.
Tradisi padusan di Umbul Ngabeyan Pengging diawali dengan kirab budaya dengan dua pasangan laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian pengantin berpakaian adat jawa. Kirab diawali dari Kantor Kecamatan Boyodono menuju sumber air tersebut.
Pada kirab itu, juga tampil antara lain kelompok pasukan pembawa bendera Merah Putih, dua kelompok drum band, kelompok seniman, perias, seni reog, dan kesenian lainnya. Wakil Bupati Boyolali M. Said Hidayat bersama jajaran forkopimda setempat juga mengikuti kirab dengan sejumlah kereta kuda.
Padusan disambut dengan suka ria oleh warga Pengging. Tampil juga beberapa hiburan seni tradisional, termasuk pentas tarian.
Satu di antara dua pasangan simbol pengantin itu turun ke Umbul Ngabeyan. Mereka meragakan mandi di tempat itu, sebagai simbol menyucikan diri, sebelum menjalani puasa Ramadhan selama sebulan ke depan.
Wakil Bupati Said Hidayat mengatakan tujuan padusan di tempat itu, antara lain untuk melestarikan tradisi warga setempat dan daerah lain, setiap hendak memasuki Bulan Puasa.
Ia mengatakan dalam menghadapi Bulan Suci Ramadhan, warga mengawali dengan padusan atau mandi untuk menyucikan diri, baik jasmani maupun rohani, sebagai pelaksanaan ajaran sejak zaman dahulu hingga sekarang.
"Kami berharap setelah padusan, menyucikan diri, dapat melaksanakan ibadah puasa dengan baik dan lancar, dan tentunya dalam rangka membangun Boyolali tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya lokal dan tradisi yang ada," katanya.
Selain itu, kata dia, tradisi padusan juga menjadi pendorong sektor pariwisata di kecamatan-kecamatan di Boyolali, sehingga membangkitkan desa-desa sadar wisata.
Hingga saat ini, di Boyolali terdapat 80 tempat potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata.
Musik ciblon sering dimainkan remaja pedesaan saat mandi di sungai sehingga menjadi ciri khas masyarakat Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali itu. Musik ciblon dihasilkan mereka dengan memainkan air melalui entakan dan pukulan tangan hingga mengeluarkan bunyi yang kompak, mengiringi tembang daerah.
Kelompok musik ciblon dari Desa Dukuh itu beranggota 12 remaja. Penampilan mereka mengiringi sejumlah tembang daerah, antara lain Gambang Suling, mendapatkan sambutan berupa tepuk tangan ratusan warga yang hendak padusan di tempat itu. Warga terpukau dengan penampilan musik ciblon itu.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Boyolali Wiwis Trisiwi Hadayani mengatakan mereka memainkan air sungai yang jernih dalam padusan itu dengan membawakan sejumlah lagu sebagai hiburan khas daerah setempat.
"Musik ciblon ini hingga sekarang masih dilestarikan oleh warga, terutama kaum remaja, saat mereka bermain air di sungai atau sendang lainnya, tempat untuk mandi," kata dia.
Tradisi padusan di Umbul Ngabeyan Pengging diawali dengan kirab budaya dengan dua pasangan laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian pengantin berpakaian adat jawa. Kirab diawali dari Kantor Kecamatan Boyodono menuju sumber air tersebut.
Pada kirab itu, juga tampil antara lain kelompok pasukan pembawa bendera Merah Putih, dua kelompok drum band, kelompok seniman, perias, seni reog, dan kesenian lainnya. Wakil Bupati Boyolali M. Said Hidayat bersama jajaran forkopimda setempat juga mengikuti kirab dengan sejumlah kereta kuda.
Padusan disambut dengan suka ria oleh warga Pengging. Tampil juga beberapa hiburan seni tradisional, termasuk pentas tarian.
Satu di antara dua pasangan simbol pengantin itu turun ke Umbul Ngabeyan. Mereka meragakan mandi di tempat itu, sebagai simbol menyucikan diri, sebelum menjalani puasa Ramadhan selama sebulan ke depan.
Wakil Bupati Said Hidayat mengatakan tujuan padusan di tempat itu, antara lain untuk melestarikan tradisi warga setempat dan daerah lain, setiap hendak memasuki Bulan Puasa.
Ia mengatakan dalam menghadapi Bulan Suci Ramadhan, warga mengawali dengan padusan atau mandi untuk menyucikan diri, baik jasmani maupun rohani, sebagai pelaksanaan ajaran sejak zaman dahulu hingga sekarang.
"Kami berharap setelah padusan, menyucikan diri, dapat melaksanakan ibadah puasa dengan baik dan lancar, dan tentunya dalam rangka membangun Boyolali tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya lokal dan tradisi yang ada," katanya.
Selain itu, kata dia, tradisi padusan juga menjadi pendorong sektor pariwisata di kecamatan-kecamatan di Boyolali, sehingga membangkitkan desa-desa sadar wisata.
Hingga saat ini, di Boyolali terdapat 80 tempat potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata.