Semarang (ANTARA) - Aktivis lingkungan tergabung dalam Yayasan Amerta Air Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta pemerintah melakukan audit lingkungan terhadap pembuangan limbah oleh industri di kawasan Teluk Semarang yang diduga berdampak terhadap kualitas tangkapan nelayan setempat.
Peneliti Yayasan Amerta Air Indonesia Syukron Salam di Semarang, Jawa Tengah, Minggu, mengatakan kedua lembaga ini melakukan riset berdasarkan 18 artikel jurnal tentang kualitas air perairan utara Kota Semarang yang terbit mulai 2018 hingga 2022.
"Penelitian ini menjawab isu kandungan merkuri di kerang hijau hasil tangkapan nelayan di sekitar Teluk Semarang ini," katanya.
Kandungan logam berat akibat pencemaran di Teluk Semarang, kata dia, berdampak terhadap hasil tangkapan laut serta kualitas hasil panen kerang hijau di kawasan tersebut.
Industri di kawasan Teluk Semarang, kata dia, diduga memberi kontribusi terbesar terhadap pencemaran yang berdampak terhadap tangkapan di pesisir Ibu Kota Jawa Tengah tersebut.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Tengah Iqbal Alma Ghosan mengatakan setidaknya terdapat 48 perusahaan di kawasan Teluk Semarang yang juga mencakup wilayah Pelabuhan Tanjung Emas Semarang itu.
Berdasarkan hasil identifikasi, perusahaan-perusahaan ini berpotensi memberi kontribusi pada pencemaran logam berat tersebut.
Rekomendasi dari penelitian itu, ujar dia, yakni desakan kepada pemerintah untuk melakukan audit lingkungan di Teluk Semarang terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan di kawasan itu.
"Perlu audit lingkungan dengan tindakan lanjutan terhadap industri-industri yang membuang limbah ke laut," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus melakukan evaluasi perizinan pembuangan limbah di Teluk Semarang.
Dia mengharapkan upaya tersebut mampu menekan pencemaran lingkungan sehingga mengembalikan ekosistem di sekitar perairan yang merupakan lokasi mata pencaharian nelayan Semarang.
Ketua RW 16 Kelurahan Tanjung Emas, Kota Semarang, Slamet Riyadi, menyebut sekitar 70 persen nelayan di kawasan Tambak Lorok dan Tambak Rejo, saat ini beralih menjadi pencari kerang hijau.
Dia mengatakan banyak nelayan beralih ke pencari kerang hijau setelah kesulitan mencari ikan di sekitar kawasan perairan Semarang.
Ia mengatakan akibat isu kandungan merkuri, harga jual kerang hijau yang dihasilkan nelayan Semarang terus turun.
"Kerang hijau Tambak Lorok tidak diterima di hotel dan restoran. Mereka cenderung mengambil dari wilayah Kendal dan kawasan pesisir barat lainnya," katanya.
Isu kerang hijau Semarang yang mengandung merkuri, kata dia, berdampak terhadap penurunan harga menjadi hanya Rp3 ribu-Rp6 ribu per kg, dari harga pasaran Rp10 ribu-Rp20 ribu per kg.
Kondisi ini, ujar dia, sudah terjadi sejak lima tahun lalu, semenjak isu tentang penelitian kualitas air di pesisir Semarang mulai muncul ke masyarakat luas.